Ketika Anak SD Bermain Cinta



Waktu Jokowi hendak mencalonkan diri sebagai presiden bersama Jusuf Kalla adalah “revolusi mental” yang menjadi cita-cita besarnya. Cita-cita besar itu lantas terkonsep dalam nawa cinta yang dikampanyekan berhari-hari sebelum pemilihan. Meskipun notabene mendukung Prabowo, saya pribadi salut dengan program-program Jokowi saat itu. Masalahnya kita tidak tahu apakah program yang ia canangkan murni inisiatif dari Pak Jokowi sendiri bersama couplenya Pak Jusuf Kallah atau malah dirancang oleh tim khusus yang ada di balik layar untuk meraih simpati publik.
Masalah terbesar bangsa ini adalah mental. Mental yang tidak baik. Mental yang tidak berbudaya. Dan mental yang mulai meninggalkan nafas-nafas ke-Indonesia-annya. Sangat tepat jika presiden Indonesia ingin merevolusi mental bangsa Indonesia. Ibarat komputer atau laptop, mental merupakan prosesornya, saudara-saudara. Pangkal dari segala sendi-sendi penunjang yang ada di dalamnya. Jika mental terbentuk dengan baik dan luhur insya Allah Indonesia pun akan baik-baik saja. Sebaliknya mental yang keliru, tidak tahu malu, dan tidak menjunjung budi luhur hanya akan melahirkan kemudharatan-kemudharatan yang tidak berkesudahan.
Oke, kali ini saya tidak ingin berbicara dalam konteks kenegeraan atau sejenisnya. Orientasinya terlalu luas bagi saya yang masih awam. Saya ingin sedikit menyentil mental anak-anak muda Indonesia – termasuk penulis sendiri – yang merupakan penerus perjuangan dan pembangunan bangsa kelak.
Beberapa hari terakhir di media sosial Facebook sebuah akun bernama “ Ina si nonok ” menjadi buah bibir. Ia mengunggah foto bersama seorang lelaki. Mungkin hal biasa berfoto dengan lawan jenis tapi jika latar tempatnya di kamar, lebih tepatnya lagi di ranjang dengan pose si perempuan menutup bagian atas tubuhnya dengan selimut dan si cowok bertelanjang dada. Mereka tersenyum dengan bangga dan tanpa dosa. Ditambah lagi caption yang benar-benar bikin saya dan banyak orang geleng-geleng kepala. Yang membuat netizen semakin heboh adalah usia pelaku dalam foto tersebut yang diduga masih berusia 12 tahun. Usia anak SD.
Oleh beberapa akun Instagram fenomena ini dijadikan meme. Memang lucu tapi bukan itu intinya. Yang harus kita pertanyakan adalah mengapa anak SD seperti mereka sampai berani melakukan tindakan asusila kemudian memamerkan ke media sosial seakan bangga telah bercinta ? apakah  ini termasuk gangguan psikologis atau gangguan iman ? nampaknya sehabis merampungkan tulisan ini saya akan berdiskusi dengan salah seorang sahabat yang merupakan mahasiswi psikologi UIN Jogja. Dia lebih paham masalah jiwa dan sikis manusia ketimbang saya.
Polemik pun bermunculan. Ada yang mengatakan akun tersebut palsu, di-hack, dan sebagainya. Tak Cuma itu. Dalam sekejap muncul banyak akun yang serupa dengan akun “ina si nonok”. Kalau ini mah bisa ditebak kerjaannya oknum-oknum yang memanfaatkan isu hangat untuk keuntungan pribadi. Semakin banyak pengikut di media sosial semakin mahal akun itu dijual. Makanya, saudara, jangan sembarang memberi “ like ” atau “ suka ” di facebook.
Terlepas dari itu semua, foto tersebut adalah asli. Bukan editan photoshop apalagi camera360. Dan semua orang yang melihatnya berasumsi sama. Mereka masih anak-anak. Kalau gak anak-anak ya masih SMP lah. Ironi bukan ?
bang izzu, bentar dulu, siapa tahu mereka bukan muslim makanya begitu. Dek, bukan Cuma Islam yang melarang dan mengecam perzinahan melainkan semua agama, dek. Tak ada satupun agama yang membenarkan dan menghalalkan perzinahan.
Hm, bisa jadi mereka udah nikah bang ? hmm.. udah nikah ? bisa jadi. Tapi bukannya kalau nikah itu ada usia minimal yang harus dipenuhi menurut Undang-undang. Kalau abang gak khilaf 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk wanita ( kalau keliru monggo dibenarkan ). Lah itu yang di foto, Dek, kelihatan masih muda banget. Tapi jika mereka memang sudah menikah ya alhamdulillah, namun ada baiknya jangan mengumbar-umbar hal yang terlalu vulgar ke media sosial. Masak ente rela tubuh ente diliat ama jutaan mata se-Indonesia gratis ? astagfirullaha wana’uduzubillahi min dzalik.
