Resensi : Segurat Bianglala di Pantai Senggigi



Judul              : Segurat Bianglala di Pantai Senggigi
Penulis          : Mira W
Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama
Tahun            : cet-2, Desember 1994
Halaman       : 284 hlm
Perpustakaan menjadi salah satu tempat yang saya senangi sejak kuliah. Selain lantaran menyadari pentingnya membaca, saya pun merasa nyaman menghabiskan banyak waktu di gudang ilmu itu. Dan tentunya, akses menuju perpustakaan terlampau mudah. Entah perpustakaan universitas-universitas atau yang telah disediakan oleh pemerintah daerah.
Awalnya saya hanya numpang baca. Dari pagi hingga sore, kadang dari siang sampai malam – tentunya kalau ada waktu senggang. Namun lambat laun saya mulai meminjam buku untuk dibawa ke kos. Tadinya hanya pinjam 1 buku namun lambat laun saya mulai meminjam 2 buku untuk durasi 1 minggu. Jadi dalam satu minggu ada 1 – 2 buku yang saya khatamkan. Jenis buku yang saya baca pun beragam, kebanyakan sih novel, lalu buku-buku islam, sejarah, psikologi, hingga filsafat.
Adapun untuk minggu ini saya meminjam 2 buah novel. Tapi bukan sembarang novel, Sodara-sodara. Yang pertama berjudul Kafka On The Shore karya novelis paling fenomenal di Jepang, Haruki Murakami. Dan satunya lagi sebuah novel usang yang secara kasat mata tidak menarik sama sekali. Sampulnya lusuh. Lembar demi lembarnya pun sudah tak bersih lagi. Menilik cover dan fisiknya novel ini lebih pantas masuk museum. Namun judulnya yang membuat hati saya tergugah dan tangan tertarik meraihnya, Segurat Bianglalal di Pantai Senggigi. Bukan main, novel ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Salah satu penerbit paling besar di Indonesia.
Saya penasaran lantaran judul novel ini berbau ke-Lombok-lombok-an. Mungkin ini karya sastra pertama yang berbau Lombok. Padahal baru kemarin saya mengeluh kenapa sih ndak ada karya sastra yang merepresentasikan keindahan dan budaya Lombok ? sepertinya bukannya ndak ada, Cuma saya saja yang kurang baca.


SINOPSIS
Asri, Lindung, dan Lestari adalah 3 sekawan yang tak pernah terpisah. Sedari kecil mereka selalu bersama. Adapun tokoh utama dalam kisah ini adalah Asri. Ia tinggal bersama ibunya. Asri adalah murid paling pintar namun juga kadang-kadang nakal. Ia didoktrin oleh sang ibu bahwa hidup itu indah sebelum kita mengenal cinta. Kala cinta sudah menghampiri maka tidak ada lagi kata bahagia. Ini yang membuat dia tidak pernah mau serius menjalin hubungan dengan cowok. Padahal ia adalah salah satu primadona di sekolah.
Beda lagi dengan Lindung, ia anak paling montok diantara mereka bertiga. Montoknya over ( baca : gendut ). Yang selalu ada dalam fikirannya hanya satu ; makanan. Kalau disuruh milih dapat cowok ganteng atau makan gratis sebulan ia niscaya kan memilih makan gratis. Saya juga bakalan milih makan gratis lah, masak iya milih cowok ganteng ? ane masih normal, Bro.
Lestari sendiri dinobatkan jadi yang tercantik diantara mereka bertiga. Taraf ekonomi keluarganya pun paling lumayan. Ia sama seperti Asri, banyak diincar para cowok, tapi kalau Tari – panggilan Lestari – lebih bisa agak serius saat menjalin hubungan. Mereka bertiga menamakan diri trio ALL, sesuai huruf pertama nama mereka. Semboyan mereka adalah : One for ALL, ALL for one.
Sehabis UN mereka memutuskan liburan ke Lombok. Sebuah pulau di timur Pulau Bali. Namun sebenarnya mereka tak hanya ingin berlibur melainkan hendak mencari tahu keberadaan ayah Asri. Ya, ibu dan ayahnya pisah sedari ia kecil. Konon sang ayah kabur ( baca : selingkuh ) dengan adik angkat ibunya dan sejak itu tak pernah muncul lagi. Maka jangan heran jika ibu Asri mengalami trauma berat dengan yang namanya cinta dan lelaki. Setelah mengorek informasi dari beberapa sumber Asri pun tahu bahwa sang Ayah tinggal di Lombok. Dengan modal nekat mereka pun berangkat.
Sesampai di terminal Mandalika mereka melanjutkan perjalan menuju Pantai Senggigi dengan berjalan kaki. Konon disitu ada hotel milik paman Tari. Mereka menelusuri Mataram, Ampenan hingga akhirnya sampai di Senggigi. Menjelang petang hari barulah Tari menemukan “hotel” sang paman yang ternyata hanya cottage sederhana. Disitu tinggal dua bule Jerman.
Banyak keseruan khas anak muda yang terjadi saat trio ALL berusaha mencari ayah Asri. Termasuk perkara cinta lokasi. Tari yang terpesona oleh salah seorang bule pun memadu kasih hingga lupa pada Tomi, pacarnya di Jakarta. Asri pun jatuh cinta pada seorang pemuda sasak bernama, Segara. Inilah alasannya kenapa novel ini diberi judul Segurat Bianglala di Pantai Senggigi. Di pantai itulah buih cinta mereka meletup.
Bagaimanakah kisah percintaan si bule dengan Tari ? karena beberapa hari berselang, Tomi (pacar resmi Tari) datang menyusul mereka ke Lombok. Dan apakah Asri serius jatuh cinta atau hanya mempermainkan Segara sebagaimana yang ia lakukan pada banyak mantan-mantannya ? dan apakah Asri bisa bertemu dengan ayahnya ? baca sendiri ya, regh ! puanjang ceritanya. Biar ente penasaran.

Hal Menarik
Ini dia inti goresan saya. Ada beberapa hal menarik dari novel ini. sebagaimana yang terspesifikasi di atas, novel ini terbit tahun 1994. Cetakan pertamanya tahun 1993. Ente udah lahir belum ? kalau saya mah belum. Orang tua saja belum menikah ketika itu. So, kita bisa menarik kesimpulan bahwa novel ini terbit ketika zaman orde baru. Melalui novel ini saya tahu ternyata pariwisata Lombok memang sudah menggeliat sejak dulu. Pantai senggigi sendiri digambarkan begitu ramai. Hotel dan cafe sudah bejibun di pinggir pantai. Bule demi bule bagai pindang dijemur di pesisirnya.
Bahkan gili Trawangan pun dijadikan salah satu latar tempat. Beberapa latar tempat di cerita ini antara lain Pantai Senggigi, Bandara Selaparang, Pantai Batu Bolong, Senaru, Sendang Gile, Bayan, Rinjani, Gili Air, dan Gili Trawangan. Oiya, satu lagi ding, Pelabuhan Bangsal. Singkatnya hanya wilayah Lombok  bagian barat ( Mataram, Lombok Barat, KLU ) yang sudah lumayan terkenal saat itu. Adapun Lombok Tengah dan Lombok Timur sepertinya belum ter-ekspos.
Tapi ada satu hal yang membuat saya – sebagai orang Lombok dan penjunjung adat ketimuran – kurang sreg dengan kisah di novel ini. Yaitu representasi kehidupan remaja perkotaan yang ah sudahlah. Memang sih novel ini novel cinta, cinta ala remaja perkotaan yang main pegang tangan, peluk, bahkan cium itu sudah jadi budaya. Tapi ya saya juga punya selera to ? dan novel seperti ini bukanlah selera saya. Cukup jadi penghibur saja karena gaya bahasanya ala anak remaja dan kerap kali membuat saya tertawa sendiri. Tapi untuk pesan moral – bagi saya pribadi – ndak terlalu banyak.

Okey, saya kasih bocoran, Asri berhasil menemukan ayahnya. Tapi ayahnya bersama seorang wanita yang mirip sekali dengan Asri. Dia tak lain adalah saudara kembar Asri yang bernama Asih. Si bule Jerman terlibat persaingan sengit dengan Tomi untuk memperebutkan hati Tari. Dan Lindung terus menyantapi ayam taliwang hari demi hari. Sisanya ente baca dan cari tahu sendiri.
Well, ternyata Lombok pernah jadi latar cerita novel populer remaja di zaman orde baru. Diterbitkan oleh gramedia Pustaka Utama lagi. Ini jadi semangat buat saya dan calon novelis-novelis handal lain, Kak Ofi, Getar, Anshori, dan lain-lain. mari kita meng-Indonesiakan Lombok melalui karya. Tetap semangat
‘Isy Karima.. hiduplah dengan mulia

Jogjakarta, 22 April 2016
08:18 WIB

Muhammad Izzuddin

Komentar

  1. Halooo. Aku udah kama loh cari buku ini tapi gak dapat . penasaran sama buku ini soalnya aku cuma baca potongan - potongannya aja di buku bahasa indonesia SMP terbitan erlangga .

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer