Pintar Tapi Tak Cerdas
Assalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh
Selamat siang dari Jogja,
Saudara-saudaraku dimanapun berada. Sudah solat zuhur belum ? semoga ibadah
kita diterima Allah SWT. Siang ini matahari terik mengungkung langit.
Alhamdulillah, cucian yang kemarin basah lagi karena hujan bisa kering lebih
cepat. Tinggal disetrika dan diletakan rapi dalam lemari. Beginilah nasib
seorang jomblo. Ngapa-ngapain sendiri. Beda dengan mereka yang telah
menyempurnakan separuh agama. Berbagi tugas, berbagi rasa, berbagi selimut. Ah,
indahnya.
Kami berharap teriknya
matahari, panasnya cuaca, dan cucuran peluh yang membanjir menyadarkan kita
akan neraka. Panas di dunia saja sudah begini apalagi neraka ? sehingga dengan
demikian kita akan terus melakukan amal-amal shalih yang dapat menyelamatkan
dari siksa neraka. Aammiinn Ya Robbal Alamin.
Sejak bulan lalu saya
selalu memasang target apa yang hendak saya lakukan dalam setiap bulannya.
Februari lalu target saya adalah ikut lomba resensi novel Ayat-Ayat Cinta yang
diselenggarakan oleh Republika. Alhamdulillah gak menang. Hehe. Bukan
berarti saya gagal, Saudara-saudara. Kan targetnya “ ikut lomba ” bukan “
menang lomba ”. Dari ribuan peserta hanya 8 yang terpilih sebagai pemenang. Dan
waktu membaca resensi para pemenang saya segera sadar bahwa resensi yang saya
tulis kualitasnya jauh dari resensi bikinan mereka. Saya harus belajar lagi.
Apa abang kecewa ? kecewa ? gak kok, Dek. Buat
apa kecewa ? yang penting kan sudah berusaha. Mengutip kata salah seorang
sahabat Abang di kampus, bang Syamil
Basyayif. Pemuda ganteng asal Madura ini berkata “ kala engkau berusaha paling
tidak ada dua hal yang akan kau dapatkan, kebahagian atau pelajaran ”. Misalnya
nih, kita udah ikhtiar sekuat tenaga, eh ternyata berhasil, disitu kita pasti
merasa bahagia to ? nah kalau misalnya ikhtiar kita udah maksimal namun
ternyata masih gagal, disitulah kita mendapat pelajaran, pelajaran bersabar
menerima keadaan dan pelajaran mengevaluasi diri. Saya gagal karena apa ? apa
yang harus saya perbaiki ? ke depan saya harus bagaimana biar lebih baik ?.
wallahu a’lam bang Syamil dapat quote itu darimana yang pasti saya baca
di salah satu status FB beliau.
Beranjak ke bulan Maret,
saya menulis sebuah target “ goal this month : ngirim artikel ke KR (
Kedaulatan Rakyat ) ”. sebuah koran ternama di Jogja. Alhamdulillah target tersebut
terealisasi minggu ini. Entahlah dimuat atau tidak. Kalau dimuat ya
Alhamdulillah, kalau gak dimuat ya saya akan terus mencoba lagi. Sampai
kapan Bang ? sampai tulisan abang dimuat di koran tersebut. wuih,
keren, semangat Bang !! pasti dek, terima kasih. Sama-sama Bang.
Adapun target bulan April ini belum ada bayangan saudara-saudara. Ada
yang mau ngasih ide atau masukan hal apa yang mesti saya jadikan target di
bulan April mendatang ? yang pasti target berkualitas dan berbobot. Saya akan
menolak jika ada yang mengusulkan ide : bang, target dapat pacar aja bang.
Bukan apa-apa, saya punya dua alasan menolak ide semacam ini. Pertama, lagi gak
nafsu pacaran. Kedua, kagak ada yang mau saya jadikan pacar :D. Jadi
itu adalah target yang teramat sulit saudara-saudara.
Semoga beberapa hari ke depan saya mendapat hidayah dari Allah untuk
memutuskan target bulan depan. Orientasi target saya berkisar pada pengembangan
intelektual dan softskill. Bukan pengembangan berat badan apa lagi peninggian
postur tubuh. Sulit regh. Hal seperti itu biar jadi target waktu long
holiday saja lah.
Hadirin jama’ah internet yang berbahagia.
Izinkan saya bertanya. Bagaimana pandangan anda tentang seseorang yang
pintar namun hobi meremehkan orang ataupun instansi lain ? dia pintar tapi ya
gitu, memandang remeh orang lain ? pertanyaan ini pernah saya ajukan lewat PM
di BBM dan tanggapannya beragam.
Dek Cintya Utami mengatakan “ Segala sesuatu itu ada kelebihannya. Maka,
jangan suka meremehkan dan merendahkan. Karena puncak ibadah adalah
kerendahan hati, bukan merendahkan. Benar begitu kak ? ” saya tepuk tangan
membaca jawaban gadis asal Riau ini. Kalau saja dia di Jogja saya akan berikan
hadiah. Sayang dia di Riau. Jadi hadiahnya batal. #Ngeles.
