Rezeki Itu Kejutan
Menyimak beberapa portal
berita online kemarin saya menatap jeri. Demo pengemudi angkutan umum di
Jakarta berujung anarkis. Adalah Bluebird dan Express. Dua perusahaan taksi
terbesar – yang anak perushaannya juga ada di Lombok - menjadi sorotan utama lantaran tindakan
supir-supir perusahaan taksi tersebut yang kelewat batas.
Tanpa ampun mereka
melakukan sweeping kepada supir-supir taksi lain yang tidak mau ikut
demo. Bagi supir yang menolak serta merta kendaraannya dirusak. Bahkan driver
gojek yang tengah melintas jadi bulan-bulanan amuk kemarahan. Sangat tidak
manusiawi bukan ? sesama manusia, bahkan sesama pelaku di dunia angkutan umum
malah bertindak anarkis.
Usut punya usut kawanan
supir taksi ini melakukan protes lantaran tidak terima dengan beroperasinya
angkutan umum lain berbasis aplikasi. Sebut saja Uber, Grab, dan lain-lain. Bukan
aplikasinya yang diprotes tapi kelegalan dari usaha tersebut. Konon begitu
katanya. Terakhir saya mengikuti update berita tahun lalu angkutan
seperti itu memang belum legal. Karena mereka belum memenuhi peraturan yang
berlaku terkait perizinan operasi. Nah kalau sudah urus perizinan kan harus
patuh tuh sama regulasi termasuk tarif yang diberlakukan. Tapi sepertinya
beberapa perusahaan angkutan umum berbasis aplikasi ini ingin mandiri dan tidak
terikat pada peraturan yang berlaku agar lebih kreatif, bisa berkembang, dan
bisa jadi supaya untung lebih banyak dan bebas bajak.
Saya tidak akan
mengomentari masalah administratifnya. Itu bukan bagian spesifikasi keahlian
saya. Dari kacamata orang awam sekaligus pengguna taksi saya hanya ingin
berkomentar lewat goresan ini. Pertama, yang ingin saya komentari adalah
kinerja Basuki Tjahja Purnama alias koh Ahok. Sejauh ini saya menilai beliau
orang yang tepat memimpin Jakarta. Kota dengan sejuta karakter itu butuh
pemimpin berani, tegas, dan tidak jaim. Persis seperti koh Ahok.
Bang tapi kan koh Ahok
gak muslim ? lebih
baik dipimpin non muslim tapi adil daripada dipimpin muslim tapi korupsi, Dek.
Malu-maluin Islam. Udahlah kita jangan terlalu egois dalam beragama. Toh mereka
yang non muslim gak protes kala muslim jadi pemimpin.
Tapi bang, kan Nabi
yang bilang harus memilih pemimpin muslim ? iya dek, pilih pemimpin muslim yang baik. Kalau muslim
yang munafik apa tetap kita harus pilih ? kalau ada muslim lebih baik kinerjanya
dari Ahok baru abang akan pilih dia.
Bang, gaya lu kayak
orang Jakarta aja ! hehe.
Iya iya. Maafkeun..
Ahok, dalam permasalahan
regulasi dan legalisasi angkutan umum berbasis aplikasi ini nampaknya belum
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Entah karena apa saya tidak tahu. Namun itu
adalah tugas beliau selaku pemegang kebijakan tertinggi di Jakarta. Kemenhub
tidak ingin disalahkan terkait demo kemarin lantaran itu adalah urusan gubernur
DKI ( berita ini saya baca di laman detik.com ). Kemenhub hanya mengeluarkan
peraturan, adapun masalah perizinan ya kembali ke pemerintah provinsi
masing-masing. Karena besaran tarif antar satu provinsi dengan provinsi lain
itu berbeda-beda.
Selanjutnya kepada para
pengusaha berbasis aplikasi. Saya mengapresiasi terobosan yang mereka lakukan.
