Pergeseran Fungsi Like



Bismillah, goresan kali ini terinspirasi dari sebuah posting di akun line Campuspedia. Akan sedikit saya uraikan ditambahi dengan beberapa penekanan. Semoga jika ada yang tersinggung dengan tulisan ini, kiranya saya diberikan maaf atas ketersinggungan tersebut. Namun sungguh itu bukan tujuan saya sama sekali.  Bahkan bisa jadi kali ini saya akan menyinggung diri saya sendiri.
Saat ini kita hidup di era digital. Era modern. Dimana segala hal serba mudah. Jarak tidak lagi jadi masalah. Internet sendiri sudah ada sejak dulu namun kontennya tidak seramai hari ini. Kita tentu sudah akrab dengan google, yahoo, youtube, ataupun wikipedia. Situs populer dari dulu hingga sekarang. Jika ingin berkomunikasi baik google maupun yahoo telah menyediakan fasilitas email untuk para penggunanya. Adapun media sosial kala itu yang terkenal friendster. Meskipun saya sendiri belum pernah mencicipi friendster seperti apa.
Lambat laun kita mulai dikenalkan dengan facebook. Sebuah media sosial yang begitu ramah dan menyenangkan untuk kebanyakan orang. Melalui Facebook anda bisa berbagi banyak hal kepada teman-teman anda. Mulai dari status yang bermuatan beraneka perasaan, foto-foto, video, hingga dokumen-dokumen bisa dikirim melalui Facebook. Media sosial buatan om Mark Zukerberg ini juga menyediakan fasilitas like, coment, dan share. Fungsinya sebagai timbal balik atau sarana untuk menanggapi sebuah postingan.
Setelah Facebook mendunia barulah muncul twitter, Instagram, BBM, Line, Path, WhatsApp dan lain-lain. Saya kurang tahu pasti yang mana duluan brojol, Facebook atau twitter. Yang pasti as i know, FB lebih dulu nge-trend dari twitter. Kini Facebook sudah mengakuisisi WhatsApp dan Instagram. Sebuah pencapaian baik telah ditorehkan oleh om Mark dan kawan-kawan.
Facebook memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai sarana untuk memudahkan komunikasi. Saya contohnya. Jauh dari kampung halaman tentu bagai memupuk bibit rindu yang kian tumbuh subur setiap harinya. Rasa ingin berjumpa dan melihat wajah-wajah orang tercinta. Mengetahui kabar dan aktifitas mereka setiap saat. Dan sejak adik saya yang kelas 4 SD memiliki akun FB, komunikasi jadi semakin mudah. Saya bisa menghemat pulsa untuk SMS. Adik saya pun bisa mengirimkan foto-foto terbaru keluarga dan aktifitas mereka yang teraktual. FB memudahkan komunikasi, itu fungsi pertama.
Fungsi selanjutnya ialah mengabadikan momen-momen di dunia maya. Diantara keunggulan mengabadikan momen-momen ini adalah foto yang kita upload akan tersimpan aman. Jadi, seandainya card memory anda bermasalah dan foto-foto yang anda simpan hilang maka anda tidak perlu khawatir, karena foto tersebut pun ada di FB dengan catatan anda pernah meng-upload-nya.
Namun tidak hanya mengabadikan momen-momen berharga, melainkan berbagi momen tersebut sekaligus. jadi, sekali upload dua fungsi terlampaui. Mengabadikan momen dan membagikannya dengan teman-teman facebook anda. Simbol like, coment, dan share disediakan untuk menanggapi apa yang anda update.
Dalam perkembangannya FB pun difungsikan beragam. Mulai dari sarana jual beli, promosi barang, sampai tempat jual diri, ini serius. Facebook pun seolah menjadi tempat terbaik bagi penggunanya untuk berkeluh kesah. Sehingga dengan membuka timeline FB kita bisa tahu siapa yang lagi sedih siapa yang lagi bahagia. Kita pun ikut tahu siapa yang tengah bertengkar atau baru putus dari pacarnya meski hal-hal semacam itu sama sekali gak penting untuk kita. Kita pun dengan mudahnya tahu si dia lagi ngapain, sama siapa, dan dimana. Secara sederhana dan tidak langsung, kita dipaksa tahu tentang apa yang mereka rasakan. Tapi, ya, saya akui, terkadang ada manfaatnya juga sih.