Ellen ( ini saya kurang kenal sebenarnya, tiba-tiba jadi temen di kontak
BBM, entah siapa yang invite duluan ) berpendapat “ Gak ada
gunanya pintar namun tidak mampu jadi penyejuk hati bagi orang lain ”. Saya
bertanya kembali, bagaimana cara menyikapi orang seperti itu. Dengan tegas ia
menjawab “ jauhi, sih! ” kaget Abang bacanya. Ekstrem sekali kan saudara-saudara
?.
Zahra, mahasiswi Psikologi UIN SUKA berpendapat “ Dia memang pintar, tapi
tidak cerdas. Karena tidak bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya ”. Dan
terakhir kak Eyok, beliau berujar “ dia belum cukup pintar ”. Udah, itu doang. Gak
pake emoticon senyum atau titik-titik banyak sebagai embel-embel. Jujur, bagi
saya semakin pendek jawaban semakin berbobot jawaban tersebut. Karena saya
dipaksa untuk memikirkan dan menelaah maksud dari diksi-diksi yang mereka
gunakan. But, saya tetap berterima kasih kepada semua teman-teman yang
sudah memberikan jawaban dan pendapatnya.
Saya tertarik dengan jawaban yang mengatakan dia memang pintar tapi tidak
cerdas. Seketika saya berfikir apa perbedaan antara pintar dan cerdas ? di
beberapa konteks dua kata ini bisa digunakan dengan maksud yang sama. Misalnya,
dia pintar Matematika. Jika kata “ pintar ” diganti dengan “cerdas” saya rasa
tidak ada perubahan makna. Namun dalam beberapa frase dua kata ini tidak bisa
bertukar posisi. Lomba “ Cerdas cermat ” tidak bisa diganti dengan “pintar
cermat”. Kedengaran ganjil bukan ? pun dengan “ kecerdasan intelektual,
emosional, dan spritual ” akan terasa gamang jika diganti dengan kata pintar.
Merujuk KBBI, pintar artinya pandai, cakap, cerdik, dan mahir. Sedangkan
cerdas memiliki makna sempurna perkembangan akal budinya ( untuk berfikir,
mengerti, dsb ). Dari sini saya menangkap bahwa ada sedikit perbedaan makna
antara pintar dan cerdas. Pintar hanya berorientasi pada ranah kognitif.
Sedangkan cerdas meliputi kognitif, apektif, maupun psikomotorik. Otomatis,
orang yang cerdas pasti pintar, namun orang pintar belum tentu cerdas.
Dalam hidup banyak sekali orang pintar. Ada yang pintar di bidang agama,
MIPA, soshum, tata boga, dan lain-lain. Namun orang pintar tanpa kecerdasaan
kerap salah mengamalkan kepintaran yang ia miliki. Maka jangan heran melihat
orang pintar tapi sombong, hobi merendahkan, dan memandang remeh orang lain.
Dia pintar tapi tidak cerdas. Jadi ketika bertemu dengan orang sombong jangan
sampai baper mendengar omongannya. Maklumilah, orang itu belum cukup cerdas,
makanya dia sombong. Orang cerdas mah gak mungkin sombong. Kenapa ?
karena akal dan budinya tumbuh dengan baik. Di tulisan selanjutnya insya Allah
akan kami bahas tentang “ budi ” ini.
Terus, gimana dong cara jadi orang cerdas, Bang ? kecerdasan itu
meliputi tiga aspek, Dek. Intelektual, emosional, dan spiritual. Dalamilah
ketiganya niscaya engkau kan jadi orang cerdas. Kecerdasan intelektual kau
upayakan dengan belajar dan terus belajar. Rakus terhadap ilmu dan tak pernah
merasa cukup. Semakin banyak kau membaca semakin kau sadari betapa bodohnya
dirimu. Sehingga engkau akan terdorong untuk terus belajar tanpa henti.
Kecerdasan emosional engkau raih dengan menjadi pribadi yang memiliki
kesalihan sosial. Hey, Dek. Jadi orang baik itu gak Cuma perkara sholat,
baca al Qur’an, dan puasa. Tapi juga ramah pada orang lain, ringan tangan
menolong sesama dan memperlakukan makhluk ciptaan Allah dengan adil. Kau sakiti
temanmu, kau rendahkan dia, sungguh itu bukan pribadi yang salih sosial. Tapi fasid
sosial. Perbaiki cara interaksi sosialmu.
Lalu kecerdasan spiritual kau raih dengan mendalami ajaran agamamu
kemudian mengamalkannya. Percuma kau hafal qur’an tapi akhlakmu laksana
pendusta firman-firman-Nya yang termaktub di kitab suci. Tak ada artinya kau
tau halal-haram tapi apatis dalam mengaplikasikannya. Dan sia-sia kau tahu
konsep tasawuf tapi menganggap orang yang tak sejalan dengan prinsipmu sebagai
orang yang salah jalan.
Mengakhiri goresan ini kembali saya kutip jawaban dari dek Cyntia Utami “
Karena puncak ibadah adalah kerendahan hati, bukan merendahkan ”
Semoga kita termasuk orang-orang cerdas dan tidak sekedar pintar. Aamiin
Ya Robbal Alamin.
Jogjakarta, 27 Maret 2016
13:36 WIB
Bang Izzu
Komentar
Posting Komentar