Memanfaatkan kecanggihan zaman sebagai modal utama dalam berbisnis. Inovasi
yang baik dan menginspirasi. Tapi jangan lupa, inovasi boleh namun taat hukum
harus. Kalau ada yang belum diurus perizinannya ya urus dulu lah. Jangan Cuma
mau incar keuntungan saja. Meskipun motif ekonomi adalah mencari untung
sebesar-besarnya tapi alangkah baik dan santun jika berbisnis dengan melibatkan
sisi manusiawi yang kita miliki.
Saya juga membaca bahwa
belum adanya Undang-Undang yang mengatur secara detail dan tegas terkait izin
operasi armada berbasis aplikasi ini. Utamanya Grab Car. Kalau memang
demikian kenapa DPR tidak melaksanakan fungsi legislasi mereka ? revisi saja UU
transportasi dulu. Buat apa masih meributkan revisi UU KPK kalau UU yang lain
masih belum cukup mengakomodir permasalahan rakyat. Meskipun tidak sekeren dan seprestisius
KPK namun UU transportasi ini Cukup riskan. Hampir sebagian besar masyarakat
Indonesia adalah pengguna jasa angkutan umum, di kota-kota besar Taksi pun
banyak. Berikan mereka UU yang jelas dan detail. Mungkin Grab Car juga
belum resmi mendapat izin operasi lantaran bingung mekanisme administratif
mengurus perizinannya seperti apa.
Banyak pihak angkat
bicara terkait permasalahan kemarin. Lawan politik Ahok seolah menemukan
santapan empuk untuk menyerang beliau. Barisan penghuni media sosial yang sakit
hati dengan kemenangan Jokowi macam Jonru pun menjadikannya tema besar
menjelek-jelekan Jokowi. Hingga para da’i pun ikut bicara.
Di saat yang lain saling
menyalahkan dan menyayangkan aksi brutal supir taksi, postingan beberapa ustad
membuat hati terasa tenang membacanya. Salah satunya Ustad Wijayanto, beliau
berkicau di salah satu twit-nya bahwa rezeki itu sudah ada yang atur. Jadi
jangan sampai brutal bin anarkis mencarinya. Yang penting sudah berusaha. Jangan
iri pada rizki orang.
Kalau kita menelisik
lebih jauh sebenarnya bukan keilegalan Grab Car yang menyulut supir
taksi berdemo. Melainkan karena pendapatan mereka setelah taksi berbasis
aplikasi tersebut hadir jadi turun drastis. Dikutip dari laman Tribunnews.com
seorang supir taksi berkata “ dulu bisa dapat sampai 300 ribu, kalau sekarang,
sejak mereka ( taksi berbasis aplikasi ) beroperasi, dapat 50 ribu aja sudah
bersyukur. Saya harus lembur, keluar pagi balik paginya lagi untuk dapat 100
ribu ”
Penghasilan supir taksi
konvensional berkurang dengan hadirnya “saingan” baru mereka. Mungkin mereka
sudah cukup bersabar hingga akhirnya kalang kabut dan tak bisa menahan emosi.
Ini semua permasalahan uang. Perkara pundi-pundi rupiah agar dapur rumah tetap mengepul.
Mana peduli supir taksi tersebut dengan regulasi dan legalisasi. Mereka hanya
tahu setoran, dapat duit, kasih istri buat makan keluarga di rumah, itu saja.
Maka kala urusan sederhana tersebut terusik mereka pun kebingungan dan gamang.
Apalagi kebanyakan mereka adalah supir taksi “profesional”. Tidak memiliki
pekerjaan lain selain driver taksi.
