Jogja ; Kota Pelajar, Sejarah, dan Kuliner



Pasca menyelesaikan pendidikan menengah di jenjang Madrasah Aliyah, actually saya ingin melanjutkan kuliah di salah satu kota pendidikan di Jawa Timur. Malang. Faktor paman dan bibi yang notabene lulusan salah satu kampus negeri di sana membuat saya ingin mengikuti jejak langkah mereka. Tahaddust binni’mah, paman saya bisa dikatakan mengalami perkembangan yang cukup signifikan setelah kuliah. Menambah keinginan saya mengikuti karir akademiknya.
Saya juga memiliki banyak kenalan yang sudah lebih dahulu merantau di Malang. Ada kak Ofi, senior sewaktu di Pondok. Abi, salah satu sahabat inspiratif. Dan tentunya ada keluarga saya, kak Wulan. Dari jauh-jauh hari saya mengutarakan keinginan untuk kuliah disana pada orang tua. alhamdulillah mereka mendukung keinginan saya.
Rencana yang sudah saya susun sedemikian rapi tinggallah wacana. Kita berencana namun Allah yang menentukan. Meskipun diterima sebagai mahasiswa baru di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, kampus impian sedari dulu, toh ternyata Allah memilihkan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta sebagai arena baru mengais ilmu. Apa yang terjadi itulah kehendak Allah. Dan apa yang tersirat dalam benak itulah hasrat kita.
But, all of everything i always grateful to Allah. Meskipun hasrat ingin di Malang namun Allah seolah berkata “ zu, kamu lebih baik di Jogja aja, jalani, syukuri, damaikan hati, Aku sudah siapkan jutaan hikmah untukmu asal kamu mau bersabar dan berjuang ”. Allah pasti ngasih yang terbaik untuk seluruh makhluk-Nya termasuk aku. Aku yakini itu.
Jadilah sekarang saya sebagai orang Jogja. paling tidak untuk beberapa tahun ke depan. Bagi saya yang masih tergolong bau kencur di sini, Jogja sudah memberi beberapa kesan yang mendalam. Ia telah memiliki tempat di salah satu sudut hati. Artinya, ketika nanti saya sudah gak di Jogja lagi kota ini pasti akan sangat saya rindukan. Terserah Jogja rindu saya atau tidak yang pasti diri akan tetap merindu. Duh belum meninggalkan Jogja saja saya sudah rindu.
Beberapa kesan yang saya dapatkan di Jogja diantaranya :
Jogja Kota Pelajar
Yups, ada ratusan ribu mahasiswa yang kuliah di kota gudeg ini. 72 % mahasiswa Jogja berasal dari luar daerah. Dari Sabang sampai Merauke semuanya ada. Kita dengan mudah  dapat menemui orang-orang timur dengan ciri khas mereka. Tak heran ada beragam dialek yang dapat kita jumpai. Mulai dari dialek daratan Sumatera, Jawa, Sunda, Jakarta, sampai dialek dari Timur.
Setiap pagi beberapa jalur utama di Kota Jogja akan sangat padat merayap. Pengalaman saya, jalan laksada Adi Sucipto, jalan Solo, dan jalan Gejayen adalah beberapa diantaranya. Lalu lintas padat dikarenakan aktifitas para pegawai juga aktifitas para mahasiswa. Ada banyak sekali Universitas dan Perguruan Tinggi disini. Mulai yang negeri sampai swasta. Beberapa perguruan yang cukup populer diantaranya UGM, UNY, UIN SUKA, UAD, UMY, UII, UPN, UPI, ITN. Belum lagi sekolah swasta keprofesian seperti STIKES atau AKPER, banyak sekali tersebar di seantero Jogja.
Interpretasi dari kota pelajar pun bisa kita lihat dari menjamurnya Toko Buku. Mulai dari Toko Buku besar sampai toko buku kecil-kecilan. Bahkan untuk satu toko buku bisa kita temukan di dua tempat berbeda bahkan lebih. Seperti SAB ( Social Agency Baru ), Toga Mas, Gramedia, dan lain-lain. Toga Mas sendiri setahu saya terdapat di dua tempat. Toga Mas Kotabaru dan Toga Mas Gejayen. Namun hingga detik ini baru Toga Mas Kotabaru yang kerap saya kunjungi. Insya Allah kalau ada rejeki saya akan berburu buku di Toga Mas Gejayen. Konon katanya disana lebih murah dan tempatnya lebih nyaman.
