Jodohku, Selamat Pagi
Sinar mentari mengintip
dari celah kaca kamar. Bercahaya terang seolah tersenyum pasca kemarin bercumbu
dengan bulan mempersembahkan Gerhana Matahari Total ( GMT ) dan sebagian untuk
beberapa daerah di Negeri khatulistiwa ini. Bising kendaraan bertalu. Sesekali
klakson kereta api terdengar nyaring memekakkan telinga. Di hadapan palang
pintu puluhan motor dan mobil antri menanti petugas membuka akses jalan pasca
kereta sempurna melintas.
Pagi yang biasa saja.
Kadang terkesan pengap. Deru mesin pesawat yang rajin melintas jadi hiburan
tersendiri. Aduhai, sejak pertama kali menaiki pesawat aku sudah jatuh cinta
padanya. Interior kabin kelas ekonomi tercetak jelas di pelupuk mata. Pramugari
dengan rok panjang namun terbelah hingga paha putihnya hilir mudik memeriksa
satu persatu kursi penumpangan. Memasang senyum terbaik. Tutur tersopan. Dan
make up tertebal.
Kala tubuh ini sudah di
pesawat semuanya terasa dekat. Lombok-Jakarta. Lombok-Surabaya.
Surbaya-Jogjakarta. Semuanya terasa dekat. Begitupun dengan malaikat maut.
Begitu dekat. Tapi aku tak habis pikir kenapa masih saja banyak yang acuh tak
acuh pada SOP penerbangan. Apa mereka tidak takut kecelakaan ? saya mah
takut. Belum nikah juga. Belum bikin anak. Ngasih cucu buat orang tua dan mertua.
Ah, semoga kita semua panjang umur dan sehat wal afi’at. Aamiinn.
Waktu telah membawaku
menapaki usia kepala dua. Sedikit tidak matching dengan postur tubuh
kurus. Beratku saja di bawah 50 kg saudara-saudara. Entah sejak kapan badan ini
jadi krempeng. Padahal saat masih imut-imutnya jadi bayi saya lumayan
gemuk loh. Setiap kali pulang ke rumah kakek dan nenek sambutan keluarga pasti
sama “ Izz, kok kamu kurus banget ? ” tentunya dalam bahasa sasak khas Lombok
Timur dengan logat bicara seperti orang kebakaran jenggot.
Menurut saya, jadi kurus
itu punya keuntungan dan kerugian masing-masing. Diantara keuntungannya ialah
fleksibel dalam bergerak. Tubuh ramping memudahkan saya untuk bergerak dicelah
yang kecil sekalipun. Pun tatkala outbond ada games yang
mengharuskan peserta menggendong peserta yang lain pasti orang-orang kurus yang
akan digendong. Ini pengalaman beberapa hari lalu. Adapun kerugiannya dikira gak
pernah makan, padahal kenyataannya mah makan banyak. Orang kurus juga akan
kesulitan memilih baju yang benar-benar nge-pas di tubuh. Namun saya tetap
bersyukur dengan pemberian Allah ini. Seperti kata mamak, “ yang terpenting itu
sehat, bukan gemuk atau kurus. Percuma gemuk kalau sakit, pun percuma kurus
kalau gak sehat ”.
Semalam, dalam perjalanan
kembali dari Lombok Timur menuju Lombok Barat pasca menjenguk papuq ( nenek ).
Bapak menghubungi saya via telepon. Melihat nama, nomor, dan foto bapak di
layar telepon membuat saya meletakkan sejenak buku yang sebentar lagi saya khatam
kan. Hanya suara bapak, mamak, dan Ustad Hamzan yang terdengar. Aliya
sesuai kebiasaan, kalau sudah masuk mobil jurus andalannya adalah tidur. Ia
memang tak terbiasa naik mobil meski sekarang sudah punya mobil sendiri. Adapun
Fahri juga sudah terlelap. Biasanya dia tidak bisa diam kalau naik mobil.
Selalu menempelkan muka di kaca dan melihat jalanan yang ramai.
Disela-sela pembicaraan
bapak bertanya tentang antusiasme masyarakat Jogja menyambut gerhana matahari.
Saya pun menceritakan apa adanya. Tidak lebih tidak kurang. Beliau juga
bertanya dimana saya melaksanakan sholat gerhana. Dengan mantap saya menjawab
Laboratorium Agama Masjid UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Disitulah terjadi
pembahasaan yang sebenarnya hanya bercanda belaka namun menyisakkan satu
pertanyaan iseng dalam benak. Bukan pertanyaan serius. Tapi saya rasa tidak ada
larangan untuk bertanya apalagi bertanya pada diri sendiri. Sebagai refleksi
dan agar waktu luang terisi.
Banyak hal yang sudah dan
sering saya lakukan di UIN SUKA. Bahkan jika ingin tarik tunai atau nge-print
pun moto-copy saya pasti ke kompleks UIN SUKA. Kampus ini memang
lebih dekat dari kampus saya. Pun juga kala sholat idul adha beberapa bulan
lalu dan solat gerhana kemarin. Meskipun di kampus ada yang melaksanakan sholat
gerhana namun saya lebih tertarik menunaikannya di UIN saja. Lebih dekat dan
kalau boleh jujur, sedikit lebih nyaman. “ Mungkin ini indikasi bahwa jodoh
saya adalah anak UIN, Pak ” seloroh saya via telepon disambut gelak tawa bapak
di ujung telepon sana.
