Rekonstruksi Ilmu
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Goresan ini saya ukir pada sayyidul ayyam. Rajanya hari. Ada
yang bisa menebak hari apa? Yups, hari Jum’at. Ngomong-ngomong panjenengan sekalian
sudah melaksanakan sunnah-sunnah jum’at belum ? memperbanyak shalawat,
istigfar, membaca surat al-kahfi, dan lain-lain. Nah, khusus untuk golongan
yang telah menyempurnakan agama dengan ijab qobul di depan penghulu apa sudah
melaksanakan sunnah Rasul belum ? bagi anda yang dibawah 17 tahun silahkan skip
bagian ini.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah. Tahaddust binni’mah, hari
ini ada banyak ide yang hinggap di kepala. Seakan berlomba mengajukan diri
untuk dijadikan tema goresan. Bagi saya pribadi, penulis amatiran bin awam, ada
dua momok yang kerap menghantui saat hendak menggerakan jemari menari di papan
keyboard. Pertama, gak ada ide atau inspirasi. Dan kedua, kebanyakan
inspirasi dan ide. Keduanya sama-sama bikin bingung. But, kebanyakan ide masih
lebih baik dari gak ada ide.
Menurut data empirik yang saya miliki ( ceileh bahasaku yak :v ),
kekosongan ide, atau ketiadaan inspirasi dalam menulis disebabkan oleh dua hal.
Kurang membaca atau kurang piknik. Jika anda tidak membaca apa lah goresan yang
akan anda guratkan ? semakin banyak membaca semakin besar kemungkinan ide-ide
tersebut hinggap di beranda pikiran. Lagian dosen saya bilang orang yang rajin
membaca lebih sulit pikun meski sudah berumur. So, orang-orang tua yang
sekarang pikun bisa jadi saat masih muda tidak rajin membaca. Contohnya, Luis
Van Gall. Konon menurut berita yang saya baca di Kompas, LVG sering salah
menyebut nama pemainnya waktu latihan. Mau manggil Rooney malah manggil Dea
Gea. Mungkin itu salah satu penyebab keterpurukan MU saat ini. Sebagai bentuk
keprihatinan, mari kita bacakan surat al fatihah untuk MU. Al fatihah...
Penyebab kedua kekosongan ide ialah kurang piknik. Karena inspirasi
tidak hanya didapati dari buku bacaan namun juga pengalaman. Kalau anda hanya
diam di kamar bagaimana inspirasi akan datang menghampiri. Saat inspirasi tak
jua datang kenapa kita tak menjemputnya keluar ? tapi kebanyakan piknik juga gak
baik. Mubazzir. Mending duitnya ditabung saja. Hemat pangkal kaya rek.
Kebetulan beberapa hari ini saya tengah membaca sebuah buku yang
cukup “ berat ” bahasannya. Buku ini bergenre filsafat. Judulnya Rekonstruksi
Ilmu, dari Empirik-Rasional Ateistik ke Empirik-Rasional Teistik. Beeh..
gimana ? serem gak judulnya ? haha... di awal-awal ngebaca saya juga rada-rada
gak mudeng ( gak paham ) tapi alhamdulillah slow but sure satu
dua maksudnya bisa terjangkau oleh logika yang masih awam ini. O iya, buku ini
ditulis oleh Cecep Sumarna dan diterbitkan oleh Benang Merah Press. Perihal
mendapatkannya dimana saya kurang tahu pasti. Karena buku ini bukan milik saya
melainkan paman saya. Ketika buku pribadi sudah habis terbaca bahkan dua kali dibaca,
tidak ada pilihan lain, buku paman yang “ berat ” pun saya jamah. Sing
penting baca.
Dari judul, sebenarnya kita bisa menebak apa yang dibahas dalam
buku ini. Rekonstruksi terdiri dari dua kata, Kontruksi dan diberi imbuhan “re”
di awal. Kontruksi ialah struktur, sistem, atau kerangka. Saat diberi imbuhan
“re” maka maknanya adalah mengkonstruksi kembali. Menyusun ulang struktur,
kerangka, dan sistem. Kerangka dan sistem apa ? Ilmu lah. Oke saya tidak akan
membuat anda semakin pusing karena saya pun masih agak puyeng. Kita lanjutkan
saja.
Dari buku ini saya mengetahui bahwa bangsa barat, yang kini mengalami
perdaban paling maju utamanya dalam bidang sains ( ilmu pengetahuan )
dibandingkan peradaban yang lain. Menjadi maju peradabannya, kuat basic
sainsnya dikarenakan filosofi empirik-rasional ateistik. Mereka tidak mengenal
Tuhan. Agama dianggap sebagai penghalang perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan dan agama tidak bisa disatukan. Kalau pun disatukan agama malah
akan mengekang perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Namun yang harus kita ingat ialah agama mayoritas dunia barat
adalah yahudi kristen. Utamanya kristen. Konon doktrin gereja mengatakan
matahari yang berputar mengelilingi Bumi. Doktrin tersebut dipatahkan oleh
seorang ilmuwan bernama Galilei Galileo. Dia lah yang dengan tegas mengatakan
bumi yang berputar mengelilingi matahari. Matahari adalah pusat tata surya.
Pihak gereja tidak terima dengan hal itu meskipun Galileo sudah berusaha membuktikan.
Walhasil ia dihukum mati. Ini menunjukkan agama mengekang perkembangan ilmu
pengetahuan. Jika orang terus berpegang pada agama maka selamanya mereka tidak
akan berkembang. Ini pula yang menjadi cikal bakal banyaknya orang ateis (
tidak bertuhan ) di Eropa sana.
