Minggu, Facebook, Buku dan Bisnis Keluarga



Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Selamat berhari Minggu ria, Sodara-sodara. Apa kabar di weekend kali ini ? bagaimana cuaca di daerah Anda ? kalau mendung semoga tak membuat hati jadi murung. Jika pun terik menyengat semoga jadi pelecut dan penambah semangat. Saya laporkan dari Kota Gudeg, alias Kota Istimewa bin Kota Pelajar, bahwa cuaca di sini cerah ceria. Matahari bersinar tanpa penghalang. Tapi tidak menutup kemungkinan nanti siang, sore, atau malam, hujan kan mengguyur membasuh kulit bumi.
Dua hari ini saya absen menulis, sungguh bukan kabar baik. Tapi paling tidak alasan saya cukup kuat, pertama, mempersiapkan mosi dan latihan debat bersama Syamil dan Zahra – meski pada akhirnya digantikan Putri karena saya berhalangan – dan yang kedua, duka yang merundung keluarga ibu kost saya dan juga teman-teman di kost. Beliau berpulang ke pangkuan Sang Ilahi. Sebagai anak kost beliau tak elok rasanya tidak membantu keluarga yang tengah berduka. Oleh karena itu dengan segala rasa bersalah saya mohon izin ke kating ( kakak tingkat ) untuk mencari pengganti saya dalam berdebat melawan UMY kemarin. Alhamdulillah yang dipilih malah lebih baik dari saya, mari berikan apllause untuk Syamil dari Pesantren Al Amin dan duo Gontor, Zahra-Putri. Kalian warbiyasah... so proud of you.
Karena sekarang hari libur saya ndak mau bahas yang berat-berat. Saya Cuma ingin curhat, terserah mau dibaca atau ndak yang penting saya mau nulis. Jadi jangan di-bully okey? Saya terbangun dari tidur dengan kondisi kepala teramat berat. Sebenarnya pusing bin pening ini saya rasa sejak semalam, saya kira kalau udah ditidurkan beberapa jam akan hilang tapi malah menjadi-jadi. Walhasil after subuh saya tidur kembali. Sebuah keputusan yang sangat saya sesalkan karena ternyata pusing ini semakin mengubun-ubun. Freshcare sudah teroleskan namun masih juga terasa. Makan pun ndak nafsu, saat menulis goresan ini pun saya belum sarapan. Hanya secangkir kopi hitam + sale pisang yang masuk ke dalam badan. Itu saja sudah cukup. Minta doanya semoga pusing ini segera enyah, soalnya besok saya harus memoderatori diskusi resmi di HMJ ( Himpunan Mahasiswa Jurusan ). Isfini ya Robbi.
Oiya, Sodara-sodara. Ini adalah kali pertama jemari menari sembari online di Facebook. Ah, Facebook. Iya, kayak kata teman sekaligus dedek kami di kelas, Ahfie. Facebook – dulu – adalah primadona. Rasanya punya facebook itu kayak pacaran sama Isyana – meski saat itu Isyana belum booming. Maunya online terus, sebentar-sebentar nge-cek pemberitahuan dan yang paling absurd adalah menghitung grafik like yang kita raih dalam satu postingan. Kadang-kadang kita akan menulis “ thanks jempolx ” atau “ thanks likex ”. Padahal apa faidahnya coba ?
Tapi ngomong-ngomong tentang Facebook, saya juga punya kenangan yang kalau diingat-ingat sering bikin senyum-senyum malu sendiri. Pertama kali saya punya Facebook tahun 2010, tepat saat pantat ini duduk di kelas 2 MTs. Kalau boleh sombong nih ya, saat itu baru saya dan satu teman saya bernama Badarudin yang memiliki facebook. Saat jam istirahat, kami dengan bangga dan suara dibesar-besarkan bertukar cerita pengalaman berselancar di dunia maya. Membuat se-kelas memandang iri.
Lambat laun, satu persatu dari mereka meminta dibuatkan Facebook, dengan senang hati saya menyanggupi. Setiap hari saya pasti membawa satu print out yang berisi screenshot dan kata sandi akun FB. Saat itulah saya merasa jadi manusia terbaik. Bermanfaat bagi orang lain. 6 tahun lebih berlalu, kini mereka jauh lebih berkembang, bahkan ada yang telah memiliki lebih dari satu akun. Facebook yang dulu saya buatkan dipoligami. Tapi tak mengapa, itu adalah hak prerogatif mereka laksana Jonru yang bebas menggunakan haknya untuk terus mencari kekurangan-kekurangan Jokowi.
Namun, menurut saya pribadi, demam terhadap “mainan baru” adalah sebuah pola bagi setiap manusia normal. Saya ndak tahu teori psikologinya apa, tapi sekali lagi, saya berhipotesa seperti ini berdasarkan penelitian yang tidak sengaja saya lakukan. Orang yang baru punya facebook akan rajin update, dan tingkat rajin paling ekstrem adalah ketika dia selalu berfikir “ ntar mau bikin status apa ya? ”, maka jangan heran jika ada makhluk dunia maya yang update hal-hal kurang berfaidah. Itu tanda dia pemain baru di FB.
Bang, tapi dia udah lama punya FB dan yang di-update tetap aja hal-hal kurang berfaidah ? itu gimana menurut abang ?
Itu artinya dia ndak ada kerjaan, Dek. Biarkan saja, daripada mengisi waktu dengan narkoba. Sembari mendoakan semoga ia segera dewasa dalam bersikap di dunia maya. Jadi stop judge mereka ya. Saya pun ndak pernah nge-judge. Bukannya sok bijak, Cuma saya sadar, dulu pun saya lebih alay ketimbang mereka. #Astagfirullahaaladzim. Semoga Allah mengampuni ke-alay-an saya. Amiinn Ya Robbal Alamin.
Oiya, alhamdulillah dari dua buku yang saya pinjam di Grhatama Pustaka, satu buku sudah saya khatamkan berjudul “ Senja yang Mendadak Bisu ”. berisi kumpulan cerpen terbaik #KampusFiksiEmas2015. Kampus Fiksi adalah pelatihan kepenulisan gratis yang diinisiasi oleh Diva Press. Tapi untuk masuk menjadi pesertanya harus melalui tahapan yang begitu ketat. Makanya saya bangga, seorang kakak tingkat –  yang sama sekali tidak pernah saya panggil “kakak” – kami, Getar, pernah terpilih mengikuti Kampus Fiksi setelah cerpennya dinyatakan lulus. Mari tepuk tangan untuk beliau. Ngomong-ngomong beliau ini masih single lo. Mungkin ada yang berminat buat menghina saya persilahkan dengan ikhlas hati. Beliau orang yang sabar, cocok jadi pacar idaman, menantu idaman, pun selingkuhan idaman. Serba cocok pokoknya.
Satunya lagi buku bertajuk Epistemologi Qur’ani, Tafsir Kontemporer Ayat-Ayat Al-Qur’an Berbasis Materialsme-Dialektika-Histroris, karya ilmuwan Islam kontemporer, Muhammad Syahrur. Judul aslinya sih Al-Kitab wal-Qur’an: Qiraah Mu’ashirah. Saya memilih buku ini alasannya Cuma satu, penerjemahnya adalah paman saya sendiri, Paman Firdaus. Kandidat doktor islamic studies di UIN Sunan Kalijaga ini menterjemahkan kitab tersebut tahun 2003, saat berada di penghujung kuliah S1nya. Beliau salah satu inspirator saya dalam keluarga setelah Bapak dan Mamak. Paling tidak saya punya ‘azam, sebelum lulus S1 harus punya karya sendiri berupa buku, persis atau bila perlu melebihi apa yang telah beliau lakukan.
Oiya sekarang keluarga kami memiliki cabang usaha publishing, jadi buat teman-teman di Lombok yang berminat cetak buku, kalender, poster, atau kartu nama tinggal Japri ( PM ) saya saja. Dijamin harga bersaing dengan kualitas bagus. Mau cetak sedikit-banyak tetap kami terima. Cabang usaha kami yang lain adalah makan ringan, untuk sementara ini yang tersedia adalah Sale Pisang dan Dodol Pisang “Milenium”. Bisa didapatkan di toko-toko dan supermarket seluruh Lombok. Cuma belum masuk Indomaret sama Alfamart sih. Doakan bisa ekspansi ke luar daerah. Pak Edi Akhiles bernasihat, Bisnis itu mekanismenya profit, tapi orientasinya berbagi. Bisnis akan terus jalan karena laba dan dengan bisnis tersebut kita bisa berbagi dan menyediakan lapangan pekerjaan. Super sekali bukan ?
Oke, demikian dulu goresan asburd ini. Dan di penghujung tulisan ini nampaknya saya sudah dapat judul yang tepat. “ Minggu, Facebook, Buku, dan Bisnis Keluarga ”. ndak nyambung ya ? ah sudahlah, saya mau makan dodol dulu.
Tetap semangat !!
Isykarima.. hiduplah dengan mulia

Jogja, 17 April 2016
10:59 WIB

King Izzu

Komentar

Postingan Populer