Salawat Untukmu Ya Rasulallah



Saudaraku yang dirahmati Allah.
Jujur, tulisan ini terinspirasi seusai mengikuti tausyiah dari Ustad Yusuf Mansyur bertempat di Gedung Multipurpose UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Syukron laka ya ustadz. Alhamdulillah, kalau bukan karena hidayah dan taufik dari Allah mungkin saya tidak bisa mengikuti majelis ilmu tersebut. Bisa jadi saya lebih memilih berdiam diri di kos. Main internet. Atau ngegame. Bahkan keluar main-main menghabiskan waktu. Namun, alhamdulillah, sekali lagi, berkat hidayah dan taufik dari Allah SWT saya diberikan izin untuk mengikuti majlis ilmu tersebut.
Saudara, tahukah saudara apa itu hidayah dan taufiq ? bila ada diantara anda yang menjawab mantap, saudara izzu, hidayah itu nama cewek, sedangkan taufiq itu nama cowok. Seandainya anda yang menjawab demikian maka izinkan saya menjabat tangan anda penuh hormat dan saya akan berbisik di telinga anda dengan merdu “ anda cerdas sekali, berapa IQ anda? ”. Ya, memang banyak wanita bernama hidayah. Dari SD sampai kuliah, saya selalu punya teman cewek yang terselip kata hidayah dalam namanya. Begitu pun dengan taufiq. Bisa dikatakan ini nama yang cukup mainstream. Namun mainstream bukan berarti murahan. Malah hidayah dan taufiq memiliki makna yang luar biasa mulia.
Jika mendengar pengajian, tausyiah, atau pidato, kerap kali sang pembicara dalam muqaddimahnya akan mengajak kita bersyukur pada Allah yang telah memberi taufiq dan hidayah. Iya to ? nah sekarang yang jadi pertanyaan what the meaning of hidayah and taufiq ? maa hua taufiq wal hidayah ?
Saya ingat sekali penjelasan makna taufiq dan hidayah ini saya dapatkan kala mengaji kitab tafsir Ibnu Katsir di mushola Al Abror, Pancor, bersama al-mukarrom Dr. TGH. Salimul Jihad M.Ag. Saat itu beliau mengatakan hidayah adalah pengetahuan tentang kebenaran yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Kita tahu solat itu bagus, kita ngerti sodaqoh itu mulia, kita paham memfitnah itu dosa. Itulah hidayah. Kita mengerti bahwa LGBT adalah kekejian, itulah hidayah.
Sedangkan taufiq adalah energi yang diberikan Allah kepada kita untuk melaksanakan hidayah tersebut. Untuk mengamalkannya. Bukan sekedar menjadi pengetahuan yang terpendam dalam otak. Sederhananya, hidayah itu pengetahuan tentang mana yang hak dan bathil. Halal haram. Baik buruk. Dosa pahala. Sedangkan taufiq adalah kemauan yang ada dalam diri untuk mengamalkan hidayah tersebut. ketika kita tahu shalat jama’ah pahalanya besar lantas kita beranjak ke masjid untuk menunaikannya. Itu berarti kita telah mendapat hidayah sekaligus taufiq. Sebaliknya, saat kita memahami sholat jama’ah itu pahalanya besar tapi kita malas melakukan, lebih memilih solat sendiri karena gabut. Itu artinya kita baru mendapat hidayah saja. Taufiqnya belum. Oleh karenanya hidayah dan taufiq tidak bisa dipisahkan. Semoga saya dan saudara-saudara semua termasuk orang-orang yang mendapat hidayah dan taufik-Nya. Aamiin.
Saya tahu ada pengajian Ustad Yusuf Mansyur dan saya bisa menghadirinya, itu semua semata-mata karena hidayah dan taufiq dari Allah SWT. Bukan karena kesalehan apalagi kebaikan yang ada dalam diri. Murni berkat Allah semata. Tahadduts binni’mah. Maka setiap kali kita bisa melakukan amal salih jangan biarkan perasaan puas apalagi bangga diri menghampiri. Buang jauh-jauh. Yang harus dilakukan pasca usai beramal solih adalah bersyukur, berterima kasih kepada Allah atas hidayah dan taufiq-Nya.
Tema acara malam itu ialah “ shalawat untukmu ya rasulallah ”. sebelum sampai ke acara inti, para jama’ah disuguhkan berbagai hiburan syar’i. Kenapa saya mengatakan hiburan syar’i ? karena kami dihibur melalui lantunan-lantunan ayat al qur’an dan shalawat oleh para hafidz-hafidzoh cilik di Ponpes Darul Qur’an. Ada jga suguhan drama oleh santri-santri di SMP Daqu. Wajah-wajah imut mereka begitu menggemaskan. Duh, bahagianya para orang tua yang anaknya sudah hafal qur’an sedari dini. Sungguh saya merasa kalah telak. Sewaktu seumuran mereka mungkin lisan ini belum lancar baca al-qur’an. Sedangkan mereka ? subhanaAllah, tartil dan langgam bacaan al qur’annya bertalu indah menyentuh jiwa. Hati ini terasa ditampar oleh penyesalan. Kalah kamu, Zu.
