Nabi Saja Punya Haters
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Apa kabar saudara-saudara ? semoga kesehatan dan keafiatan selalu
menaungi anda. Sungguh, kesehatan, baik fisik dan sikis adalah perkara yang
teramat mahal. Sayang, hal itu kerap terasa kala kita jatuh sakit. Manusia
memang begitu. Menyadari betapa pentingnya kesehatan saat sakit. Memahami arti
kehadiran seseorang kala sudah kehilangan. Anugerah Allah yang berupa fasilitas
justru sering melalaikan. Lantas ini salah siapa ? salah Allah yang memberi
nikmat kah ? tidak. Allah tidak mungkin salah. Kita lah yang zholim dalam
menyikapinya. Mari beristigfar saudara-saudara... astagfirullahal’adzim.
Seperti apa yang tengah saya rasakan saat ini. Bukan sakit hati
ataupun gangguan jiwa. Alhamdulillah sikis ini masih normal. Masih waras. Sehat
wal afiat. Hati ? ya, alhamdulillah juga, masih bisa dikontrol dengan lumayan
baik. Minimal saya tidak membiarkan angan-angan semu nan menipu menguasai hati.
Saya juga tidak mengizinkan hati
bergalau karena wanita, gebetan, mantan, janda di belakang kos, pun juga istri
orang. Sakit yang saya rasa saat ini berorientasi di gigi, saudara-saudara.
Gusi kiri bagian bawah berlubang. Saya bimbang hendak mencabut atau menambalnya
? kalau tambal ban mah sepuluh ribu rupiah dapat, tapi kalau tambal gigi ?
mahal rek. Kecuali saya jadi suami dari dokter itu ( kalau dokternya cewek )
atau selingkuhan dokter itu ( kalau dokternya cowok dan pelaku LGBT ).
Astagfirullahal’adzim. Abaikeun saudara-saudara. Ngapunten. Naudzubillahi
min dzalik.
Akan tetapi prinsip tetaplah prinsip. Saya setia pada prinsip.
Karena kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan terbaik. Prinsip
untuk setia menulis minimal 1000 kata perhari selama 180 hari berturut-turut.
Saran dari bang Darwis Tere Liye. Kalau di SD dulu ada ungkapan “ walau hujan
aku tetap pergi ke sekolah ”. nah yang berlaku bagi saya sekarang adalah, “
walau sakit gigi aku tetap menulis ”. jika ada diantara saudara yang bertanya, bagaimana
cara menjadi orang yang setia ? izinkan saya menjawabnya dengan satu kata
perintah ; berprinsiplah !! miliki prinsip. Orang yang tidak setia, entah
terhadap pasangan atau komitmen, biasanya adalah orang-orang yang tidak
memiliki prinsip. Kalaupun punya ya prinsipnya Cuma jadi formalitas belaka.
Biar kelihatan keren dan sok visioner. Tidak ada kesetiaan tanpa prinsip yang
kuat, saudara-saudara.
Hadirin jama’ah internet yang berbahagia.
Ada pepatah arab yang mengatakan :
سلامة الانسان
في حفظ اللسان
Keselamatan seseorang itu tergantung bagaimana ia menjaga lisannya.
Dalam pepatah nusantara kita juga mengenal idiom mulutmu
harimaumu.
Inilah yang ingin saya diskusikan melalui goresan sederhana kali
ini.
Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah.
Kita adalah manusia biasa. Tidak sempurna. Jauh dari predikat
paripurna. Artinya, kekurangan demi kekurangan akan selalu ada. Begitupun
dengan kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak. Pun juga dalam berinteraksi
dan bergaul. Kita tidak selalu bisa membuat orang lain senang dengan cara kita
membawa diri. Padahal dalam lubuk hati, kita sangat berharap rekan-rekan
menyenangi pembawaan kita. Suka berteman dengan kita. Iya to ?. Namun
percayalah, tidak semua orang menyukaimu. Akan ada orang-orang yang kurang respect
denganmu. Bahasa kekiniannya haters. Lah, kok bang izzu ngomong gitu,
emang ada data validnya ? dek, abang gak perlu penelitian dengan metode
kuantitatif dalam hal ini. Cukup berkaca pada Rasulullah SAW. Sang manusia
agung. Khairul bariyah. Sebaik-baik makhluk. Manusia yang paling mulia
akhlaknya. Paling tinggi derajatnya di sisi Allah. Tengoklah beliau. Pelajari
perjalanan hidup beliau. Apakah banyak yang mencintai beliau ? tentu, dan kita
pun termasuk mencintai beliau bukan ? Terus apa ada yang membenci beliau ?
Banyak, rek. Banyak. Abu lahab, abu jahal, dan kolega-kolega mereka di
suku quraisy. Begitupun dari pihak nonis ( non islam ). Banyak yang jadi haters
beliau. Lah, kalau nabi saja yang mulia punya haters apalagi kita
yang hina ?
Nah perkara ini yang tengah mewabah belakang hari. Masih ingat
kisah Dedy Corbuzer yang menangkap haters nya ? sepintas saya kasihan liat si
bapak-bapak yang menjadi haters om Dedy. Namun saat melihat komentarnya di
Instagram saya rasa orang seperti itu memang pantas diberi pelajaran agar bisa lebih
menjaga perkataan dan komentarnya. Utamanya di media sosial. Media yang mudah
diakses semua orang. Kalau saya jadi om Dedy kemungkinan besar saya bakalan
marah juga. Bagaimana tidak ? yang disinggung agama.
Saya sering bertanya, apa sih untungnya jadi haters ? membenci
seseorang dengan kebencian yang berlebih. Membicarakan setiap keburukan yang
dia lakukan tapi bungkam dan seolah tak tahu apa-apa kala orang tersebut
melakukan kebaikan. Ibaratnya gunung emas di hadapan mata tak terlihat namun
seonggok kotoran di seberang pulau jelas terpampang. Aneh bukan ? apa gak mubazir
itu mata dipake ngeliat keburukan orang lain saja ? apa tidak sia-sia hati
tersita untuk membenci orang lain ? dan apa gak dosa lisan ngomongin
kejelekan orang melulu ? membicarakan aib mereka sehingga seluruh dunia tahu ?
Gini deh, misalnya, anda seorang mahasiswa, atau karyawan sebuah
perusahaan. Suatu pagi anda terbangun dan mendapati kasur tempat anda tidur
terasa lembab. Awalnya anda kira mimpi basah, tapi seingat anda semalam anda
tidak bermimpi “menunggang sepeda” sama sekali. Anda coba cermati lebih detail
dan ternyata... anda ngompol. Tidak salah lagi, NGOMPOL. Bau pesing menusuk
hidung. Menyengat. Menimbulkan aroma tak sedap. Bahkan kencing tikus lebih
harum dari kencing anda. Maukah anda jika fakta anda ngompol itu diketahui oleh
rekan-rekan di kampus atau tempat kerja ? tentu tidak bukan ? harusnya anda
berfikir demikian sebelum membicarakan keburukan orang. Entah keburukan itu
fakta atau masih bersifat praduga.
Semua kita punya aib. Bahkan orang-orang ‘alim yang kelihatan soleh
juga memilikinya. Karena kasih sayang dan kebaikan Allah lah aib-aib tersebut
terjaga dan terutup rapi. Namun bukan tanpa syarat Allah menjamin aib kita
tertutup rapat. Agama mengajarkan, kalau saya tidak khilaf, melalui hadist
nabi, dijelaskan bahwa barang siapa yang mengetahui aib saudaranya kemudian
menjaganya, maka Allah pun akan menjaga aibnya. Sebaliknya jika kita
mengumbar-umbar aib orang lain, tunggulah waktu, giliran aib kita yang akan
Allah umbar. Hukum karma berlaku, rek. Naudzubillahi min dzalik.
Sebagai makhluk sosial dan makhluk media sosial. Setiap hari kita
bersua dengan banyak wajah. Di wajah tersebut ada bibir yang sering bicara.
Maka setiap hari kita akan mendengar banyak hal dari banyak orang. Setiap bibir
punya cerita masing-masing. Dalam cerita itu termuat tutur demi tutur yang
beragam. Tak jarang yang kita dengar adalah keburukan-keburukan. Entah tentang
orang lain, artis yang tersandung kontroversi, hatta bapak presiden
dengan program-programnya. Bagaimanapun kita tak ingin mendengarnya telinga tak
kuasa menghindar.
Maka, saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah. Ketika kita
mendengar aib orang lain, diamlah. Jangan ikut-ikutan bicara jika khawatir
terbawa arus. Kecuali anda berbicara untuk mengingatkan mereka agar jangan
menggunjing. Tapi kalau takut ketularan menggunjing lebih baik diam. Tidak ikut
campur. Toh juga orang lain mau berperangai buruk atau baik kan bukan urusan
kita. Mutlak urusan pribadi mereka. Kecuali jika permasalahan tersebut sudah
berskala luas dan mencakup ummat. Disitulah kita harus ikut campur tangan.
Karena nabi bersabda “ barang siapa yang tidak peduli dengan kepentingan ummat,
maka mereka bukan termasuk kaumku ”. ingat ! campur tangan bukan campur mulut.
Bertindak dengan perbuatan bukan membual dengan omong kosong.
Adapun sebagai makhluk media sosial. Setiap kali online banyak
berita yang di share. Sayangnya banyak diantara pengguna media sosial
adalah mereka yang hobi share tapi masa bodo dengan sumber, keabsahan,
dan kebenaran konten yang di share. Sehingga berita-berita hoax pun jadi
pemandangan biasa setiap saat di lini masa berbagai media sosial. Ayolah kawan,
jangan mudah nge-share berita-berita yang belum pasti kebenarannya. Apalagi
tentang aib orang lain. Itu sama artinya menyebar fitnah. Menjelek-jelekan
orang lain. Mempertontonkan aib saudara sendiri. Jangan buang-buang kuota paket
data anda dengan menyebar dosa. Naudzubillahi min dzalik.
Saudaraku yang dimuliakan Allah. Mari jaga lisan kita. Jaga lidah
ini dari perkataan-perkataan kotor tak berguna. Tahan lisan untuk tidak
menceritakan aib saudara sendiri. Duhai, andai kau tahu, orang yang menggunjing
saudara sendiri bagai memakan daging saudara mereka. Sebelumnya mohon maaf –
seanjing anjingnya anjing, anjing gak akan makan bangkai anjing yang
lain. Lah kala kita menggunjing, itu bagaikan memakan bangkai saudara sendiri.
Manusia makan manusia. Sungguh lebih hina dari hewan. Oleh karena itu, daripada
energi habis untuk menyebar aib. Lebih baik gunakan energi untuk berzikir,
bersolawat, dan melakukan aktifitas-aktifitas bermanfaat.
Daripada kuota paket internet habis untuk nge-share hal-hal yang
hoax. Lebih baik digunakan untuk ngedownload konten-konten berpahala. Mp3
murottal al qur’an, aplikasi penunjang belajar, atau untuk membaca info-info
berguna lainnya. Jadilah makhluk sosial yang baik. Jadilah makhluk media sosial
yang bijak.
Isy karima, hiduplah dengan mulia...
22 Februari 2016
21:32 WIB
Saudaramu
King Izzu
Komentar
Posting Komentar