Waspada LGBT !!
Allah yang Maha Adil
telah menciptakan segala makhluk berpasang-pasangan. Bumi dan langit. Matahari
dan bulan. Siang juga malam. Sedih bahagia. Tawa dan lara. Suka duka. Pun juga
laki-laki dan wanita. Diantara pasangan-pasangan makhluk tersebut ada yang tercipta
untuk bisa bersama ada pula yang tidak bisa. Siang pasangannya malam, namun
pernah kah kita melihat siang dan malam bertemu dalam satu waktu ? sedangkan
laki-laki dan wanita adalah pasangan yang bisa bersama setelah melalui
mekanisme yang ditetapkan syariat. Pernikahan. Sekali lagi pernikahan bukan
pacaran loh ya.
Pernikahan menjadi hal
yang begitu sakral. Ia termasuk ibadah. Tidak heran banyak orang berkata
pernikahan adalah ibadah paling nikmat. Dengan sebab pernikahan hal yang
tadinya haram seketika berubah menjadi sumber pahala tak terkira. Saya teringat
petuah dari Ustad Irwan Ahsit, guru hadist kami sewaktu di pondok kala membahas
kitab “ riyadus solihin ”, entah kenapa saat itu pembahasan menyerempet ke
masalah pernikahan. Padahal bukan bab nikah yang menjadi pembahasan. Tapi tidak
mengapa. Justru ini yang membuat kami, para santri, semangat belajarnya.
“ pacaran itu bahagianya
sedikit, sedikit! ” Ustad Irwan mengatupkan ibu jari dan telunjuknya.
Mengisyaratkan sedikit yang beliau katakan.
“ pacaran hanya
menghabis-habiskan waktu kalian, waktu belajar yang harusnya digunakan untuk
mendengarkan penjelasan guru malah dipakai untuk tulis surat buat si dia. Guru
pun dicueki. Ilmu diabaikan, astagfirullah ”
“ astagfirullah ”
seantero kelas koor berisitgfar
“ terus kalau putus, Cuma
bisa nangis di depan lemari di asramanya. Tidur tak lelap, makan tak kenyang,
mandi tak basah, buang air gak keluar-keluar, aduhhh ” ujar beliau
menggeleng dengan nada sedikit lebay. Memang begitu gaya beliau kalau mengajar.
Tak jarang memancing tawa santri-santrinya.
“ padahal yang digalaukan
siapa ? ” Ustad Irwan membuang pandangan ke seluruh penjuru kelas
“ siapa ? ” tak ada
satupun yang menjawab. Kami semua menanti jawaban dari beliau langsung
“ anak orang ! anak orang
yang digalaukan!, naudzubillah ”
Dalam hati aku membatin, iya
ya, bener juga, buat apa nge-galauin anak orang ? belum tentu jodoh. Kalau kita
sering galau karena dia dan ternyata dia bukan jodoh kita berarti kita nge-galauin
jodoh orang. Mubazir banget kan.
“ pacaran itu juga dekat
dengan perzinahan. Awalnya Cuma curi-curi pandang. Lama-lama mulai salaman,
yang cewek cium tangan yang cowok, maraq dengan beseninaq semamaq bae (
kayak suami istri aja ) terus mulai berani saling sentuh, dipikir itu gak dosa
apa ? ”
Kami menganggukkan
kepala, setuju dengan argumen beliau. Satu dua teman saling lirik. Tatapan
mereka seolah berkata tuh, makanya jangan pacaran, putusin gih
“ beda halnya kalau sudah
menikah. Yang tadinya haram jadi halal bahkan berpahala. Sampai-sampai kalau
kita mencolek istri kita, pahalanya bagai solat sunnah 500 rakaat. Bayangkan,
Cuma main colek-colekan aja pahalanya segitu apalagi kalau lebih ? ”
Para santri antusias
mendengarkan. Sedangkan sebagian santriwati terlihat risih dengan pembahasan
yang mulai mendetail itu.
Nabi Adam pun ketika
memiliki hajat pada Hawa harus melalui pernikahan terlebih dahulu. Kala itu
yang menjadi maharnya adalah ucapan salawat. Resmi lah mereka menjadi sepasang
suami istri. Rumah tangga yang dibangun berdasarkan rasa saling mencintai
karena Allah insya Allah akan menjadi surga dunia bagi penghuninya. Dan Nabi Adam as berhasil membuat surga kecil
dalam keluarga beliau.
Kita bisa menyimpulkan
bahwa pernikahan maupun rasa cinta kepada lawan jenis sedari dulu merupakan hal
kodrati. Sudah sunnatullah dan menjadi takdir manusia. Ia juga menjadi wasilah
berkembang biaknya anak cucu Adam hingga sekarang. Entahlah kita generasi yang
keberapa dari nabi Adam a.s. dan untuk mendapatkan generasi penerus, cara
satu-satunya adalah dengan menikah. Sepintar apapun orang, sekuat apapun
fisiknya, secerdas apapun otaknya, ia tak kan mampu membuat anak autodidak.
