hujan mengajarkan kehidupan
Tadi malam
untuk pertama kalinya hujan deras mengguyur kota santi Pancor Lombok Timur. Sebelumnya
hanya mendung yang menggumpal lalu gerimis cuma sekedar singgah dan mataharipun
kembali cerah. Sedangkan di derah lain bagian pulau Lombok ini saya dapat
informasi bahwa hujan hampir setiap hari mendinginkan suasana. Utamanya di lombok
bagian barat. Jadi kangen suasana rumah ketika hujan :’( ( nangis
terbahak-bahak :D )
Alhamdulillah,
saya bersyukur begitu pula kebanyakan orang pasti bersyukur tatkala hujan yang
sudah sekian lama tidak bertamu akhirnya datang kembali. Ketika hujan turun
saya laksana melihat sang kekasih hati datang dengan senyuman terindahnya
setelah tiga kali puasa tiga kali lebaran kami tidak berjumpa ( LEBAY, :D, padahal
saya kan jomblo ).
Banyak faktor
yang menyebabkan kita sudah seharusnya bersyukur karena turunnya hujan. Semua kita
tahu bahwa hujan salah satu bentuk rahmat tuhan yang diberikan kepada bumi dan
penghuninya. Dengan hujan petani-petani bisa lega karena tanaman di ladang
mereka tidak akan kekeringan kekurangan air, tumbuh-tumbuhan bisa minum
sepuasnya untuk kemudian berfotosintesis dengan baik lalu memberi kontribusi
berupa buah-buah yang manis untuk manusia konsumsi.
Guru-guru
kita pun sering mengajarkan bahwa salah satu waktu dimana doa begitu mudahnya dikabulkan
oleh Allah SWT ialah tatkala hujan turun. Apalagi semalam hujan mengguyur mulai
dari bakda magrib sampai waktu isya’ bahkan lebih. insyaAllah yang berdoa
diwaktu tersebut mustajabnya kuadrat. Allah maha mendengar dan Allah maha tahu
apa yang kita inginkan :D. Jangan berhenti berdoa lebih-lebih pada waktu-waktu
dimana do’a cepat dimustajab oleh-Nya.
Salah seorang
adik kos saya pun nyeletuk dengan riangnya “ yes, akhirnya hujan juga ! tidur kita
bakalan adem malam ini ”. saya hanya senyum-senyum sendiri mendengar kalimat
tersebut. jadi inget beberapa malam yang lalu ia kerap kali tidur di teras kos
tanpa sehelai selimut pun, pernah juga ia tidur di lantai paling atas kos kami
dimana bagian atas hanya beratapkan langit yang bertaburan bintang. Alasannya Cuma
satu ; tidur di kamar itu buat badan gerah. Dan tadi malam dia pun sukses tidur
dengan nyenyak di kamarnya sendiri.
Kenangan dalam
memori ingatan saya memflashback sebuah kejadian beberapa tahun yang
lalu. Tepatnya saat saya duduk di bangku kelas 2 madrasah aliyah. Ketika itu
pelajaran PKn, guru kami ustad Lalu Rusdan adalah salah satu ustad yang kerap
mengajak kami untuk berfikir kritis. Di sekolah beliau juga membawakan
pelajaran geografi untuk kelas 1 aliyah selain tentunya PKn. Sering beliau
menyelangi materi dengan hal-hal di luar materi pelajaran namun tentunya tetap
bermuatan ilmu pengetahuan.
“ siapa yang
bisa jawab, jumlah air yang ada di dunia ini, tetap, bertambah, atau berkurang
? ” beliau memberikan kuis. Beragam jawaban dari saya dan kawan-kawan coba
menanggapi. Beliau begitu menghargai jawaban kami yang belum tentu kebenarannya
bahkan jawaban yang terkesan tong kosong nyaring bunyinya. Substansinya nol
besar.hehe. “ alasannya apa terus side ( bahasa lombok- artinya anda ) jawab
seperti itu ? ” lanjut beliau. Kembali jawaban yang berbeda-beda membahana
dalam kelas.
Setelah beberapa
saat mendengarkan asumsi dari kami beliaupun menggambar sebuah lingkaran besar
di papan. Lalu memberikan bulatan-bulatan di beberapa titik dari lingkaran
besar itu. Terakhir, barulah beliau memberikan judul skema tersebut “ siklus
hidrologi ”. aku pun bergumam. Siklus artinya pergantian, perputaran atau
perpindahan yang bersifat sementara sedangkan hidrologi kayaknya diambil dari
kata hidro yang berarti air. Ah, kita coba dengar apa penjelasan ustad
nantinya.
“ jumlah air
di bumi tetap karena air itu bersiklus yang diberi istilah siklus hidrologi ”.
air hanya berpindah tempat untuk sementara, air yang di awan pada saatnya nanti
akan turun ke bumi. Air yang di danau, sungai, maupun lautpun akan ada masanya
di mana ia berpindah ke awan melalui proses penguapan dan pengembunan.
Well ! air
yang banyak orang katakan sebagai sumber kehidupan kita ternyata bersiklus. Namun
kalau kita renungkan bukan hanya sumber kehidupan itu saja yang bersiklus. Kehidupan
kita pun ibarat air. Kita berasal dari tanah, dan akan kembali ke tanah pula. Itulah
siklus kehidupan kita.
Hujan tadi
malam menyadarkan saya akan siklus kehidupan yang tak jauh beda dengan siklus
air. Januari 1996 adalah waktu saya dilaunching ke kehidupan dunia. Dan akan
datang dimana saya harus meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya dan hanya
Allah yang tahu kapan waktu itu. Begitupun dengan sahabat-sahabatku yang tengah
membaca tulisan sederhana ini. Setinggi apapun gelar dan pangkat kita, entah
sarjana atau profesor kita pasti akan mendapatkan gelar almarhum/almarhumah. Sudah
siapkah kita ? sekali lagi sudah siapkah kitaaaa ???
Ya Allah ! saya sadar saya pasti mati tapi
saya takut ketika nanti saya sudah tidak di dunia saya tidak bisa bersua dengan
nikmat kubur apalagi surgamu. Terlalu banyak noda dan dosa yang sudah saya
torehkan selama ini. Ampuni saya dan seluruh sahabat-sahabat saya utamanya yang
membaca tulisan ini ya Allah. Terima kasih sudah mengirimkan hujan untuk kami
dan terima kasih sudah menyadarkan saya melalui hujan semalam ya Allah.
Sahabatku,
semoga kita bisa menjadi hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur, mampu bersabar,
kuat dalam cobaan, legowo dalam menyikapi kepahitan hidup, dan selalu bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke
hari. insyaAllah. Kita tentu tahu jika baik yang kita kerjakan di dunia maka
baik pula yang akan kita tuai di akhirat kelak. Untuk mempersiapkan kematian
sebenarnya kita tahu apa yang harus kita lakukan, tinggal bagaiamana diri kita
masing-masing mengeksekusi pengetahuan kita tersebut agar meninggal dalam
kondisi husnul khotimah.
Oiya terima kasih atas keluangan waktu sahabat
yang telah membaca goresan pemuda pengejar mimpi yang masih banyak kekurangan
ini. Semoga bermanfa’at. Amiinn. Wallahu
a’lam.
Komentar
Posting Komentar