GMT Menyapa



9 Maret 2016 menjadi hari yang ditunggu-tunggu berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, tenaga pengajar, pemerintah, pelaku bisnis, sampai tukang parkir yang rajin bergentayangan siang malam. Bagaimana tidak ? pada tanggal inilah Gerhana Matahari Total akan berlangsung menurut perkiraan para ilmuwan – dan perkiraan tersebut tidak meleset.
Indonesia harus bersyukur diberi kesempatan oleh Allah bisa menikmati dan menyaksikan fenomena Gerhana Matahari. Tak kurang dari 12 daerah di Indonesia mengalamai Gerhana Matahari Total dengan durasi yang berbeda-beda. Durasi terlama GMT terjadi di Ternate. Adapun beberapa daerah lain juga bisa menyaksikan gerhana namun bukan GMT melainkan Gerhana Matahari Sebagian. Alhamdulillah, Jogja menjadi satu dari beberapa daerah di daratan Jawa yang dilewati Gerhana Matahari Sebagian.
Beberapa hari lalu, adik saya yang kini duduk di bangku kelas 4 SD, Aliya, bertanya via Line ke saya, “ kak izz ? kenapa gerhana matahari bisa terjadi ? ”. sebagai mantan anak IPA saya merasa berkompeten untuk memberi penjelasan atas pertanyaan ini. Apalagi yang nanya anak SD. Malu regh anak kuliahan ditanya sama anak SD masak gak bisa jawab. Sebisa mungkin saya menjelaskan kepada adik saya yang pernah meraih juara 1 lomba mewarnai tingkat kabupaten ini.
Gerhana Matahari terjadi karena Matahari, Bulan, dan Bumi berada dalam satu garis sejajar di peredaran. Sederhananya, bulan terletak di antara Matahari dan Bumi. Otomatis cahaya matahari terhalangi oleh bulan sehingga seolah-olah menutupi matahari untuk beberapa saat. Kok bisa sejajar bang ?  bumi dan bulan kan bergerak terus, dek. Ada suatu masa pergerakan tersebut membuat posisi bulan dan bumi sejajar sama Matahari. Karena itulah gerhana matahari bisa diprediksi kapan akan terjadi. Tentunya oleh barisan ilmuwan yang berkompeten dalam bidang astronomi.
GMT bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Saat masa orde baru, tepatnya 11 Juni 1983 GMT juga terjadi di Indonesia. Namun ada perbedaan yang terjadi antara GMT kala orde baru dengan GMT 2016 ini. bedanya apa bang ? Mataharinya berbentuk kotak atau segitga sama kaki kah ? wes, Dek. Jangan ngaur. Bukan itu perbedaannya melainkan suasana menyambut fenomena alam ini yang berbeda. Konon, dari cerita yang abang dengar, GMT pada orde baru disambut dengan ketakutan akibat himbauan pemerintah. Masyarakat dilarang melihat gerhana matahari karena berbahaya bagi mata. Mereka juga diperintahkan untuk menutup dan mengunci pintu selama gerhana berlangsung. Pasar tutup. Toko-toko gak buka. Bisa Anda bayangkan bagaimana mencekamnya suasana yang dibuat oleh pemerintah kala itu.
Namun gerhana di zaman Jokowi berbeda. Seiring perkembangan sains yang makin canggih dan rasional, masyarakat bersuka cita menyambut Gerhana Matahari melintasi negaranya. Teropong, kacamata khusus gerhana, hingga kamera-kamera ponsel dan DSLR untuk mengabadikan momen gerhana telah dipersiapkan jauh-jauh hari. Berbagai titik pengamatan gerhana pun disediakan oleh pemerintah. Bahkan fenomena GMT dijadikan ajang promosi pariwisata Indonesia. Langkah cerdas yang dilakukan pemerintah Indonesia ini patut diapresiasi. Pemerintah menangkap peluang fenomena gerhana matahari sebagai ajang promosi kepada ribuan turis asing yang sengaja datang ke Indonesia untuk menyaksikan, menikmati, dan juga meneliti GMT.
Di Palu, Ternate, dan berbagai daerah yang mengalami GMT, hotel-hotel sudah ter-booking penuh jauh-jauh hari. Ribuan peneliti dan ilmuwan astronomi datang untuk mengamati. Ada 120 peneliti dari Jepang pun juga dari negara-negara lainnya. Bahkan putri raja Thailand pun menyempatkan hadir ke Indonesia untuk menyaksikan fenomena alam tersebut.
Di Jogja sendiri titik pengamatan GMT dipusatkan di Tugu dan beberapa tempat lain. Pun juga pelaksanaan sholat khusuf ( sholat gerhana matahari ). Setahu saya hampir semua masjid yang saya lewati melaksanakan sholat gerhana. Sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Sholat gerhana sedikit berbeda dengan sholat yang lain. Karena dalam sholat gerhana terdapat 4 rukuk dalam 2 raka’at.  Artinya per satu raka’at dua kali ruku’.
Laboratorium Agama Masjid UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta menjadi tempat yang saya pilih untuk melaksanakan sholat gerhana. Inilah saatnya mengaplikasikan pelajaran Fiqih bab sholat sunnah gerhana yang dulu di pondok pernah saya pelajari dalam kitab fath al-qoriib. Menurut informasi dari salah seorang kawan yang kuliah di UIN, sholat gerhana akan dimulai pukul 07:30 WIB. Itu saat gerhana matahari terjadi sekitar 82 %.
Awalnya saya hanya ingin sholat saja. Tetapi sesampai di UIN ternyata pihak Astronomi Klub UIN SUKA telah menyediakan teropong dan kacamata khusus gerhana untuk para pengunjung. Ratusan orang antri untuk menyaksikan gerhana matahari. Dari pemandu yang menggunakan microphone saya mengetahui bahwa gerhana matahari sedang terjadi saat ini.
Bang, kenapa gak ke Tugu aja bang ? jauh dek, lagian gak ada teman ke sana. Mana seru ke sana seorang diri. Maklum jomblo, #nahLoh ??.
Setelah antri beberapa menit akhirnya saya berkesempatan melihat gerhana matahari secara langsung. Kacamata khusus gerhana itu mirip kacamata pada umumnya. Bahkan frame-nya terbuat dari kertas HVS biasa. Hanya saja lensa yang membedakan. Itu bukan lensa minus apalagi silinder. Tidak juga lensa hitam biasa buat gaya-gayaan kala selfie. Lensa inilah yang membuatnya dinamakan kacamata khusus gerhana.
Di belakang saya ada beberapa orang yang sudah mengantri juga. Tak perlu membuang waktu saya pun mengenakan kacamata tersebut. Tak lupa membaca bismillah dalam hati. Setelah posisinya pas kepala pun saya tengadahkan ke atas menuju langit lepas mengarah ke ufuk timur. Matahari sudah mulai meninggi padahal baru jam 7 pagi. Maklumlah disini subuh jam setengah lima regh. Lensa khusus gerhana ini benar-benar ampuh. Sama sekali tidak membuat mata silau.
Saat mata bertameng kacamata gerhana sudah tepat terarah ke matahari disitulah saya melantunkan tasbih dan takbir dalam hati. Lebih dari ¼  bulan sudah mulai menutupi sinarnya. Cantik sekali, saudara-sudara. Gerakan bulan membuat matahari layaknya sabit kemerahan. Cahayanya temaram. Bulan seakan memakan matahari perlahan. Sulit mendiskirpsikan keindahannya. Dua makhluk Allah yang tengah menjalani sunnatullah tanpa pamrih. Andai Kalian bisa mendengar, saat gerhana terjadi sungguh Matahari dan Bulan  tengah bertasbih dan bertakbir dengan keelokan yang mereka buat.
Beberapa orang, sehabis menyaksikan gerhana dengan mata kepala, langsung mengarahkan kamera HP mereka ke kacamata gerhana untuk mengabadikan momen tersebut. abang ikut foto gerhananya juga, gak ? sayang gak dek. Tab abang tinggalin di kos. Sudah dua hari ini gak ada kuotanya. Buat apa dibawa kalau gak ada kuota kan ? Bahkan tulisan yang hari ini abang tulis bakalan telat diunggah ke blog. Tapi gak apa-apa. Sing penting nulis wae.
Menurut saya ada 3 hal yang harus kita garis bawahi terkait fenomena gerhana matahari tahun ini. Disamping bersyukur kepada Allah SWT kita juga harus ingat bahwa saat gerhana terjadi :
Pertama, GMT adalah momentum penting untuk ranah keilmuwan utamanya astronomi demikian pula ilmu-ilmu yang lain. Karena itu peneliti dari berbagai penjuru rela jauh-jauh datang ke Indonesia untuk melakukan pengamatan yang akan dijadikan acuan dalam pengembangan sains. Tidak hanya sekedar mengamati  untuk selfie dan foto-foto belaka. Beginilah cara alam menantang kita untuk berfikir dan belajar darinya.
Kedua, GMT bukanlah pertanda akan terjadi sebuah kebaikan atau keburukan. GMT bukan mitos seperti keyakinan leluhur kita dulu. Konon kala gerhana terjadi orang-orang mengira ada satu monster yang memakan matahari. Mereka kalang kabut bukan main. Khawatir setelah memakan matahari monster itu akan memakan ternak, ladang, anak-anak, bahkan mereka sendiri. Oleh karena itu, saat si “ monster ” memakan matahari orang-orang akan berbondong keluar rumah dan memukul kentungan beramai-ramai untuk menakuti-nakuti monster pemakan matahari tersebut. Dan akhirnya monster itu benar-benar takut dan tidak jadi memakan matahari :D.  Padahal gak usah pukul kentungan pun matahari akan tetap muncul juga ya.
Ketiga, GMT merupakan momentum tepat pembelajaran kontekstual. Baik dalam pembelajaran sains maupun fiqih. Melalui momen ini para pelajar tidak hanya membaca teori dari buku paket. Melainkan bisa melihat langsung GMT. Pun juga dengan pembelajaran fiqh ibadah. Sangat tepat dijadikan pembelajaran dan pengaplikasian sholat gerhana. Kalau sholat id kan tiap tahun, pun juga dengan sholat jum’at yang setiap minggu. Apalagi sholat lima waktu yang tiap hari. Namun sholat gerhana belum tentu semua manusia pernah melakukannya. Karena syarat sahnya sholat gerhana adalah dilakukan saat gerhana. Kalau Kalian solat gerhana tapi lagi gak gerhana malaikat bisa ketawa regh. Duh, malaikat bingung ini hamba saking rajinnya sholat gerhana tidak pada tempatnya. Iya to ?
Dan yang paling penting dari  fenomena GMT ini adalah peningkatakan keimanan kepada Allah Tuhan Semesta Alam. Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mereka gerhana bukan karena kelahiran atau kematian seseorang melainkan karena sunnatullah. Maka berisitigfarlah, bersedekahlah, dan dirikan sholat. Semoga kita menjadi generasi BAPER : Barisan Pengikut Rasulullah SAW.
Isy Karima... hiduplah dengan mulia...

Jogjakarta, 09 Maret 2016
10:34 WIB

King Izzu

Komentar

Postingan Populer