3 Ciri Teman Yang Baik
Bayang-bayang galau yang
terjawab masih mekar di pekarangan hati. Allah selalu punya cara unik menjawab
doa hamba-hamba-Nya. Kehadiran Abi di Jogja tidak saya sangka sama sekali. Gak
ada angin pun mendung tiba-tiba hujan deras mengguyur. Lama tak berkabar eh
ternyata dia sedang asyik shoping di Kopma UGM. Membuat saya spontan
memacu si merah membelah keramaian Jogja di malam minggu.
Saya bersyukur atas
pertemuan kami. Selain berjumpa sahabat lama, saya juga bisa sedikit balas budi
padanya. Tahun lalu, kala ke Malang, dia meluangkan waktu untuk menemani saya.
Berputar ke beberapa bagian kampus UIN dan jalan protokol di sekitarnya.
Termasuk membeli oleh-oleh untuk keluarga di Lombok. Kini giliran saya yang
menemaninya, meski hanya sebentar. Untuk spot lain di Jogja pasti sudah
diatur oleh panitia lomba. Namun di wilayah UGM biar saya dan Fina – sepupunya
– yang ambil bagian.
Dan yang paling saya
syukuri dari kedatangan Abi itu adalah terjawabnya galau berkepanjangan yang
mendera jiwa. Kalau boleh jujur kegalauan itu saya rasa sejak pertama
menginjakkan kaki di Jogja. Galau lantaran merasa sepi. Sunyi seorang diri.
Belum memiliki sahabat yang satu visi. Kalau sahabat yang menyenangkan dan seru
saya punya banyak di kampus. Tapi yang satu visi ini loh yang belum jua saya
dapati.
Dan yang paling saya
sesali adalah keterpurukan diri dalam nelangsa. Merasa lemah tak berdaya. Tak
kuasa menahan rasa malas mendekap raga. Hati yang terkatung dalam ambiguitas
fatamorgana penuh tipu daya. Hanya mampu tersungkur dalam sujud membisikkan
doa-doa. Mengharap Allah memberi taufik dan hidayah-Nya. Sungguh saya teramat
membutuhkannya untuk saat itu.
Andai saya seorang musisi
macam Adera, kesyukuran akan kunjungan Abi kan terlukis dalam bait-bait kidung dan
kau hadir, merubah segalanya.... eits.. tapi jangan salah paham dulu,
Saudara-saudara. Jangan cepat menarik kesimpulan. Izinkan saya menjelaskan.
Kehadiran Abi dengan nasihat dan cerita yang ia sampaikan malam itu di hadapan
saya dan Fina seolah merubah segala kegalauan menjadi kesadaran dan letupan
semangat yang jauh lebih membuncah.
Perkara yang memiliki
porsi paling besar dalam galau yang tempo hari saya rasa adalah nestapa sepi tidak
memiliki patner satu visi. Ingin rasanya memiliki rekan yang sama-sama suka
nulis, baca berbagai buku, mengkaji kitab kuning, dan tentunya menghafal
Al-Qur’an. Lebih jauh lagi sahabat yang “nyaman” saya jadikan ajang curhat dan
berbagi cerita. Kalau bisa sih cewek. Nah loh ??? #abaikeun...
Dari Abi saya belajar
bahwa belum menemukan patner yang satu visi haruskah menjadi alasan saya
berdiam diri ? tidak bergerak. Memanjakan rasa malas. Bahkan membuat kepala
jadi uring-uringan ? betapa mubazirnya waktu jika itu yang saya lakukan. Syukur
kegalauan itu berlangsung sekitar 4 hari. Kalau tidak ketemu Abi mungkin bisa
lebih lama lagi :D. Bukankah jika saya memanjakan ujian yang muncul dari dalam
diri berarti saya lebih lemah dari ujian itu ? saya tersadar. Bagai ditampar.
Harusnya ujian dan rintangan itu saya pukul dengan semangat dan eksekusi aksi
yang lebih besar. Dan rasa malas bin gabut terkapar menjadi seonggok bangkai
yang hambar.
Apa yang Abi sampaikan
bukan bermaksud menafikan peran teman. Bahkan Fina sampai berulang kali menegaskan
kita juga butuh teman. Abi setuju dengan hal itu. Akan tetapi yang menentukan
keberhasilan kita adalah diri kita sendiri. Teman sekedar memberi pengaruh.
Karena itu usahakanlah bersahabat dengan mereka yang mampu memberi dampak baik
untukmu dan masa depanmu.
Saya teringat ceramah
yang mulia KH. Abdullah Gymnastiar. Beliau berkata salah satu nikmat yang
paling besar selain iman, islam, taufik, dan hidayah ialah nikmat memiliki
kawan yang baik. Punya sahabat, teman, rekan seperjuangan yang bisa memberi dampak
baik bin positif dalam hidup kita.
Lantas, kawan yang
baik menurut agama itu kayak gimana, Bang ?
Pertanyaan bagus, Dek.
Inilah yang akan abang goreskan. Ciri seseorang dikategorikan sahabat yang baik
menurut agama. Kalau diharuskan sitasi maka tulisan ini terinspirasi dari
ceramah Aa Gym yang saya download beberapa waktu lalu dari Youtube. Monggo yang
mau liat langsung bisa sowan ke Youtube. Jangan lupa bawa oleh-oleh.
Pertama, jika melihatnya
kita jadi ingat Allah. Karena dari raut wajah, bahasa tubuh, dan aura raga yang
ia miliki menginterpretasikan ia adalah orang yang sering mengingat Allah. Wah,
berarti kita harus berteman sama kiyai, ustad, atau ulama gitu dong bang ? Gak
begitu, Dek. Emang orang baik itu Cuma kiyai dan ustad ? terus yang bukan pendakwah
gak baik gitu ? hanya Allah yang tahu sedalam mana samudera keikhlasan
yang dimiliki setiap hamba-Nya. Jika Kalian berteman dengan seseorang yang
membuat kalian lebih sering mengingat Allah maka bersyukurlah. Itulah salah
satu ciri kawan baik. Sering ngajak beramal shalih, beribadah, belajar, dan
lain-lain.
Nah, Saudara-saudara,
sudahkah kita punya kawan dengan kategori seperti di atas ? kalau sudah ya
Alhamdulillah. Tapi kalau belum tenang saja, itu bukan masalah kok. Karena jika
kita tidak memiliki kawan seperti itu kenapa bukan kita yang menjelma menjadi
seperti demikian ? berusaha membuat orang yang tatkala bertemu dengan kita jadi
ingat sama Allah. Indah bukan ? beramal salihlah maka Allah akan membaikkan
kelakuan dan perangaimu.
Ciri yang kedua,
berbicara dengannya senantiasa menambah ilmu. Nah ini juga ciri kawan yang
baik. Kala berdiskusi, ngobro,l bahkan bercanda, ada saja ilmu baru yang kita
dapat. Ia mampu memberi pencerahan kepada kita tanpa menggurui. Bukannya kawan
yang hobi gibah, menebar gosip, apalagi memicu fitnah. Kawan yang baik adalah
kawan yang menjaga lisannya dan senantiasa membuat kita jadi lebih cerdas saat
berbicara dengannya. Jika kita belum menemukan sahabat seperti ini maka jadilah
pribadi seperti ini.
Ciri yang terakhir adalah
kala kita melihat perilakunya kita jadi ingat akhirat. Sekali lagi di sini
bukan berarti kita hanya boleh berkawan dengan kiyai lo ya, kita bebas kok
berkawan dengan siapapun yang kita kehendaki. Perangai kawan yang baik
senantiasa menginterpretasikan bahwa kehidupan dunia hanyalah fana belaka. Ia
tidak hanya bisa menasihati tapi juga sanggup memberi contoh. Jadi role
model teladan. Carilah sahabat yang orientasi hidupnya tidak hanya duniawi
melainkan ukhrawi pula.
Aduhai betapa ruginya
jika hidup hanya mengejar perhiasan dunia. Harta, tahta, wanita, Raisa, Isyana,
Pevita dan sebagainya. Setelah kehidupan sementara ini akan ada kehidupan yang
kekal abadi. Dunia adalah ladang untuk menabung dan berinvestasi ukhrowi
sebanyak-banyaknya. Lahan untuk berlomba meraih ridho dan kasih sayang Allah.
Dunia yang akan menentukan nasib kita di akhirat kelak. Jika akhlak kita di
atasnya baik insya Allah baik pula yang akan kita temui. Sebaliknya jika akhlak
kita tercela dan ternodai maka kerugian dan penyesalan akan siap menyambut.
Sudahkah kita memiliki
sahabat dengan tiga kriteria di atas ? sekali lagi saya tekankan jika sudah
ucapkanlah alhamdulillah dan pertahankan persahabatan kalian. Namun jika belum
jangan berkecil hati. Tidak ada sahabat yang satu visi bukan alasan dan
pembenaran untuk istirahat belajar. tidak ada kata istirahat dalam belajar.
karena belajar adalah ibadah. Karena hidup adalah belajar.
Sekali lagi jika kita
belum menemukan sahabat sebagaimana uraian di atas kenapa kita tidak mencoba menjadi
pribadi yang demikian ? menjadi sahabat yang baik untuk orang lain. Insya Allah
itu salah satu amalan terbaik dalam Islam. Bukankah barang siapa yang
bermanfaat bagi orang lain dialah makhluk terbaik. Semoga Allah selalu
melimpahkan taufik dan hidayah-Nya. Ammiinnn.
Jogjakartra,
14 Maret 2016
22:36 WIB
Bang Izzu
Komentar
Posting Komentar