Ketika Usia Menua
Kemarin saya
solat zuhur di sebuah mushola. Ketika baru saja selesai berwudu saya dikejutkan
dengan datangnya seorang kakek tua renta yang berjalan gemetaran sembari
memegang selangkangnya. Ia mengenakan sarung lusuh, bajunya kemeja kusut, nampak
seperti bertahun-tahun tak pernah disetrika. Kulitnya sudah keriput, bahkan
sangat keriput, andai kata diolesi pond’s, citra, garnier, vaslin, ataupun
autan ( lho kok ? ^_^ ) sulit rasanya mengembalikan kehalusan kulit sang kakek
berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Dua hal yang
membuat saya kaget dengan kedatangan sang kakek. Pertama, raut wajah beliau
begitu mirip dengan ilmuwan albert enstein. Miriiiipp banget ! sampai-sampai
muncul asumsi dalam hati apakah dia adalah kembaran dari albert enstein yang
terbuang ke bumi seribu masjid ini ? ah it’s imposibble. Einstein kan wafat berpuluh
tahun yang lalu, andai ia memiliki kembaran pasti tuanya sudah akut banget.
Yang kedua,
kakek tersebut datang dengan tubuh bergetar, memegang selangkangnya yang
dibalut kain lusuh karena air kencingnya tak bisa ia tahan. Otomatis beliau
berjalan sembari terkencing-kencing tanpa kendali. Bisa dibayangkan air kencing
tersebut membasahi dari mulai gerbang mushola, halaman yang ia lewati sampai
tempat orang-orang beruwudu’.
Untungnya
saya sudah masuk ke dalam mushola ketika kakek tersebut datang sehingga bisa
sholat terlebih dahulu. Beberapa menit seusai menunaikan kewajiban 4 raka’at
ternyata si kakek masih saja mengekspor kencingnya dengan tubuh gemetar. Ya
Allah, miris rasanya dalam hati. Iba dan rasa prihatin muncul seketika. Beliau
pasti memiliki penyakit sehingga tidak bisa menahan kencing seperti itu.
Saya pun
berdo’a sebelum keluar dari mushola. Berdo’a memohon kebaikan dan tentunya
berdo’a supaya si kakek tadi kuat dalam menjalani masa tuanya. Seusai berdoa
ternyata sang kakek sudah tidak ada di situ. Saya melihat seorang bapak-bapak
paruh baya yang tengah membersihkan sisa-sisa kencing si kakek dari gerbang
sampai ke tempat wudu’. Alhamdulillah, masih ada orang baik di sekeliling kita
di tengah degradasi moral yang tengah melanda kebanyakan ummat manusia.
Beberapa hal
saya sadari dengan kejadian di depan mata ini, singkat namun kaya makna. Sekuat
apapun fisik kita, sehebat apapun kekuasaan kita, dan sekaya apapun kita pasti
jika tidak ji’un duluan kita akan memasuki masa tua terlebih dahulu.
Masa dimana kulit yang tadinya halus menjadi keriput, fisik dan otot yang
tadinya kencang mulai mengendur, pandangan yang jelas berubah menjadi kabur,
serta kekuatan fisik bermetamorfosis menjadi kelemahan dan ketiada berdayaan.
Inilah
siklus kehidupan, dari mulai bayi => anak-anak => muda => tua =>
wafat. Perpindahan kondisi dalam hidup adalah hal yang pasti. Tidak bisa kita
hindari. Kalau Allah mentakdirkan kita berumur panjang ( amiinnn ) masa tua
adalah hal yang lazim kita rasakan. Yang harus kita lakukan saat ini adalah
mempersiapkan masa tua agar tetap bisa berjiwa muda. Menjaga kesehatan dimasa
muda agar masa tua dapat tetap enerjik dalam beraktifitas.
Ada banyak
sosok yang usianya sudah menua tapi masih enerjik dalam menjalani masa tua
beliau. Saya punya guru besar sewaktu di ponpes hikmatusysyarief. TGH. M. Zahid
Syarief, beliau walau sudah berusia kepala enam namun masih semangat dalam
mengajar dan belajar. Terkadang kami sebagai murid beliau malu terhadap diri
sendiri. Beliau mampu bangun jam 2 pagi sedangkan kami sering kali ketika jam 2
tersebut masih asyik dalam mimpi indah masing-masing.
Rasa kagum
pada sosok yang tetap berjiwa muda berapapun usianya membangkit semangat dan
tekad dalam hati. Usia bukanlah penghalang bagi kita untuk terus berkontribusi
pada masyarakat. Apalagi yang kala usia
mudanya mampu memberikan kontribusi luar biasa dan bermanfaat bagi orang
banyak. Sungguh merekalah inspirator untuk kita yang masih menapaki jalan menuju
marhalah manusia terbaik.
Jika kita
mempersiapkan dengan baik, matang, dan tepat maka insyaAllah masa depan kita
termasuk pula masa tua kita nanti akan tetap terisi dengan hal-hal yang positif
dan bermuatan kebaikan. Mari menabung kebaikan sejak dini agar hasilnya bisa
kita panen kemudian. Seandainya hasilnya tak bisa kita panen di dunia, tenang
saja ! di akhirat pasti kita akan memanennya. Mengutip bait sebuah lagu dari
bang haji rhoma irama “ bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian ”.
semoga kita bisa menjadi insan-insan yang berkontribusi baik untuk ummat.
Amiinn. ^_^ wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar