Manusia Dan Burung
Sejak kemarin sore rintik
hujan terus mengungkung kota. Terkadang lebat namun lebih sering berupa hujan
sedang bahkan gerimis. Semalam, aku pun tidur ditemani gemericiknya yang
mendera atap kamar kos. Hujan yang awet, mendung yang cukup lama, serta sensasi
dingin yang sedikit mendera tubuh. Sampai pagi ini pun hujan masih setia turun
meski dengan kristal-kristal yang lebih sedikit. Gerimis.
Mendung masih menutupi
pesona langit. Bisa dipastikan hari ini sunrise tak nampak di pelupuk
mata. Namun aku tahu, dibalik gumpalan awan hitam itu, matahari telah tersenyum
dan menyeringai, mulai beranjak dari peraduan, menerbakan sinar dan
kehangatannya. Sebagai bentuk sami’na wa atho’na satu makhluk pada titah
Tuhan-Nya.
Banyak orang yang suka
hujan. Banyak juga yang tidak menyukainya. Namun lebih banyak yang labil.
Kadang suka, kadang gak. Ada yang berargumen hujan bikin rindu. Macam
saya ini. entah kenapa saat hujan turun kadar rindu pada kampung halaman naik
beberapa tingkat. Pun ada yang berpendapat hujan bikin galau. Kita gak perlu
bahas spesies jenis ini. Saya lagi males nela’ahnya. Dan, terkadang, ada
sebagian orang yang berstatmen, hujan bikin laper. Yups, benar juga.
Bayangkan ketika di kamar
anda tidak ada satu pun makanan. Di luar hujan lebat, petir menggelegar, gak
ada jas hujan, perut keroncongan. Apa yang bisa anda lakukan ? ada dua
pilihan, menunggu hujan usai atau menerobosnya guna mencari makanan agar tetap
bertahan hidup. Belum lagi kalau hujan biasanya para pedagang yang berjualan
tidak sebanyak hari-hari biasa. Statmen ini benar. Hujan bisa bikin lapar.
Namun terlepas dari itu
semua, kita tidak bisa memungkiri bahwa saat hujan turun disitulah anugerah
Allah tengah tercurah. Dalam sebuah hadist sohih dijelaskan salah satu waktu
mustajab ( cepat dikabulkannya ) doa adalah saat hujan turun. Oleh sebab itu,
saat hujan turun segeralah panjatkan doa yang baik-baik. Siapa tahu terijabah
dengan segera. Yang ingin bisa bayar hutang silakan berdoa, pun yang ngebet ingin
menikah silakan panjatkan pinta, atau yang berharap skripsi segera kelar bantu
usaha anda dengan doa. Insya Allah, Dia maha tahu apa yang terbaik bagi
hamba-hamba-Nya.
Pagi ini, saat saya
terpekur di salah satu balkon kamar kos. Memandang gumpalan awan hitam yang
sempurna menutup langit. Sejauh mata memandang nampak kawanan burung terbang
dengan begitu herioknya. Burung-burung yang terbang ke arah timur melesat
dengan cepat, berbeda dengan burung yang terbang ke arah sebaliknya ataupun ke
arah yang lain. Gerakan mereka tak segesit yang ke timur. Angin pagi ini
mengarah ke timur. Itulah penyebabnya. Mereka yang melawan arah angin harus
mengepak sayap lebih kuat dari yang lainnya. Mereka melawan angin.
Yang menjadi pertanyaan
dalam benak saya adalah kok burung-burung itu masih juga terbang meski tahu
sedang hujan ? kenapa mereka gak berteduh saja di sarangnya ? mereka gak
takut flu po ? atau kalau pun ingin terbang kenapa gak pake
jas hujan juga ? biar mereka gak sakit. Manusia saja akan berfikir dua
kali untuk beraktifitas di bawah rintik hujan. Khawatir flu, pusing atau demam.
Enggan pakaian basah karena malas nyuci, dan lain sebagainya. Saya hanya bisa
menggeleng-geleng sendiri setelah menyadari betapa absurd nya pertanyaan
yang hinggap di benak fikiran.
Oke, saya yang buat
pertanyaan absurd tersebut saya pun yang harus berusaha mencari
jawabannya.
Pertama, manusia dan
burung jelas berbeda. Manusia diberi akal fikiran sedangkan hewan hanya
memiliki insting. Insting itulah yang mereka gunakan untuk bertahan hidup.
Termasuk melindungi diri, mencari makanan, dan berkembang biak. Insting mereka
lah yang mensugesti burung-burung itu untuk tetap terbang meski hujan badai.
Mungkin memang begitu pola hidup mereka. Berbeda dengan manusia, makhluk
terbaik ini dianugerahi akal fikir untuk menimbang baik buruk sebelum
mengeksekusi sebuah keputusan.