Peprustakaan pun lumayan mencukupi di Jogja. mulai dari perpustakaan di kampus-kampus hingga perpustakaan yang disediakan langsung oleh pemerintah DIY. Akhir 2015 lalu salah satu perpustakaan yang digadang-gadang sebagai perpustakaan termegah di Indonesia telah diresmikan. Grha Tama Pustaka namanya. Terletak di Jalan Janti, Banguntapan, Kabupaten Bantul. Tepat di sebelah timur JEC. Saya menemukan perpustakaan itu karena kesasar. Dan ternyata tidak sampai 5 menit menggunakan sepeda motor dari kos saya untuk sampai di perpustakaan tersebut.
Sejauh ini menurut penilaian saya, perpustakan Grhatama cukup enjoyable untuk para pengunjungnya. Selain terdapat ratusan ribu koleksi judul buku, disana disediakan pula tempat yang nyaman untuk membaca. Tak heran para pengunjung betah berlama-lama menghabiskan waktu mereka disana. Kalau mau baca sambil tiduran sofa semi kasur pun sudah disediakan. Jika ingin bersila karpet empuk pun terhampar di seluruh ruangan. Pun juga kalau ingin duduk di atas sofa. Benar-benar memberikan kenyamanan dalam menikmati buku. Untuk membuat kartu keanggotaan pun gratis, tidak dipungut biaya sepeserpun. Asalkan penduduk asli Jogja atau pelajar/mahasiswa yang tinggal di Jogja.
Jogja Kota Sejarah
Hal ini saya ketahui dari penuturan beberapa kawan yang asli Jogja. di tempat inilah berbagai peristiwa sejarah terjadi. Bahkan sesuai fakta sejarah, Jogja pun pernah menjadi ibu kota negara kala situasi genting melanda NKRI. Menurut kawan yang juga mahasiswa di FH UNS , dulu di awal-awal beridirnya, NKRI gak punya modal untuk bangun negara. Sultan Hamengkubuwono IX lah yang memberikan dana Cuma-Cuma kepada NKRI untuk membangun negara. Karena itu Yogyakarta diberikan keistimewaan oleh negara. Usia Jogjakarta jauh lebih tua dari usia Indonesia.
Tak heran disini kita akan mendapati berbagai situs  sejarah seperti benteng Vredeburg, Monumen-monumen, museum-museum, kraton, hingga situs sejarah yang berumur lebih tua seperti Candi Prambanan, dan lain-lain. Adapun candi borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah. namun dari Jogja hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk sampai ke sana.
Berada di kota Jogja seolah bernostalgia dengan masa lalu. Gedung BNI yang ada di sekitaran KM 0 pun masih berarsitektur lama. Jika kita menghayati Jogja sebagai kota sejarah, insya Allah kita bisa merasakan semangat perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan pahlawan-pahlawan dulu. Melecut semangat patriotisme dan menambah kecintaan kita kepada NKRI. Tentu sebagai mahasiswa rasa cinta pada NKRI bisa dimanifestasikan dengan semangat belajar.
Jogja Kota Kuliner
Bukan karena Jogja memiliki banyak kuliner khas. Lebih dari itu, disini para perantau bukanlah mahasiswa saja, namun banyak pula perantau yang datang ke Jogja untuk mengais pundi-pundi rupiah. Diantara mereka ada yang membuka warung makan sesuai daerah masing-masing. Tentu ini menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa rantau. Tatkala lidah kangen dengan masakan rumah, rumah makan tradisional daerah lah yang menjadi pelampiasan. Kita dengan sangat mudah akan menjumpai warung makan khas Lombok, Jakarta, Bandung, Bali, Padang, Lampung, dan lain-lain. Saya rasa jika ingin menelusuri kuliner nusantara di Jogja pun cukup. Ketika saya ingin makan pelecing gak perlu pulang ke Lombok. Karena di dekat kos pun ada warung makan khas Lombok. Pelecing pun tersedia di sana. Baru-baru ini saya juga tahu di selokan Mataram ada nasi balap yang sangat laris. Next time saya harus mencicipinya, insya Allah.
Masih tersisa beberapa tahun lagi kuota akademik saya di Jogja. masih banyak yang belum saya ketahui tentangnya. Dan saya yakin, semakin saya tahu Jogja semakin banyak pula kesan yang akan ia berikan. Alhamdulillah, kini Jogja sudah punya tempat di hati bersama Lombok dan juga Malang. Jogja Istimewa, Malang berkesan, Lombok segala-galanya.
Tetap semangat, hidup sekali hiduplah dengan mulia
‘isy karima....

Jogjakarta, 6 februari 2016
07:54 WIB

Komentar

Postingan Populer