Sekitar pukul 8 lewat beberapa menit ustad Yusuf Mansyur tiba di lokasi acara. Beliau datang bersama keluarga besar. Termasuk Wirda, putri sulung beliau. Sayang calon istri saya itu ( aamiinn ) tidak muncul di atas panggung. Adalah adiknya, Caca yang tampil membawakan lagu dari Shaka bertajuk Ibu, sebagai kado ulang tahun untuk bundanya ( baca : mertua saya). Caca menyanyi penuh penghayatan. Beberapa kali suaranya tertahan karena tangis haru. Ingin rasanya saya naik ke panggung lalu menyodorkan tisu untuk adik ipar saya itu. Sayang saya tidak cukup berani melakukannya. Oh Ibuku, engkaulah wanita yang kucinta sepanjang hidupku. Senandung demi senandung menyentuh para jama’ah. Tepuk tangan penuh apresiasi membahana di aula itu. Usai menyanyi Caca pun langsung turun menghambur dan memeluk mertua saya, Ustadzah Maemunah. Istri dari Ustad Yusuf Mansyur. Terharu abang, dek.
Ustad Yusuf Mansyur pun mulai menyampaikan tausyiah tentang shalawat. Banyak hal yang beliau ulas. Mulai dari kedahsyatan shalawat. Kemuliaan nabi Muhammad SAW. Totalitas cinta yang kanjeng nabi berikan namun kita sebagai umat beliau sering abai dan mendustai cinta Rasulullah. Dalam detik terakhir hembusan nafas beliau yang terucap bukannya istriku, anakku, sahabatku, atau hartaku. Akan tetapi ummati, ummati. Umatku. Umatku. Menunjukkan betapa cintanya Rasul pada umat beliau.
Kalau berbicara tentang keutamaan shalawat in sya Allah banyak diantara kita yang sudah mengetahui dan memahaminya namun masih malas mengamalkan. Iya, kan ? ini sindiran untuk saya pribadi juga kok. Kenapa hati kita begitu mudah condong mencintai hal-hal duniawi yang sementara belaka. Mencintai artis-artis, penyanyi, kekasih, istri, pacar, anak, sahabat, dan lain-lain. Namun cinta pada Rasul malah pas-pasan ?
Apabila ada pertanyaan apakah kita mencintai Rasulullah ? tanpa menunggu detik kedua serta merta kepala akan mengangguk to ? iya. Kami mencintai Rasul. Namun mana buktinya ? apakah itu cinta yang main-main ? atau cinta bohongan ? kenapa sampai hati kita mengabaikan cinta Rasullah ? padahal beliaulah yang paling berjasa membawa cahaya iman sampai kepada kita. Ajaran-ajaran beliaulah yang akan menghantarkan kita menuju maqom mahmud, derajat yang terpuji. Kurang baik apa Rasul pada kita sehingga kita mengabaikan beliau ?
Saudara. Sungguh bukan Rasul yang kurang baik tapi kita yang terlalu berlumur dosa dan kurang ibadah. Mari beristigfar sejenak.... Astagfirullahal’adzim.
Saudaraku seiman seakidah yang dirahmati Allah. Dari banyak ilmu yang saya tuai dalam majlis tersebut, saya ingin berbagi dua diantaranya melalui goresan sederhana ini. Pertama, ketahuilah saudaraku, dengan sering-sering membaca shalawat, begitulah cara kita membuat Rasulullah SAW mengenal kita. Manfaat jangka panjang shalawat tidak akan kita rasakan di dunia. namun kelak, di yaumul hisab. Hari dimana tidak ada yang mendapat naungan selain yang Allah ridhoi. Dan pada hari itu, hanya nabi Muhammad SAW seorang yang diberi hak untuk mensyafa’ati ummat beliau. Bayangkan, kalau kita malas baca shalawat. Jarang baca shalawat, bagaimana nabi akan mensyafa’ati kita. Sungguh bagi orang yang rajin bershalawat, ia tak perlu mengemis pada Rasul melainkan Rasulullah sendiri yang akan datang menghampirinya. Memberi syafa’at kepadanya. SubhanaAllah.
Kedua, bayangkanlah dalam setiap aktifitas Rasulullah SAW ada di samping kita. Saat kita hendak melakukan keburukan bayangkanlah beliau cemberut. Tega kah kita membuat Rasulullah cemberut ? tidak to ? in sya Allah kita urung melakukan keburukan tersebut. sebaliknya, saat melaksanakan ibadah, bayangkan Rasulullah di samping kita. Beliau tersenyum indah sekali melihat kita beribadah. Betapa bahagianya membuat Rasul tersenyum. Niscaya jika seperti itu yang kita bayangkan, in sya Allah selalu ada motivasi untuk menambah kebaikan-kebaikan tersebut. semakin rajin dan memperbaiki kualitas ibadah.
Mari latih diri untuk rajin bershalawat kepada nabi. Senandungkan dengan penuh cinta. Saat membaca shalawat ingatlah lagi perjuangan dan pengorbanan nabi. Bagaimana beliau dicaci, dihina, diperangi, bahkan dilempari dengan kotoran. Namun beliau tak bergeming. Setia pada prinsip. Demi kita, ummat beliau.
SholaAllahu robbuna......
‘ala nuril mubin....
Ahmada musthofa...
sayyidil mursalin...
Wa’ala ‘alihi wasohbihi ajma’in...
Wa’ala ‘alihi wa sohbihi ajma’in....
Subhana Allah wal hamdulillah wa laa ilaha illa Allah.
‘Isy Karima. Hiduplah dengan mulia.

Jogjakarta, 21 Februari 2016
19:49 WIB
King Izzu

Komentar

Postingan Populer