Semua orang terdekat saya
tahu, dari dulu saya ngebet sekali kuliah di UIN. Khususnya UIN Malang.
Tapi takdir berkata lain. Boro-boro UIN, Allah menempatkan saya di kampus umum.
Bukan kampus Islam. Padahal saya sudah berangan-angan setahun pertama tinggal
di Ma’had UIN Maliki Malang, lalu tahun
kedua menjadi musyrif ( pembimbing ) untuk junior-junior. Tapi, ah
sudahlah. Saya tetap bersyukur dan husnuzhon. Allah punya rencana lain
menempatkan saya di kampus umum. Yang terpenting saya harus tetap belajar dan
belajar.
Tapi saya tidak berdusta.
Kekaguman pada UIN seolah memiliki tahta tersendiri dalam hati. Mungkin itu
yang mendorong saya sering ke UIN. Jika saya pulang dari kampus agak sore,
masjid UIN SUKA lah yang menjadi tempat transit untuk menunaikan solat magrib berjama’ah
dan terkadang mengikuti kajian keislaman yang rutin dilakukan oleh takmir
masjid UIN SUKA. Di saat itu saya bisa sedikit merasakan sensasinya jadi anak
UIN kayak gimana. Itu menjadi pelipur lara tersendiri. Tak ada UIN Maliki UIN
SUKA pun jadi. Toh UIN SUKA Jogja ini tak kalah bagus dengan UIN Malang, Saudara-saudara.
Saya tahu benar kualitasnya. Untuk urusan pasca sarjana UIN SUKA sedikit lebih
unggul. Indikasinya sederhana saja. Banyak lulusan sarjana UIN Malang yang
mengambil studi pasca sarjana disini. Mungkin ini dikarenakan UIN Jogja lebih
dahulu lahir ketimbang UIN Malang.
Kembali ke pertanyaan
iseng di atas, siapa jodoh saya ? anak UIN kah ? anak UGM kah ? anak Ma’had kah
? saya hanya bisa menduga. Tapi kayak kata Bapak, kalau mau saling melengkapi
ada baiknya istri kamu memiliki disiplin ilmu yang berbeda dengan kamu. Saya
mengangguk. Lantas siapa istri saya ? anak ekonomi kah ? psikologi ? kedokteran
? atau teknik ? wallahu a’lam.
Saya tidak akan menemukan
jawabannya sampai nanti resmi mengkhitbah seorang wanita yang entah siapa. Tapi
saya percaya yang baik bagi yang baik. Begitupun sebaliknya. Jika kita ingin
mendapatkan jodoh yang baik bukan mengembara mencarinya yang harus dilakukan.
Melainkan memperbaiki diri. Memperbaiki akhlak, ibadah, aspek sosial, dan
intelektual. Jika kita memperbaiki diri disaat itulah Allah tengah memperbaiki
jodoh kita.
Bagi saya hal ini menjadi
inspirasi tersendiri. Saya percaya yang baik bagi yang baik. Allah pasti
memasangkan seseorang dengan yang Ia anggap kufu dan bisa saling melengkapi.
Maka saya percaya apa yang tengah saya lakukan itu pula yang tengah dilakukan
jodoh saya. Waktu saya maksiat jodoh saya pun sedang maksiat. Masak iya Allah
memasangkan yang rajin maksiat dengan yang rajin ibadah. Sebaliknya tatkala
saya beribadah, belajar, dan beramal solih insya Allah jodoh saya pun tengah
melakukannya. Meski saya tidak tahu siapa dia. Dimana dia tinggal ? sekarang
kuliah dimana ? berapa umurnya ? dan apakah dia perawan atau janda ? #NahLoh.
Duh, pagi-pagi sudah
bicara jodoh saja ya. Masya Allah ^_^. Ini bukan indikasi saya ngebet nikah
kok. Tidak sama sekali. Belum ada kemampuan untuk itu. Seperti yang saya
goreskan di awal ini adalah pertanyaan iseng semata dan tidak ada yang melarang
untuk menanyakannya. Al Qur’an tidak melarang apalagi Undang-Undang Dasar.
Sah-sah saja.
Jodohku, dimana pun kau
berada kini. Kita menatap langit yang sama. Menghadap kiblat yang sama. Semoga
engkau baik-baik saja disana. Kelak kala kita dipertemukan Allah semoga engkau
bisa menjadi menantu yang baik untuk orang tuaku dan keluargaku. Mamak pernah
berpesan untuk mencari istri yang peduli bukan yang acuh. Karena dewasa ini
banyak sekali suami-suami yang takluk di bawah ketiak istri. Saya tak mau jadi
golongan itu. Insya Allah istri solehah tak akan memperlakukan suaminya seperti
itu.
Jodohku, selamat pagi
untukmu dimanapun engkau berada. Kalau hari ini kamu gak udzur jangan
lupa duha, ya, abang juga duha kok. Sekarang kita duha sendiri sendiri tapi
kelak insya Allah ramai-ramai kok. Bareng anak-anak kita. Ah sudah, saya
cukupkan goresan ini. hayalan jomblo syari’ah pagi-pagi ini semoga tak
terhitung dosa. Aamiiin ya robbal ‘alamin.
Isy karima.. hiduplah
dengan mulia..
Jogjakarta,
10 Maret 2016
07:45 WIB
King Izzu
Komentar
Posting Komentar