Ada beberapa fenomena yang belakangan ini marak di Facebook. Salah satunya adalah Request like. Meminta orang lain menyukai apa yang di-update. “ eh , like status ku dong, ntar aku like balik kok ”, “ thanks for like yah ”. fenomena ini tidak salah Cuma menurut saya sedikit aneh. Kok untuk nge-like saja harus minta-minta. Sepenting apakah pengaruh “like” di facebook bagi kehidupan mereka ? apakah jika jumlah like-nya kurang ia akan masuk neraka ? atau diDO dari kampus ? gak kan ? apakah kalau gak ada yang “like” lantas kehidupannya selesai ? gak juga kan ? Toh kuantitas “like” yang kau peroleh gak bakalan dihisab di hari perhitungan kelak rek.
Tapi ya gitu, fitur “like” yang tadinya berfungsi sebagai pemanis media sosial kini seolah bergeser fungsi, tidak lagi sekedar pemanis melainkan raja. Segala-galanya. Jika mendapat “like” banyak kita akan sujud syukur bahagia. Kenapa gak sekalian syukuran undang para tetangga aja ya ? syukuran 1000 like gitu. Tak jarang postingan yang sepi “like” akan membuat siempunya posting jadi kurang bahagia. Bahkan ada sebagian kecil yang bilang “ ya Allah, kasihan gak  ada yang like :P ”. terus masalahnya apa ? gak akan berpengaruh sama sekali kan terhadap kehidupan kita?
Nampaknya perolehan “like” kini sudah menjadi salah satu indikator keberhasilan di dunia maya. Bahkan tidak jarang seorang pemilik akun mematok standar minimal “like” yang harus ia peroleh. Jika like-nya sedikit seakan ada yang kurang dari apa yang mereka update. Jika itu foto mungkin kurang cantik, kurang ganteng, atau editannya kurang putih, bisa juga caption-nya kurang pas. Apabila status bisa jadi muatannya kurang menarik atau isinya gak aktual. Ada sebagian orang yang seolah-olah berlomba-lomba meraih like. Jika jumlah like yang diperoleh berupa 3 digit angka senengnya luar biasa.
Padahal motif seseorang memberi “like” pada sebuah postingan itu beragam. Paling tidak ada 3 tipe manusia pemberi like. Pertama, mereka yang akan meng-klik fitur like jika benar-benar menyukai postingan tersebut. Golongan macam ini biasanya mementingkan substansi. Jika bermanfaat ia akan meng-klik fitur like dengan begitu ikhlasnya, jika tidak ya dilewati meskipun sudah dibaca. Golongan kedua adalah mereka yang meng-klik fitur like karena gak ada kerjaan. Biasanya mereka akan membuka beranda kemudian me-like semua postingan yang muncul disitu tanpa membaca terlebih dahulu muatan yang tersemat di dalamnya. Golongan ini biasanya pamrih, kerap mengharap like balik, biasanya tidak berarti semuanya ya. Golongan selanjutnya adalah mereka yang meng-klik fitur like sebagai rasa solidaritas sesama teman yang memang benar-benar saling mengenal. Misalnya saya, update status, lantas di-like oleh teman-teman semasa di pondok atau teman-teman kuliah. Semata-mata karena solidaritas sesama teman. Bukan karena beneran suka, tidak juga karena gak ada kerjaan.
Yang lebih menyesatkan lagi adalah orang-orang yang updatenya gini “ klik like + amin di komentar, anda akan masuk surga ”. Dalil mana yang menyatakan demikian ? gila, gampang banget ya masuk surga kalau gitu mah ? sekali klik bisa masuk surga. pengguna jenis ini biasanya bermotif ekonomi, semakin banyak like akunnya pun semakin populer, dan ketika sudah memiliki banyak pengikut akun tersebut bisa dijual entah ke tokoh yang ingin eksis atau ke online shop yang membutuhkan akun itu untuk mempromosikan barangnya.
Sungguh saya melihat bagi sebagian pengguna media sosial telah terjadi pergeseran fungsi. Media sosial yang dihajatkan sebagai sarana komunikasi dan berbagi kini telah dijadikan ajang berburu prestise. Saya khawatir kita termasuk orang yang menjadi budak-budak media sosial. Namun semoga saja tidak. ammiinn.  
Entah anda akan marah pada saya atau bagaimana, namun saya menulis ini pun berdasarkan pengalaman pribadi. Tidak saya pungkiri di awal-awal memiliki facebook saya pun adalah pengemis like. Namun kini alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, seiring usia yang kain menua, dan seiring mimpi basah yang kerap menemani. Saya mulai membiasakan diri bersikap dewasa di media sosial. Tentu juga di dunia nyata. Ini bukan kritik. Bukan pula ­judge pada pihak tertentu. Ini sekedar keresahan yang saya tumpahkan lewat blog tercinta.
Hidup sekali, hiduplah dengan mulia
‘Isy Karima

Jogjakarta 8 Februari 2016
06:59 WIB

Komentar

Postingan Populer