5 Pesan Untuk Calon Mahasiswa



Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Selamat long weekend kawan-kawan. Kemarin hari paskah, sekarang harpitnas ( hari kejepit nasional ) dan esok weekend. Sudah lama saya tak merasakan sensasi libur di hari minggu. Bagaimana tidak ? selama 7 tahun mondok, setiap minggu kami tetap masuk sekolah seperti biasa. Libur hanya berlaku hari jum’at. Kecuali kalau lagi semester atau ujian, baru deh libur hari minggu dan masuk hari jum’at. Menyesuaikan kalender pendidikan dari Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional. Di luar itu hari minggu tetap masuk regh.
Kurang dua minggu lagi adik-adik kelas 3 SMA/sederajat di seluruh Indonesia akan menghadapi UN. Sebuah momen mendebarkan dan menentukan apakah kalian lulus atau tidak. 3 tahun belajar hanya dipertaruhkan selama 3 hari Ujian Nasional. Kalian harus berkutat dengan puluhan soal pilihan ganda. Berpacu dengan waktu. Bersahabat dengan pensil 2b, penghapus karet, papan jalan, dan pernak-pernik lain. Menenteng kartu UN selama di ruang ujian. Menanda tangani daftar hadir. Dan bisa jadi diam-diam membuka contekan yang telah kalian beli seharga ratusan ribu. Oppss... semoga saja tidak, kali ini saya ber husnuzhon saja. Insya Allah UN berlangsung jujur dan demokratis. Semoga.
Barisan siswa kelas akhir tidak hanya disibukkan dengan persiapan UN. Mereka juga sibuk menentukan mau dibawa ke universitas mana ijazah dan SKHU yang kelak dimiliki. Mungkin nanti kalian akan berdebar-debar menanti pengumuman UN tapi percayalah menanti pengumuman dari universitas yang dituju jauh lebih mendebarkan.
Saya telah lebih dahulu merasa sakitnya ditolak SNMPTN. Juga menghadapi sulit dan ribetnya tes SBMPTN dan UM-PTKIN. Dan Alhamdulillah, tahadduts binni’mah Allah memberi kesempatan kepada saya merasakan bangku kuliah sejak pertengahan 2015 kemarin. Terlambat setahun dibanding teman-teman seangkatan saya dulu.
Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui wahai adik-adikku calon mahasiswa. Berikut saya sampaikan ulasan singkatnya.
1.      Gak ada seragam resmi
Selamat tinggal putih abu-abu. Selamat tinggal pramuka. Selamat tinggal seragam batik. Saat menjadi mahasiswa anda tidak akan mendapatkan seragam laiknya SMA. Kecuali di beberapa institusi yang mengharuskan menggunakan seragam seperti STIKES dan Poltekes pun juga AKPOL. Tapi kampus-kampus lain tidak. Kalian hanya mendapat almamater universitas yang itupun dipakai nanti waktu KKN atau jika ada acara-acara resmi kampus. Selain itu almamater akan lebih sering mengendap dalam lemari.
Secara tidak langsung hal ini menuntut anda memiliki pola berpakaian yang tepat. Minimal tidak memalukan. Karena penampilan mempengaruhi tingkat ke-PD-an seseorang. Ini teori saya. Kalian tidak dituntut punya banyak baju. Secukupnya saja, namun jangan gunakan satu baju selama 5 hari berturut-turut. Jika itu anda lakukan bersiaplah bully-bully ringan akan anda alami. So, kalau udah jadi mahasiswa haram hukumnya malas nyuci. Kalau mager, laundry kan bisa.
2.      Menuntut keaktifan
Kenapa keaktifan, Bang ? aktif atau tidaknya kamu di universitas yang akan menetukan kamu berhasil jadi mahasiswa berkualitas atau sebaliknya. Aktif belajar, aktif ngampus, aktif berdiskusi, aktif bertanya pada dosen. Kalau di sekolah kita diajarkan satu arah. Guru menyampaikan materi lantas kita mendengarkan. Selesai urusan. Tapi dunia kampus berbeda. Dosen hanya menerangkan sedikit untuk selanjutnya diskusi berkembang ditentukan intensitas dan kualitas pertanyaan dari mahasiswa.
Saran dari abang nih ya, jangan malu bertanya dek. Jangan takut pertanyaan yang kalian tanyakan keluar dari konteks atau bikin kalian malu sendiri. Karena prinsipnya tidak ada pertanyaan yang salah. One’s again, gak ada pertanyaan yang salah. Nah jawaban yang salah baru ada. Di universitas-universitas yang memang menjunjung tinggi semangat intelektualitas, dosen-dosen akan sangat senang mendapat banyak pertanyaan dari mahasiswa-mahasiswanya. Kalau ada dosen yang marah kebanyakan ditanya perlu dipertanyakan tuh kapasitasnya sebagai seorang pengajar di perguruan tinggi.