Alhasil ? lihatlah apa yang terjadi sekarang. Kita tidak bisa
pungkiri, semua kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan bersumber dari barat.
Kedokteran, teknologi, ekonomi, politik, semua dikendalikan oleh Barat.
Kecanggihan penemuan pun semakin membuat banyak orang tercengang. Yang terbaru
ialah berhasilnya kloning domba dolly dan polly. Dan kini ilmuwan pun tidak
menutup kemungkinan akan mengkloning manusia. Luar biasa bukan ? meski seingat
saya saat pelajaran Biologi di Aliyah dulu, hasil-hasil kloning manusia justru
jauh dari kata sempurna.
Epsitemologi ilmu dunia barat bersumber pada empirik rasional
ateistik. Empirik berarti sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman. Sedangkan
rasional menempatkan logika sebagai sumber ilmu pengetahuan. Tidak ada unsur
agama. Otomatis tidak ada kandungan nilai, moral, dan etika yang terdapat dalam
produk-produk sains dewasa ini. Sehingga kelahiran ilmu pengetahuan modern
justru membuat manusia kehilangan jati dirinya. Lihatlah teknologi perang malah
digunakan menindas, membunuh, dan menjajah negara lain. Efek rumah kaca telah
mencemari udara di langit dunia. Bahkan saya baru tahu, deodoran yang kita
pakai memberi andil terhadap rusaknya lapisan ozon di atmosfer bumi. Alhasil ?
lihatlah. Musim jadi sulit ditebak. Harusnya sudah musim kemarau tapi hujan
masih saja turun. Tentu alam tidak sedang bercanda atau mengerjai kita. Tapi
kitalah yang membuat alam tidak ramah dengan kita.
Salah satu tokoh yang paling terpukul dengan fenomena ini adalah
Gus Albert Einstein. Beliaulah yang menyarankan Amerika untuk membuat bom atom
sebagai basis pertahanan negara. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Bom atom
digunakan untuk meluluh lantahkan Hirosima dan Nagasaki di Jepang. Konon
Einstein larut dalam rasa bersalahnya. Mungkin sedikit orang yang tahu pasca
tragedi bom atom Einstein memutuskan kembali ke agamanya, Yahudi. Ini pula yang
mendasari Einstein melontarkan quote yang begitu kesohor hingga detik
ini. “ Ilmu tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu buta ”.
Selanjutnya di penghujung buku ini penulis memberi suatu opsi yakni
rekonstruksi ilmu itu sendiri. Jika ilmu pengetahuan dibiarkan terus berkembang
tanpa mengindahkan peran agama sama saja dengan mengantarkan manusia menuju
kepunahan. Egosentris, hedonis, matrealis, dan liberalis telah membutakan para
ilmuwan untuk terus mengeruk dan mengeksploitasi alam demi kepuasan umat
manusia. Mereka tidak bersahabat dengan alam tapi lebih menjurus hanya sekedar
memanfaatkan alam. Padahal kita tahu semua agama mengajarkan keramahan terhadap
lingkungan. Jika tidak direkonstruksi, ilmu pengetahuan tinggal menunggu waktu
menjelma menjadi musuh dan bumerang bagi umat manusia.
Lantas rekonstruksi seperti apa ? Empirik dan rasional tetap
dipertahankan hanya saja sejalan dengan tesitik. Ketuhanan. Para ateis
berpuluh-puluh tahun lalu telah memproklamirkan kematian Tuhan ( Uedan
tenan kan? ) . sehingga mereka tidak
peduli mau berbuat apa. Bermanfaat bagi orang lain atau malah merugikan. Andai
saja mereka percaya Tuhan. Percaya pahala dan dosa, pasti akan berfikir dua
kali kala ingin berbuat kerusakan dan menyebabkan kemudharatan yang luas.
Terlebih Islam. Agama ini sangat relevan dengan ilmu pengetahuan.
Tak pernah kita temukan walau satu ayat pun yang berkonfrontasi dengan fakta
saintik. Saya pernah bertanya kepada seorang kawan jurusan ilmu sejarah di
kampus tentang renaisans. Pertanyaan yang sebenarnya saya tahu
jawabannya namun ia malah memberi saya jawaban yang membuat kepala ini
terangguk-angguk setuju.
“ Betul ya orang-orang Barat itu maju karena meninggalkan agama
mereka ? ” tanya saya
“ Iya, betul. Mereka maju karena meninggalkan agama. Sedangkan kita
terpuruk karena meninggalkan agama . kalau kita tidak meninggalkan agama
kemajuan pasti bisa kita raih”
Jawaban yang sedetik membuat saya terdiam kemudian mengangguk
sungguh-sungguh. Sejarah pun mencatat, kebangkitan perdaban Eropa tidak bisa
dilepaskan dari andil Islam. Saat mereka berada dalam masa kegelapan. Ilmu
pengetahuan tidak berkembang. Saat itulah Islam tengah berada pada puncak
kejayaan. Seluruh pengetahuan Yunani kuno dijaga dengan baik oleh para ilmuwan
Islam melalui proses penerjemahan naskah dan manuskrip kuno ke bahasa Arab.
Kemudian Barat merebutnya dan kini, lihatlah, mereka lebih maju.
Kita boleh jadi manusia modern. Tapi jangan jadi orang yang seakan
tidak ber-Tuhan. Mari sejalankan ilmu pengetahuan dan agama. Semoga Allah SWT
memberikan kita hidayah, taufik, dan inayah-Nya. Amiinn Ya Robbal ‘Alamin.
‘Isy Kareema. Hiduplah dengan mulia.
Jogjakarta, 26 Februari 2016
17:27 WIB
King Izzu
Komentar
Posting Komentar