Flashback, beberapa waktu yang lalu muncul pula polemik lantaran anak SD berfoto sembari ciuman pipi dan berpelukan laksana orang dewasa. Kali ini saya yakin usianya masih SD. Sekitar 9 sampai 10 tahunan lah. Captionnya bikin geleng-geleng kepala. Kali ini yang nge-upload foto adalah si cowok. Ia merasa dirinya dan pacarnya sudah seperti pemeran sinetron anak jalanan ( saya lupa namanya, eh bukan lupa ding tapi gak tahu ), tinggal dibeliin ninja sama mamah lengkap deh. Seloroh anak kecil ini.
Menilik captionnya saya yakin kita semua tahu apa yang menginspirasi bocah-bocah ingusan ini melakukan hal tersebut. Tontonan televisi. Lebih tepatnya sinetron. Sinetron-sinetron Indonesia lebih banyak yang tidak mendidik. Mereka hanya mengajarkan cinta, cinta, dan segala pernak-pernik tentang cinta. Kehidupan anak muda seolah hanya nongkrong, naik motor, pacaran, dan berbagai kegiatan minim manfaat lainnya. Ingat gak sinetron putih ab* - ab* di salah satu stasiun TV swasta beberapa tahun lalu ? saya gak habis pikir kerjaan anak SMA Cuma nge-dance mulu. Kapan belajarnya ? apa bisa bangsa ini maju kalau semua anak mudanya Cuma bisa nge-dance ? mending dance ala Indonesia. Ini malah dance yang diadopsi dari negara orang.
Yaelah bang Izzu, kok ngasih contoh gak aktual banget sih ? maaf, dek. Di kos gak ada TV, jadi abang gak tahu nama-nama sinetron kekinian dan gak mau tahu juga sih.
Andai saya berkesempatan bertemu dengan yang terhormat bapak presiden Joko Widodo. Saya ingin meminta satu hal pada beliau. Jika Revolusi Mental tidak hanya ilusi penarik dukungan, saya mohon dengan sangat, revolusi lah acara-acara televisi dewasa ini, pak. Mereka boleh menghibur masyarakat Indonesia, silahkan jika mereka ingin berkespresi tapi jangan lupa untuk menyelipkan asas kebermanfaatan yang mengakar dalam kehidupan bangsa.
Lah bang izzu!!, emang ngehibur penonton kagak bermanfaat ya ? manfaat sih manfaat dek, tapi manfaatnya sebentar. Cuma bikin kalian senang saat menyaksikannya. Lebih banyak pengaruh negatif ketimbang positif dari berbagai tayangan-tayangan televisi dewasa ini. Memang sulit melakukannya tapi bukan berarti mustahil. Mulailah sedikit demi sedikit, pak presiden. ( ah, imposible beliau membaca goresan ini, sekarang beliau pasti lagi blusukan ).
Benar hipotesa dari Cecep Sumarna dalam “ Rekonstruksi Ilmu ” yang mengutip banyak konfrontasi antar ilmuan abad pertengahan dan abad modern. Semakin modern manusia maka ia akan semakin sekuler, hedonis, dan apatis. Namun ini berlaku bagi mereka penikmat moderniasasi tanpa filterisasi. Mereka yang meneguk kecanggihan dan kemajuan teknologi tanpa mengindahkan ajaran dan tuntunan agama. Sebaliknya kita harus tetap berpegang teguh pada ajaran agama agar modernisasi dapat kita sikapi dengan bijak.
Kiamat memang semakin dekat. Tanda-tandanya pun sudah bermunculan dengan pesat. Tapi itu bukan jadi alasan membiarkan kemafsadatan terjadi di tengah-tengah umat. Esensi kita – umat islam – ialah umat terbaik sebagaimana termaktub dalam surat ali imran. Kita adalah umat terbaik yang di-launching kepada manusia. Namun predikat terbaik bukan tanpa syarat. Ada aspek-aspek berupa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi, diantaranya menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran serta beriman kepada Allah SWT.
Semoga kita bisa menjadi generasi yang memegang teguh ajaran Islam. Generasi yang tidak hedonis, apatis, apalagi sekuler. Mudah-mudahan prilaku edan anak muda bisa semakin berkurang, tentunya didukung oleh seluruh lapisan masyarakat di ibu pertiwi. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah-Nya kepada kita. Aaamiinnn ya robbal alamin
Isy karima..hiduplah dengan mulia...

Jogjakarta, 07 Maret 2016
08:36 WIB

King Izzu

Komentar

Postingan Populer