Buat anak itu butuh patner, gak bisa mandiri. Apalagi pake tangan
sendiri, dijamin gak bakal jadi.
Namun fakta sejarah
memberi sedikit warna gelap dalam peradaban umat manusia. Adalah kaum nabi Luth,
kaum pertama yang menciptakan budaya homoseksual. Lelaki kala itu lebih
tertarik kepada sesama lelaki. Hatta wanita paling cantik telanjang di
hadapan para lelaki, mereka tak akan bergeming dan lebih memilih berhubungan
dengan sesama lelaki. Naudzubillahi min dzalik.
Dewasa ini fenomena kaum nabi
Luth itu masih bertahan bahkan kian menjamur. Di banyak negara lesbianisme
maupun homoseksual telah mendapat legalitas. HAM menjadi excuse utama
mereka dalam memperjuangkan apa yang ingin mereka capai. Meski saya belum
pernah ke luar negeri, namun menurut beberapa artikel dan berita yang saya
baca, paling kurang ada 23 negara yang sudah melegalkan LGBT ( Lesbian, Gay,
Biseksual, Transgender ). Amerika Serikat salah satunya. Anda bisa googling
untuk lebih jelas lagi.
Dikarenakan fenomena
homoseksual dan sejenisnya yang bertahan sejak lama, oleh sebagian orang itu
diklaim sebagai salah satu sisi kodrati manusia. Emang udah dari sononya.
Jadi gak apa-apalah jadi homo atau lesbi. Hal ini dibantah oleh salah
seorang Guru Besar UIN SUKA Jogjakarta dalam khutbah jum’atnya yang saya simak
langsung.
Yang menjadi hal kodrati
bukan homoseksual atau perbuatan menyimpangnya melainkan kecendrungan yang
mengarah kesitu. Setiap orang memiliki kecendrungan berbuat baik begitu juga
kecendrungan berbuat buruk. Inilah sisi kodrati manusia.
Islam adalah aturan untuk
seluruh pemeluknya. Dan agama rahmatan lil alamin ini dengan sangat jelas
melaknat para pelaku homoseksual ataupun lesbianisme. Maka, sebagai muslim yang
baik sudah seharusnya kita memegang teguh ajaran Islam dan membentengi diri
dari hal-hal negatif layaknya LGBT.
Para penggiat LGBT memang
telah berhasil membuktikan bahwa apa yang mereka lakukan tidak melanggar HAM
dan tidak termasuk ciri-ciri gangguan jiwa. Itulah yang menjadi modal utama
mereka untuk meminta kelegalan di berbagai negara tak terkecuali Indonesia.
saya pribadi berharap LGBT tidak akan pernah dilegalkan di tanah ibu pertiwi. Karena
biar bagaimanapun LGBT adalah gejala sosial yang bisa merusak psikis suatu
entitas.
Bahayanya mereka bukan
sebuah gerakan yang hanya berorientasi kepuasan diri semata. Namun mereka juga
menjadikan beberapa teori-teori ilmiah sebagai tameng dan pembenaran terhadap
apa yang mereka lakukan. Inilah yang harus kita antisipasi dengan senantiasa
berfikir kritis dan tidak asal terima pemahaman-pemahaman baru. Dalam filsafat
ilmu, kebenaran sebuah teori tidak ada yang permanen. Filsafat ilmu mengajarkan
keterbukaan, yakni kemungkinan untuk mematahkan atau memperbarui teori-teori
tersebut masih sangat mungkin asal sesuai dengan metode ilmiah.
Salah satu sisi negatif
dari homoseksual maupun lesbianisme ialah terputusnya perkembang biakan
manusia. Sehingga, dikhawatirkan jika semakin banyak pasangan sejenis di dunia
ini maka jumlah penduduk pun akan ikut menyusut. Produktivitas pun berkurang
setahap demi setahap. SDM menjadi sangat terbatas dan akan menyulut
kekacauan-kekacauan lain yang tak kalah merugikan.
Ketika hukum de jure bisa
membenarkan suatu persoalan tidak berarati hukum de facto juga selalu demikian.
Sebagai contoh, bunuh diri, bunuh diri tidak bisa dikategorikan pelanggaran HAM
ataupun penyakit psikis. Namun kita tetap meyakini bahwa bunuh diri adalah
perbuatan yang tidak baik. Begitupun homoseksual dan lesbianisme, memang tidak
melanggar HAM dan bukan bagian dari penyakit psikis namun di mata sebagian
besar orang ia tetap merupakan penyimpangan yang keji.
Semoga Allah melindungi
kita semua. Menjaga bangsa ini. memberikan kekuatan dan hidayah kepada para
pemangku kebijakan di tanah pertiwi. Semoga Allah selalu mencurahkan taufik dan
hidayah-Nya. Aaamiinn. Ya robbal alamin.
Jogjakarta, 5
Februari 2016
21:40 WIB
Komentar
Posting Komentar