Meski saya bukan pelaku
usaha langsung namun saya pernah kok merasakan persaingan usaha meskipun dalam
skala yang lebih kecil. Saat masih di Lombok saya dipercaya oleh Mamak menjadi manager
pertamini ( baca : bensin eceran ) di depan rumah. Mungkin lantaran saya ikut
menanam modal di dalamnya sehingga mamak memberi kuasa penuh. Pagi-pagi buta saya
mengisi botol demi botol dengan bensin yang sudah dibeli. Menjajakannya rapi di
tempat yang sudah di sediakan. Tepat di depan rumah pinggir jalan raya.
Pertamina resmi cukup jauh dari rumah sehingga bisnis ini sangat potensial.
Apalagi jalan raya di depan rumah lumayan ramai. Ini bisnis strategis. Benar
saja dalam satu minggu bisa 2 hingga 3 jerigen bensin saya habiskan. Bahkan
kala hari raya idul adha saya pernah berhasil menjual 1 ½ jerigen lebih dalam
sehari. Waktu itu sengaja gak mudik biar bisa jual bensin.
Hingga akhirnya beberapa
penduduk sekitar ikut membuka pertamini juga. Tidak hanya satu namun sampai
empat pertamini baru. Otomatis hal tersebut membuat omset pertamini saya
berkurang drastis. Satu jerigen dalam satu minggu saja sudah jadi hal yang luar
biasa saat itu. Keuntungan pun berkurang. Apalagi saingan yang tidak jauh dari
rumah mengisi botol-botol mereka hampir penuh. Saya pernah ingin melakukan hal
serupa agar omset naik lagi namun Mamak melarang. Menurut perhitungan Mamak
kalau ngisi botolnya full kita gak dapat untung. Ada sih untungnya, tapi
sedikit. Untuk membeli bensin ke pertamina di kecamatan kan butuh bensin juga to
? nah untungnya itu ludes untuk biaya membeli bensin. Saya mengerti
perhitungan mamak dan mengikuti saran beliau.
Berhari-hari saya hanya
mendesah galau. Menggerutu dan terus mengeluh. Pernah suatu hari saya sedih
lantaran hanya satu botol yang laku. Duh, sedihnya melebihi ditolak
cewek, Saudara-saudara. Namun mamak membesarkan hati saya, “ rizki itu di
tangan Allah, dulu kita dikasih rizki banyak sekali, bensinnya laris manis, nah
sekarang giliran orang lain yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk
merasakan rizki yang pernah kita rasakan. Masak kalau lagi dapat banyak kita
bersyukur tapi kalau lagi sedikit kita malah ngeluh? Bisnis itu yang penting kita
berusaha, masalah berhasil atau tidak ya pasrahkan sama Allah. Nanti juga pasti
lancar lagi kok ”
Saya membenarkan apa kata
mamak dan ajaibnya setelah lebih berdamai dengan hati sendiri bisnis pertamini
terasa kembali lancar. Bedanya kalau dulu lancar lantaran gak ada
saingan, sekarang lancar meski banyak saingan. Tentu lebih keren yang kedua.
Kok bisa lancar bang ?
pake pesugihan po ? sembarangan
kamu kalau ngomong, Dek ! Gak lah. Abang mencoba membenahi beberapa
aspek untuk menggaet pelanggan. Dimulai dengan tidak membiarkan pelanggan lama
menunggu. Memberi senyum dan sapaan kepada mereka saat beli bensin dan tentunya
membaca bismillah tiap kali hendak mulai menjajakannya. Hal yang tak pernah
saya lakukan sebelumnya.
Usaha dan bisnis adalah
ikhtiar. Sedangkan rizki itu kejutan. Sering kita berusaha di bidang ini tapi
rizkinya malah datang dari jalan yang lain. Iya to ? ini membuktikan bahwa
rizki memang kejutan. Dan Allah akan memberikan rizki kepada orang-orang yang
bersyukur, bersabar, dan mau berusaha.
Jangan lupa tawakkal.
Isy karima... Hiduplah
dengan mulia..
Jogjakarta,
23 Maret 2016
17:08 WIB
King Izzu
Komentar
Posting Komentar