Kalau berbicara menurut
perspektif agama, anda pasti pernah mendengar pernyataan bahwa manusia adalah
khalifatullah di muka bumi. Wakil Allah di atas perut bumi. Mereka telah diberi
“amanah” oleh Allah. Diceritakan bahwa sebelum peran sebagai khalifatullah itu
diserahkan ke manusia, Allah telah menawarkan hal tersebut ke malaikat, bumi,
langit, dan makhluk lainnya. Sebagai jawaban mereka semua menggeleng. Simbol
ketidak sanggupan mengemban amanah maha semulia itu. Hanya manusia yang
sanggup. Hebat to manusia ?
Namun, oleh salah seorang
sosiolog muslim berkebangsaan Iran, Ali Syari’ati, amanah di sini diartikan
kehendak. Itulah yang dimiliki manusia namun tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Kehendak yang dalam tanda kutip bermakna kewenangan pribadi untuk mengeksekusi
apa yang ia akan perbuat. Meski tidak jarang apa yang diperbuat tidak sejalan
dengan fikiran ataupun perasaannya. Ini yang membedakannya dengan makhluk lain.
Lihatlah kucing, sebagai
contoh, tatkala lapar ia akan mendatangi dapur-dapur rumah orang untuk mencari
makan. Tak peduli nanti ia akan ditimpuk atau dilempari saat berhasil mencuri
seonggok daging dari dapur itu. Yang terpenting perut kenyang. Padahal bisa
jadi makanan yang ia curi adalah makanan terakhir dalam keluarga itu. Tapi
kucing mana bisa peduli.
Bedakan dengan manusia,
tatkala lapar apakah ia akan langsung makan laiknya kucing ? belum tentu.
Manusia diberi “kehendak” untuk menentukan apa ia akan makan atau tidak. Di
saat memang tidak ada makanan yang bisa disantap atau keadaan yang tidak
memungkinkan, maka kehendaknya pun bekerja untuk menahan diri dan menunda
makan. Misalnya, seorang mahasiswa yang tengah ujian akhir, di sela-sela ujian
ia merasa lapar, apa lantas mahasiswa itu akan meninggalkan ruang ujian untuk
mencari makan ? rasanya tidak. Jangankan makan, Ketika kita kebelet pipis atau
buang air besar pun kita masih bisa memungsikan “ kehendak “ untuk menundanya
sampai menemukan toilet. Bedakan dengan anjing atau hewan lainnya. Kapan ia
kebelet disitulah ia qada’ hajat. Gak ada ceritanya anjing lari-lari
kebelet nyari toilet.
Itu jawaban yang pertama
dan paling utama, manusia punya kehendak sedangkan burung-burung itu tidak.
karena itu manusia masih bisa menunda kerja, ke sekolah, atau keluar rumah saat
hujan mengguyur. Sedangkan burung tidak memiliki hal semacam itu. Mungkin,
waktu pagi adalah takdir mereka untuk mengais rezeki untuk anak istri di
sarang. Mereka tak mengenal hujan atau panas. Yang terpenting adalah bertahan
hidup dengan pola-pola yang sudah mereka bentuk sendiri secara alami.
Jawaban kedua sederhana
saja, kalau pun sakit, burung gak mikir untuk beli obat, ke dokter,
apalagi opname di rumah sakit. Sedangkan manusia akan memikirkan itu semua.
Segenap anak Adam paham bahwa sehat itu mahal. Sebisa mungkin mereka akan
menjaga kesehatan agar tetap bisa beraktifitas sebagai mana biasa. Mereka
khawatir sakit, karena kala sakit mereka harus merogoh kocek untuk berobat juga
kehilangan produktivitas dalam beraktifitas dikarenakan fisik melemah. Namun
jangan lupa, sakitnya orang mukmin adalah wahana penggugur dosa. Begitu kata
nabi kita.
Jawaban ketiga lebih
sederhana lagi. Burung kan kalau terbang telanjang. Jadi kalau pun basah ya gak
apa-apa. Mereka gak punya beban pakaian untuk dicuci. Sedangkan
manusia akan memikirkan hal itu. Tahu sendiri kan kalau baju kena hujan aroma
apek akan segera menghinggapi.
Well, dari semua jawaban
di atas yang sedikit agak bermutu menurut saya adalah yang pertama. Sebuah
perbedaan antara manusia dan hewan lainnya. Amanah yang oleh Ali Syari’ati
diartikan sebagai kehendak. Masuk akal juga. Semoga kita bisa menjadi
manusia-manusia yang menggunakan “ kehendak ” dengan sebaik-baiknya. Aammiinnn
ya robbal ‘alamin.
Hiduplah dengan mulia.
‘Isy Karima.... !!!
Jogjakarta, 3
Februari 2016
06:54 WIB
King Izzu
Komentar
Posting Komentar