Pemimpin Ideal



Beberapa waktu lalu saya menemukan foto istri Presiden Indonesia ke-6, ibu Ani Yudhoyono di berbagai media sosial dan portal berita online. Ada yang sedikit berbeda dengan foto-foto beliau sebelumnya. Caption-nya, regh. Disitu ditulis bahwa ibu Ani Yudhoyono sebagai calon presiden RI 2019 dari Partai Demokrat. Beliau tersenyum mengenakan baju kebesaran partai berlambang mercy. Lengkap dengan tagar #AniYudhoyono2019 dan jargon khas Partai Demokrat “ Lanjutkan ”.
Tak ayal hal ini sempat menjadi bahan perbincangan berbagai pihak. Nurhayati Ali Assegaf menurutkan bahwa beliau ( ibu Ani ) memang sedang dipersiapkan untuk maju sebagai calon presiden di pilpres 2019 nanti. Ia mengklaim Ani Yudhoyono akan mengikuti jejak Hillary Clinton di AS sana. Senada dengan Nurhayati, fungsionaris DPP Partai Demokrat, Ruhut ‘Poltak’ Sitompul mengatakan ibu Ani Yudhoyono akan maju pada pilpres sesuai dengan aspirasi yang ia diterima dari banyak elemen masyarakat. Saat SBY didampingi ibu Ani menemui simpatisan mereka banyak yang mendesak SBY untuk maju kembali sebagai calon presiden 2019 nanti namun beliau menolak. Lantas masyarakat berpendapat “ kalau pak SBY tidak mau Ibu Ani kan bisa ”. 10 tahun mendampingi SBY memimpin negeri diyakini sebagai modal cukup bagi Ani memimpin NKRI. Apalagi mantan anggota DPP Partai Demokrat, Gede Pasek, berkicau lewat akun twitternya bahwa selama 10 tahun SBY memimpin ibu Ani lah presiden yang sesungguhnya. Tidak mustahil nanti ia akan jadi presiden secara resmi.
Reaksi tidak hanya datang dari internal atau “mantan” internal partai. Tokoh partai lain juga angkat suara. Ada yang meremehkan, ada pula yang mengapresiasi. Salah seorang tokoh Hanura mengajak Demokrat untuk membantu pemerintahan Jokowi-JK terlebih dahulu. Apalagi kontestlasi perebutan RI 1 masih lama. Beliau berkata “ Jangan buat konsentrasi Jokowi terpecah karena harus memikirkan pilpres 2019 terlalu dini ”. Mungkin bapak Jokowi bakal mikir gini kali ya “ Duh, belum apa-apa saingan di pilpres sudah muncul saja, what i must do ? harus lebih sering-sering pencitraan nih ” :D. #abaikeun Saudara-saudara. Saya hanya bercanda kok, insya Allah bapak Jokowi adalah sosok yang profesional.
Komentar juga datang dari kalangan akademisi. Adalah salah seorang guru besar FISIPOL UGM menyatakan bahwa Ani Yudhoyono sulit menang jika hendak bertarung di pilpres 2019.
Ada dua alasan yang menyebabkan hal itu. Pertama, ibu Ani sudah kehilangan momentum. Artinya, dalam politik ada momentum dimana elektabilitas ( tingkat keterpilihan ) seseorang berada dalam posisi menguntungkan – termasuk dalam transaksi politik. Andai Ani Yudhoyono mencalonkan diri pada pilpres 2014 mungkin ceritanya berbeda. karena saat itu elektabilitas ibu Ani lumayan pasca SBY menyempurnakan darma baktinya sebagai presiden. Namun sekarang momentum itu sudah lewat. Jangankan ibu Ani, SBY pun sudah kehilangan momentum kata beliau.
Alasan kedua adalah Partai Demokrat bukan partai pemenang pemilu. Otomatis nilai jualnya tidak tinggi, Saudara-saudara. Mereka butuh patner jika ingin mengusung calon presiden sendiri. Masalahnya partai mana yang mau berkoalisi dengan partai yang suaranya “pas-pasan”.  PDIP, Golkar, dan Gerindra jelas memiliki posisi yang lebih menguntungkan. Paling tidak jika ingin mengusung calon presiden sendiri, Partai Demokrat harus memenangkan kontestlasi pemilu legislatif 2019 mendatang. Hal yang tidak mudah. Mengingat Partai Demokrat tengah krisis kepemimpinan pasca banyak tokoh-tokoh pentingnya tertangkap KPK. Mulai dari ketua umum, Bendahara umum, sampai wakil sekjend.
Ketua DPD I PD NTB, yang juga Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi MA mengatakan hanya SBY yang mampu memperbaiki Partai Demokrat. Lah lantas siapa lagi coba, Saudara-saudara ? ini membuktikan bahwa Partai Demokrat tengah mengalami krisis kepemimpinan. Minimnya kader potensial yang memiliki nilai jual tinggi di hadapan publik. Bandingkan dengan PDIP yang berhasil memenangkan pemilu dan pilpres dengan elektabilitas Jokowi saat itu. Atau juga Gerindra yang memiliki banyak tokoh-tokoh potensial. Selain Prabowo Subianto masih ada nama Sandiaga Uno dan juga Ridwan Kamil. Meski bukan kader partai namun sudah jadi rahasia umum bahwa Ridwan Kamil sangat dekat dengan Prabowo Subianto.
Saya pribadi menyayangkan sikap Partai Demokrat ( jika itu adalah sikap resmi partai ) yang terkesan terlalu terburu-buru ambil ancang-ancang. Ibaratnya lomba lari marathon dimulai pukul 08:00 pagi ini Demokrat sudah siap-siap sejak pukul 06:00 pagi di hari sebelumnya. Masih lama to ? memang hak politik mereka sih. Cuma 2019 kan masih lama. Sekarang baru 2016. Belum genap dua tahun Jokowi-JK memimpin. Benar apa kata politikus Hanura, lebih baik Demokrat membantu Jokowi dulu saja membangun negeri ini. Kalau bersiap merebut kursi presiden dari sekarang kok ya terkesan ambisius gitu ? juga seperti menganggap Jokowi tidak pantas didukung lagi 2019 mendatang sehingga mereka mempersiapkan calon lain. Tapi ya sebagaimana yang saya tuliskan di atas. Itu mutlak hak berpolitik mereka.
Bang Izzu, mau tanya nih, kira-kira siapa yang Abang harapkan jadi presiden 2019 nanti ?
Hmm.. ini juga pertanyaan terlalu dini, Dek. Kinerja Jokowi belum setengah jalan. Salah besar jika kita menilai beliau gagal. Tapi okelah Abang akan coba jawab. Kemarin isu yang berkembang adalah Ridwan Kamil disiapkan sebagai pendamping Prabowo Subianto di pilpres 2019. Tentu ini masih rumor saja. Apalagi dalam politik semua hal bisa terjadi. Namun jika Prabowo-Ridwan Kamil serius maju insya Allah saya mendukung beliau. Saya merasa negeri ini akan baik jika dipimpin oleh kalangan militer yang tegas. Bukan militer yang otoriter. Untuk rujukan jangan jauh-jauh lah mengambil contoh, tengok saja SBY. Sedangkan Kang Emil saya rasa memiliki kapasitas dan kapabiltas dalam memimpin. Didukung dengan background pendidikannya sebagai arsitektur dan pembangunan kota. Saya tahu benar dalam membangun Bandung Kang Emil menerapkan pola pembangunan berkelanjutan. Bukan pembangunan buat pencitraan.
Tapi ah, daripada ngomongin politik yang belum jelas. Perebutan kursi presiden yang selalu menimbulkan banyak dosa dan pahala, saya ingin menegaskan bahwa kepemimpinan bukan sekedar jabatan prestisius belaka. Jadi presiden tidak hanya menikmati fasilitas negara, kemana-mana dikawal paspampres dan penentu kebijakan strategis. Lebih jauh lagi kepemimpinan merupakan sarana ibadah jika digunakan dengan sebaik-sebaiknya. Dengan amanah, jujur, dan hati yang ikhlas.
Nabi bersabda Sayyidul qaumi khadimuhum. Pemimpin itu adalah pelayan bagi rakyatnya. Bukan rakyat yang menjadi pelayan bagi pejabat. Pejabat itu melayani bukan dilayani. Maka siapapun yang kini jadi pemimpin, entah pemimpin di pemerintahan, organisasi, lembaga pendidikan, atau bahkan di keluarga. Jadilah pelayan yang baik bagi yang Engkau pimpin. Karena itulah hakikat pemimpin. Demikianlah sebuah kepemimpinan yang ideal.
Teringat hadist nabi juga bahwa setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang mereka pimpin. Presiden, bupati, kepala sekolah, pimpinan kampung, ketua OSIS, bahkan kita pun yang menjadi pemimpin atas diri kita sendiri akan dimintai pertanggung jawaban kelak di pengadilan yang tak mengenal suap. Di pengadilan paling adil yang pernah ada. Dengan hakim yang Maha Adil, Allah azza wa jalla.
Saya adalah pemimpin atas diri saya sendiri. Atas tubuh, mata, lisan, dan juga hati ini. Jika saya pemimpin yang baik maka saya akan menjaga mata, lisan, dan hati dari hal-hal yang tidak pantas. Mata berhak untuk melihat yang baik-baik, lisan juga berhak mengucapkan yang baik, pun juga dengan hati. Namun jika saya menzholimi mata, lisan, hati dan anggota tubuh lain itu berarti saya tidak menjalankan hakikat kepemimpinan yang Allah amanahkan. Nauduzbillahi min dzalik.
Duh serem ya, Bang, jadi pemimpin. Banyak resikonya. Kayaknya sulit jadi pemimpin yang adil. Bener, Dek. Sulit banget. Makanya barang  siapa yang mampu menjadi pemimpin yang adil balasannya tiada lain kecuali surga dan ia termasuk dalam 7 golongan yang Allah  berikan naungan di hari kiamat kelak.
Semoga kita yang tengah jadi pemimpin bisa mengemban amanah dengan baik. Semoga kepemimpinan yang kini kita tengah emban tidak kita anggap sebagai milik ataupun kekuasaan, melainkan sebagai amanah yang harus ditunaikan sesuai dengan ajaran-ajaran Sang Pemberi Amanah.
Usiikum wa nafsii bitaqwaAllah
Isy karima.. hiduplah dengan mulia....

Jogjakarta, 17 Maret 2016
08:02 WIB

King Izzu
ini nih yang saya maksudkan...

Komentar

Postingan Populer