Kalau nanti jadi mahasiswa jangan pasif, Dek. Aktiflah. Tentunya dalam hal-hal positif.
3.      Fase transisi dari remaja ke dewasa
Semua kita tahu hal ini. Namun esensinya belum tentu. Fase transisi merupakan fase paling riskan. Kalian yang tengah berjiwa remaja akan beranjak dewasa. Masa dimana rasa ingin tahu meluap-luap tak terbendung. Penasaran dengan hal-hal baru. Ingin mencoba itu ini.
Dunia kampus bukan dunia yang putih semua. Ada juga sisi hitam pekatnya. Kalian akan menemukannya nanti. Sebagus apapun sebuah universitas sisi jeleknya pasti ada. Disinilah dibutuhkan kebijaksanaan dan konsistensi keimanan dalam menghadapi hal-hal semacam itu. Kalian punya logika untuk berfikir itu baik atau buruk. Kalian juga punya hati nurani yang selalu mengarahkan kepada hal-hal yang baik. Sinergikan keduanya agar tidak terperosok ke lembah kemaksiatan di usia muda. Masa muda bukan waktunya senang-senang. Tapi waktunya belajar, berkarya, dan bergerak tanpa henti. Akan ada waktunya kita menuai keletihan dan kepayahan belajar selama ini.
4.      Pisau kebebasan bermata dua
Bebas. Merdeka. Gak ada yang ngatur. Itulah kehidupan mahasiswa. Entah kenapa saya melihat pola, saat seorang anak mulai beranjak dewasa ia tidak lagi dididik dengan ditekan atau dimarah-marahi. Saat jadi mahasiswa kalian baru sadar “ Ya Allah, saya sudah besar, sudah bukan anak-anak lagi ”. dan ketika menengok ke belakang kalian pun sadar sudah sejauh mana kaki melangkah. Masa SD, SMP, SMA berlalu begitu jauh. Banyak waktu yang terbuang percuma. Kini saatnya memaksimalkan waktu yang ada.
Namun ada pula tipe mahasiswa yang memanfaatkan kebebasan mereka dengan hal-hal negatif. Bebas keluyuran, bebas gak kuliah, bebas bergaul dengan siapa saja, dan yang paling parah bebas meninggalkan sholat dan ibadah.
Dalam ilmu etika dijelaskan bahwa sudah menjadi kodrat manusia menginginkan kebebasan. Ada dua tipe kebebasan yang diinginkan setiap manusia. Kebebasan sosial dan kebebasan eksistensi. Kebebasan sosial konsepnya ialah “ bebas dari....”. Kita tentu ingin bebas dari kemiskinan, ketakutan, intimidasi, kelaparan, dan lain-lain. Sedangkan kebebasan eksistensi ialah “kebebasan untuk...”. kebebasan untuk eksis. Bebas untuk bergaul, keluyuran, bermain, dan berekespresi tanpa ada yang melarang. Jika kebebasan ini tidak direm oleh keimanan maka bersiaplah menyesal pada waktunya nanti.
5.      Bukan sekedar nilai atau IPK
Kalau di SMA kita akan bangga dapat rangking. Di dunia perkuliahan gak ada istilah rangking. Kalian akan bertemu dengan IP dan IPK. Indeks Prestasi (IP) semacam raport persemester dengan nilai tertinggi 4,00. Sedangkan IPK ( Indeks Prestasi Komulatif ) merupakan gabungan dari IP-IP sebelumnya.
Meraih IP bagus bukan perkara mudah. Apalagi di kampus yang lumayan berbobot. Di kampus saya sendiri dalam beberapa mata kuliah kami harus mendapat nilai 95 untuk meraih nilai A. Cukup sulit namun bukan berarti mustahil.
Dan pada hakikatnya belajar bukan untuk banyak-banyakan nilai. Tapi belajar untuk menambah nilai. Nilai dalam pengertian esensi diri. Bukan nilai secara harfiah berwujud angka demi angka. Seseorang yang berilmu tinggi akan memiliki nilai yang tinggi pula di sisi Allah dan di mata manusia. Bukankah Allah yang berjanji akan menaikkan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu ?
So, belajar bertujuan menambah nilai kita di mata Allah. Karena hakikat belajar adalah mencari modal untuk dijadikan amal jariyah. Ilmu yang bermanfaat pahalanya tidak akan berhenti hingga hari kiamat kelak.
Isy karima.. hiduplah dengan mulia

Jogjakarta, 26 Maret 2016
07:53 WIB

King Izzu

Komentar

Postingan Populer