Balada Anak Kos



Sejak beberapa bulan ini saya resmi berpindah nama, tadinya saya anak rumahan sekarang saya anak kos. Tapi bukan berarti saya adalah buah hasil hubungan gelap antara rumah dengan tukangnya, tidak ! ini hanya sebuah majas untuk orang-orang yang tinggal di kos-kosan,  seperti saya ini. Tempat saya belajar memang cukup jauh dari rumah karena itulah guna penghematan lampak nae ( ketularan virus OMJ Lombok Post TV nih :D ), penghematan waktu, dan lain-lain juga setelah menempuh musyawarah keluarga maka saya pun memutuskan untuk tinggal di sebuah kos-kosan.
Flashback 6 tahun ke belakang. Saya memang anak pesantren. Tapi pesantrennya deket banget dari rumah, bahkan tiga tahun terakhir asrama saya tepat berada di belakang rumah. Sungguh saya belum pernah merasakan bagaimana jauh dari orang tua, saya tidak pernah merasakan kegembiraan ketika santri-santri dihadiahi libur dan bisa pulang ke kampung halaman masing-masing. Apalagi yang namanya lauk sederhana, kelaparan, dan kangen suasana rumah. Bagaimana tidak ? tiap hari ngeliat rumah terus!
Terkadang saya iri di saat waktu libur sudah usai, teman-teman pasti berlomba-lomba buat status di FB, temanya macem-macem, ada yang seperti nggak rela kembali ke penjara suci karena masih kangen rumah, ada juga yang berusaha menyemangati diri untuk kembali ke pondok, ada pula yang tidak buat status karena kebetulan belum punya FB ketika itu :D, tapi tak ada FB SMS pun jadi, bagi yang tak memiliki FB kebanyakan mengirim status phone ke seluruh kontak dalam HPnya. Masa muda memang masa yang unik kalau di pikir-pikir. Inilah dampak kemajuan teknologi. Hobinya buat status, tiada hari tanpa status, tapi semakin dewasa seseorang biasanya juga bisa dilihat dari substanti status yang ia buat. Wallahu a’lam lah :).  Dan alhamdulillah, sekarang kawan-kawan saya rata-rata sudah punya FB, dan syukurnya mereka nggak membeli FB bekas di pasar loak :D. Artinya mereka tidak salah jalan dalam menapaki kemajuan teknologi.
Sekarang apa yang ingin saya rasakan dulu benar-benar terasa. Kangen rumah, kangen orang tua, kangen masakan mama, kangen berantem sama adik-adik saya yang kadang-kadang merangkap jadi asisten pribadi saya :D. I miss it !! alhasil terkadang isi status FB saya temanya ya kayak gitu. Hehe...
Inilah balada anak kos, makan sendiri, nyuci sendiri, ngelamun pun sendiri. Ketika para pahlawan perlahan mulai keluar dari dalam dompet utamanya menjelang akhir bulan saya pun hanya bisa mengheningkan cipta di hadapan dompet lusuh ini. Kadang-kadang ingin rasanya makan  lalapan, bakso, nasi goreng, martabak, dan lain-lain. Tapi tentu sebagai anak kos yang bijak, arif bijaksana, dan rajin menabung saya harus pandai dalam mengatur keuangan dengan kata lain tidak boros.
Tapi sudah dua hari ini saya rasanya ingin sekali makan nasi kotaraja yang terkenal pedas tapi maknyos itu ! semua orang lombok pasti tahu kotaraja ! dan sebagian besar pasti tahu nasi kotaraja kan ? tapi saya hanya bisa menahan ludah karena nasi kotaraja hanya dijual di kotaraja yang jaraknya tentu jauh dari kosan saya. Bahkan kotaraja lebih dekat dengan rumah nenek saya.
Namun takdir Allah berkata lain, semalam melalui perantara seseorang saya pun bisa makan nasi kotaraja. Kebetulan dia dari kotaraja dan saya pernah cerita kalau saya suka nasi kotaraja. Alhamdulillah rezeki nggak kemana. Saya pun sukses menghabiskan satu porsi nasi kotaraja sampai titik penghambisan. Pedas yang terasa justru menambah nafsu makan. Selama jadi anak kos baru kali ini saya merasa kekenyangan :D. Alhamdulillah. Semoga yang kasih nasi kotaraja dimurahkan rezekinya oleh Allah, dan jangan kapok-kapok begini lagi ya. ( Hahaha.. modus :D )
Seusai makan saya pun duduk santai di dalam kos, tentunya memberikan kesempatan bagi tubuh untuk mencerna makanan yang baru masuk dengan baik. Tidak sengaja saya memperhatikan tubuh kecil ini. Teringat dulu diri ini  pernah berikhtiar menggemukkan badan dengan makan banyak, tapi penambahan berat hanya sedikit. Betapa aneh bukan ? kadang-kadang kita sudah makan dalam kuota yang banyak, berkilo-kilo gram nasi. Tapi coba perhatikan penambahan berat badan kita ? hanya sedikit, lalu kemana makanan yang banyak itu di alirkan ?
Biologi menjelaskan hasil penyerapan makanan diolah dan dialirkan untuk berbagai kebutuhan dalam tubuh, ada yang menjadi tenaga, kotoran, dan lain-lain. Tapi saya tertarik menganalogikan antara makan dan postur tubuh dengan proses belajar mencari ilmu. Belajar ibarat makan dan hasilnya bagaikan postur tubuh. Andaikata jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh berbanding lurus dengan perkembangan tubuh ini bayangkan bagaimana besar dan tingginya kita ? tapi dengan kuasa Allah meskipun berkilo-kilo makanan masuk namun tubuh tetap berkembang sesuai dengan fasenya.
Begitupula belajar, kita tidak bisa menuntut hasil belajar langsung ketika usai belajar. Baru saja selesai belajar kemudian seketika pintar adalah hal yang kecil kemungkinan bisa terjadi. Belajar itu ibarat proses memasukkan makanan ke dalam tubuh, akan terlihat hasilnya ketika nanti sudah berjalan lama. Kita perlu makan selama 20 – 30 tahun hingga mencapai perkembangan yang maksimal. Belajar pun demikian, tak seperti mie instan yang kurang 5 menit bisa kita santap. Belajar membutuhkan proses yang panjang. Karena itulah sangat diperlukan kesabaran dalam melalui proses tersebut.
Makan malam ini membuat saya sadar bahwa menjadi anak kos pun adalah proses penderitaan menuju kesuksesan. Nggak ada orang sukses yang nggak menderita, artinya sukses itu tidak mudah, sukses harus digapai dengan menghadapi kesulitan demi kesulitan yang setia menghalang. Kita harus tahan batin, kuat dalam pendirian. Perjalanan masih panjang, mari siapkan tenaga untuk berjuang. Semoga nasi kotaraja yang sudah merasuk ke dalam tubuh ini bisa menjadi energi positif untuk belajar dan belajar. Amiinn ^_^. Ahh jadi pengen nasi kotaraja lagi .. hehe...
Salam semangat ^_^

Komentar

Postingan Populer