Resensi : Cinta dan Hati Istri-Istri Sukarno (3-Habis)
Yuk lanjut,
Sodara-sodara... semoga bisa habis di goresan ke-3 ini.
Ratna Sari Dewi
Menurut saya inilah istri
Sukarno yang paling cantik, imut, good looking lah pokoknya. Wajar saja,
made in Japan, regh. Nama aslinya Naoko Nemoto. Ia terlahir dari
keluarga miskin di Tokyo. Untuk meringankan beban keluarga dan membiayai
kuliahnya sendiri, ia bekerja paruh waktu. Karena memiliki tubuh menarik, wajah
cantik, dan suara yang jauh lebih merdu dibandingkan zaskia gotik, Naoko
menjadi seorang geisha di klub malam Jepang, Akasaka’s Copacabana. Kala
itu klub malam ini paling terkenal seantero Jepang.
Awal tahun 1959, Sukarno
bertandang ke Jepang bersama beberapa menterinya. Sukarno sangat senang berada
di Jepang. Ada beberapa alasan untuk itu. Pertama, Jepang adalah salah satu
kota transit paling strategis di dunia. kedua, berkaitan dengan kesukaan
pribadinya – ketertarikan pada dunia malam Tokyo.
Untuk menghormati tamu,
tuan rumah tentu memberi servis terbaik. Mereka tahu Sukarno sangat mengagumi
wanita cantik, maka dibawalah Sukarno ke Akasaka’s Copacabana. Di tempat
itulah Sukarno pertama kali berjumpa dengan Naoko Naemoto. Orang yang
mempertemukan mereka adalah Kubo Masao, seorang pengusaha Jepang yang hendak
berinvestasi di Indonesia.
Singkat cerita mereka pun
sama-sama jatuh hati. Tanggal pernikahan mereka tidak jelas. Namun ada yang
menyebutkan mereka menikah secara diam-diam pada tanggal 3 Maret 1962. Pada
hari perkawinannya, Naoko berazam menganut Islam dan mendapatkan nama Indonesia
yang anggun dari Sukarno ; Ratna Sari Dewi.
Banyak yang berpendapat
Dewi sengaja diutus pemerintah Jepang untuk memuluskan diplomasi kedua negara.
Tapi seyogyanya tidak seperti itu, Dewi berkenan menikah dengan Sukarno murni
karena cinta. Hanya saja dalam perjalanannya banyak penguasaha Jepang yang
mendekati Dewi agar mempengaruhi kebijakan ekonomi Presiden Sukarno.
Kenyataannya memang berhasil, perusahaan Jepang mendapat banyak proyek. Tentu
perusahaan yang disetujui oleh Dewi. Bahkan saya baru tahu, salah satu hotel gede yang dekat dengan kos saya, Hotel
Ambarukmo adalah proyek yang diberikan pemerintah Indonesia pada Jepang atas
persetujuan Dewi.
Dewi menjadi saksi
penting pergolakan 30 September. Ia juga hadir di samping Sukarno bersama
Hartini – istrinya yang lain – menjelang detik-detik nafas terakhir Sukarno.
Dari hubungannya dengan Sukarno, Dewi memiliki seorang putri yang diberi nama
Kartika Dewi Sukarno.
Haryatie
Pertemuan Haryati dengan
Sukarno diawali kala Haryati tampil menari Minakjingga di hadapan sang
presiden. Sukarno tersihir liukan tubuh Haryati yang bergerak indah. Singkat
cerita, saat mereka berdua sudah sama-sama terjatuh dalam lautan cinta, Sukarno
pun melamar Haryati. Ia tak kuasa menahan gejolak dalam dada pun Haryati tak
sanggup untuk mengatakan tidak pada pria yang telah merebut hatinya itu.
Pasca menjadi istri
presiden, Haryati dituntut berubah. Kini ia harus lebih menjaga sikap. Terasa
mimpi memang, dia hanya rakyat biasa yang suka menari kini telah diperistri
orang nomor satu Indonesia. karena itulah ia mengaku belajar banyak pada Inggit
Garnasih – mantan istri Sukarno.
Suka duka ia lewati
bersama Sukarno. Pada saat menikah yang ia tahu hanya ada Fatmawati dan Hartini
yang menjadi istri sah beliau. Siapa sangka ternyata masih ada
perempuan-perempuan lain yang terlambat ia tahu. Ia mirip seperti Fatma, hati
yang sensitif dan merasa tak nyaman dengan kebohongan. Hingga akhirnya Sukarno
pun menceraikan Haryati. Momok menakutkan bagi seluruh wanita. Haryati sama
seperti Utari, Inggit, dan Fatma, diceraikan Sukarno. Namun kenangan bersama
sang kesayangan tak kan terlupa hingga akhir hayat.
Yurike Sanger
Wanita ini sedikit beda
dari yang lain. karena kala Sukarno menikahinya ia masih duduk di bangku SMA 7
Jakarta. Dengan keindahan kata-kata, Sukarno berhasil mengambil hati gadis
belia usia 16 tahun itu. Mereka pun menikah dengan saksi dari pihak keluarga
Yurike dan Chairul Saleh yang kala itu menjabat Wakil Perdana Menteri.
Tahun 1965 Yurike hamil.
Tapi sayang kandungannya bermasalah dan harus dioperasi. Parahnya lagi ia tak
diizinkan mengandung selama 3 tahun ke depan. Sukarno kala itu tengah melawat
ke luar negeri. Ketika di rumah sakit ada seorang dokter muda yang menaruh hati
pada Yurike. Ia selalu menemani Yurike mengisi waktu luang agar tak kesepian,
sampai-sampai Yurike diberikan televisi 14 inci.
Sekembali dari luar
negeri Sukarno langsung menjenguk Yurike dan meminta maaf tidak bisa
membesuknya langsung karena sibuk. Sukarno kaget dan cemburu besar melihat TV
pemberian sang dokter. Ia pun langsung mengganti TV itu dengan TV ukuran 24
inci. Di sini tergambar jelas Sukarno adalah pria pencemburu dan sangat tidak
suka harga dirinya disaingi. Tidak mau kalah.
Hingga pada suatu hari
sang dokter membawa tumpukan majalah untuk Yurike, siapa tahu dengan membaca
majalah ia tak suntuk. Itulah asal muasal kesedihan Yurike. Karena di cover
majalah paling atas terpampang jelas foto Sukarno bersama ibu Ratna Sari Dewi,
belum lagi foto mesra Sukarno dengan artis cantik Italia. Ia cemburu bukan
main. Ia kira istri Sukarno hanya Fatmawati dan Hartini, lambat laun ia tahu
lebih banyak wanita yang belum ia tahu dalam kehidupan Sukarno. Perceraian
Sukarno dan Yurike terjadi secara alami karena pada tanggal 21 Juni 1970
Sukarno meninggal.
Heldy Djafar
Ia juga gadis biasa.
Kecantikan alami yang dimiliki berhasil memikat hati sang proklamator. Heldy
termasuk wanita yang sedikit sulit Sukarno dapatkan karena ia harus
berkali-kali menemui Heldy guna meyakinkannya akan keseriusan menjalin hubungan
resmi. Sukarno pernah berujar “ Saya tahu kau tak cari saya, saya juga tak
mencari kau. Tapi Tuhan sudah mempertemukan kita, kok masih tidak mau ? ”. dan
bisa ditebak espisode selanjutnya ? Heldy luluh dan jatuh cinta teramat dalam
pada Sukarno. Padahal saat itu beda usia mereka 46 tahun.
Saat melangsungkan
pernikahan adalah saat suka dan duka bagi Heldy. Karena di waktu yang
bersamaan, ayahnya meninggal dunia di Tenggarong. Heldy adalah bukti meski di
tengah kacaunya stabilitas politik dan keamanan negara, geliat kejantanan
seorang Sukarno sama sekali tak meredup. Memang benar menurut orang-orang
terdekatnya, wanita adalah sumber kekuatan sekaligus titik kelemahan seorang
Sukarno.
Sebagai istri paling muda
Heldy tidak mendapatkan kebahagiaan yang ia damba. Apalagi saat itu Sukarno
sudah kehilangan kekuasaan dan menjadi tahanan rumah. Ia sempat bertahan
beberapa tahun hingga akhirnya meminta pisah dengan Sukarno. Meski Sukarno mengatakan
“ Jangan tinggalkan saya ”, namun dengan berat hati Heldy tak bergeming akan
pendiriannya. Ia masih muda dan ia berhak memiliki masa depan. Mereka pun
berpisah.
Sodara-sodara. Lega saya
resensi ini bisa kelar juga. Mohon maaf kalau terkesan sangat diringkas. Karena
sebagaimana yang saya katakan di awal, sangat tidak mungkin merincikan satu
persatu lembaran kisah cinta Sukarno dengan istri-istrinya. Saran saya kalau
mau tahu dan penasaran silahkan baca sendiri bukunya. Insya Allah terdapat di
toko-toko buku kok. Kalau gak ada nyari aja di perpustakaan. Wong ini
aja saya pinjem di perpus.
Akankah Bung Karno
seorang playboy ? saya rasa terlalu tendensius mengatakan demikian. Sukarno
bukan playboy, ia adalah pencinta wanita. Perbedaan antara playboy dan pencinta
wanita adalah pada keberanian dan kejujurannya. Sukarno pun adalah pribadi yang
sanggup memberi kesan manis bagi istri-istrinya. Terbukti mereka semua jatuh
cinta dan masih mengenang kebersamaan di masa silam.
Faktor usia pun tak jadi
soal. Sukarno menikah dengan yang lebih dewasa darinya, hampir sepantaran,
hingga yang terpaut 46 tahun di bawahnya. Di sini kita benar-benar sadar bahwa
cinta tak memandang usia.
Yang bisa kita contoh
dari kisah Sukarno adalah bagaimana tingkah dan tuturnya memperlakukan dan
memuliakan wanita. Meski sesekali ada yang tersakiti. Sebagai lelaki kita juga
harus tahu bahwa wanita bisa jadi sumber kekuatan dan kelemahan. Pepatah
mengatakan dibalik kesuksesan seorang lelaki ada sosok wanita yang tangguh. Pun
sebaliknya, di balik kehancuran seorang lelaki ada wanita yang ikut ambil
bagian. Yang baik silahkan contoh, yang tidak baik jadikan pelajaran saja.
Lalu untuk para wanita,
belajarlah dari istri-istri Sukarno. Kalian bisa belajar kedewasaan,
kecerdasaan, hingga pengabdian tulus seorang wanita pada suaminya. Lelaki dan
wanita adalah simbiosis mutualisme. Hubungan kita bukanlah hubungan kompetitif,
melainkan hubungan komplementer. Saling melengkapi, saling mengisi, dan saling
menguatkan satu sama lain. okeh ? mari bacakan al fatihah untuk Bung Karno, al
fatihah... !!!
Terima kasih. Isy
karima... hiduplah dengan mulia
Di siang
menjelang asar
Yogya, 10
April 2016
14:18 WIB
King Izzu
Komentar
Posting Komentar