KATAK YANG TULI ( 4 )
“ Anggap saja sekarang
kamu adalah orang kota yang lagi liburan di desa, nikmati saja, izz ”
Kalimat mamak sekelabat
melintas di beranda pikiran. Betul juga kata mamak di telpon tadi. Sejujurnya
ada kekurang nyamanan kala pertama tiba di Pare. Nyamuk yang mati satu terbang
seribu, colokan di kamar yang hanya satu buah, dan masih banyak lagi. Namun aku
ingat betul salah satu pesan moral novel Rindu gubahan bang Tere Liye. Setiap
orang berhak mendapatkan kedamaian hati. Daripada terus menggerutu mengeluhkan
kekurangan, lebih bijak jika aku berdamai dengan keadaan agar hati ikut damai
dan segenap jiwa raga bisa menikmati hari-hari di Pare dengan penuh kesyukuran.
Lambat laun aku serasa
pulang ke kampung halaman. Suasana disini benar-benar suasana desa. Tidak ada
gedung pencakar langit, mall besar, bising pabrik, apalagi hedonisme buta.
Hampir mirip dengan kampung halamanku di Lombok sana. Disini aku bisa menyadari
kehadiran miliaran malaikat. Bukankah para penuntut ilmu selalu diiringi
langkah kakinya oleh malaikat-malaikat Allah ? ada ribuan penuntut ilmu disini,
itu berarti sebanyak itu pula malaikat yang menaungi kampung Inggris. Berkah
melimpah dah tuh.
Sembari menunggu extended
class ( kelas tambahan ) dimulai, ku kayuh sepeda ke arah selatan. Putri
mengikuti di belakang. Tujuanku hanya ingin melihat hamparan persawahan yang sempat
aku lihat tadi pagi. Aku berhenti di bawah sebuah pohon yang cukup rindang.
Sekejap kemudian Putri mengikuti. Saat itu bukan hanya sawah yang membuatku
layaknya diundang untuk singgah. Tapi juga hembusan angin yang cukup romantis
dan di ujung hamparan sawah bertengger sebuah menara masjid yang cukup indah.
Aku selalu terkesima kala menatap menara. Apalagi menara yang tinggi menjulang.
Mungkin efek novel negeri lima menara yang pernah kubaca.
Satu dua peserta kursus
melintas mengayuh sepeda. Di tengah sawah beberapa petani terlihat telaten
membajak ladang. Terik matahari yang tersaring gumpalan awan cukup mengurangi
kadar gerah siang itu. Angin merambat pelan menerpa raut wajah yang berminyak
karena lelah dan gerah. Di sisi yang lain gundukan gunung bertengger dengan gagahnya,
entah gunung apa. Maybe Kelud. Salah satu gunung yang dekat dengan
Kediri.
Aku sengaja membawa Putri
ke sini sembari menunggu kelas tambahan dimulai pukul 13:00 siang. ia datang
dari Semarang, ibukota Jawa Tengah. konon rumahnya gak jauh dari UNDIP.
So, aku bisa menyimpulkan bahwa istananya di Semarang berada di tengah kota.
Tentu persawahan di kota besar layaknya Semarang sudah mulai limited edition.
Semoga kesegaran dan keelokan hamparan sawah nan hijau yang menghiasi pelupuk
mata kali ini bisa memberi efek positif untuk mood kami.
Kami pun mulai ngobrol
dengan tema yang random. Dari hanya sekedar bercanda ringan, bercerita
tentang pengalaman, sampai akhirnya membicarakan tentang mimpi-mimpi besar
kami. Sebuah mimpi yang terlahir dari keoptimisan akan kasih sayang Tuhan dan
keyakinan bahwa ridho Allah ada pada ridho orang tua.
Waktu dan kuota bicara
kami bagi dengan merata. Ada saatnya aku bicara dan Putri menyimak. Pun kala
Putri bicara aku menyimak dengan penuh khidmat. Gadis ini pandai memposisikan
diri, kapan harus mendengarkan dan kapan harus memberi tanggapan. I feel
comfortable. Lamat-lamat aku pandangi wajah gadis lulusan Gontor ini. Raut
wajah yang teduh, senyum yang begitu sering terulas melambangkan keramahan si
empunya, nada bicara gadis Jawa yang cukup khas terekam jelas oleh telinga. Aku
tahu ia punya mimpi. Mimpi yang terlahir bukan dari ambisi pribadi melainkan
niat suci membahagiakan surga kecil yang Allah titipkan untuknya di dunia,
keluarga tercinta.
Aku mendengar ulasannya
dengan penuh semangat. Benar kata om Mario Teguh. Semangat itu menular. Jika
engkau ingin tetap semangat bergaullah dengan orang yang menjaga semangatnya.
Begitu pula dengan galau, menular rek. Semakin sering anda bercengkrama
dengan orang yang hobi mengeluh maka semakin besar pula kemungkinan anda
tertular menjadi orang yang hobi ngeluh. Semangat Putri bisa aku rasakan dari
getaran suara dan tatapan matanya. Semangat yang menyentrum saraf-saraf
sensitif dalam hati dan pikiran. Namun kesentrum semangat gak bikin
mati, malah sebaliknya, menghidupkan hasrat untuk terus berbenah diri.
Bibir ini hanya bisa
memberi tanggapan dan dukungan. Entah kenapa, aku merasa memiliki beberapa
kesamaan dengan Putri. Mungkin kesamaan
itulah yang membuatku spontan sharing tanpa sebelumnya minta
kesediannya mau mendengarkan atau tidak. Untungnya ia adalah pendengar yang
baik.
“ Kamu pasti tahu, Put,
ridho Allah ada di ridhonya orang tua, pada ayah dan bundamu. Kamu bisa tumbuh
dewasa sampai sekarang, bisa sekolah, nyantren di Gontor, sampai kuliah di UGM
semuanya berkat siapa ? berkat kerja keras, keringat, dan doa dari mereka kan ?
Bukan kami atau teman-temanmu yang membuat kamu bisa melangkah sampai sejauh
ini. Tapi mereka, dua malaikat terindah yang kamu miliki di dunia.. !!! So,
raih keridhoan mereka, ikuti apa perintahnya, bahagiakan mereka. Jangan terlalu
mengutamakan teman-teman. bukan maksudku menganggap mereka gak penting,
sama sekali gak. Kaga buta dan juga teman-teman kita yang lain adalah
keluarga kita juga, mereka sahabat kita, mereka penting untuk kita, namun orang
tua lah yang jauh lebih penting, yang lebih berhak untuk kita utamakan
kebahagiannya. So, Jangan jadikan keraguan seperti itu menghalangimu untuk
berusaha. Apalagi demi membanggakan dan membahagiakan orang tua. Ikhtiar aja,
put. Berusaha, semaksimal yang kamu bisa upayakan. Terlepas berhasil atau tidak
yang penting kamu sudah usaha, tetap semangat ”
“ Yang harus kamu garis
bawahi adalah ketika kamu berjuang dan berkorban untuk menggapai ridho orang
tua, gak akan ada istilah menyesal di akhir. Mungkin kamu akan menemui
kesulitan, ujian, rintangan, bahkan mungkin pandangan negatif dari mereka yang
memang hobinya hanya men-judge orang tanpa mengetahui orang yang ia
katai itu seperti apa. Tapi yakinlah, jika kamu bersabar, ikhlas menjalaninya,
dan tetap husnuzon pada takdir-Nya, di ending nanti kamu gak akan
berhenti bersyukur. Ini masalah Ikhtiar, Kesabaran, dan Tawakkal ”
Hening tercipta. Mata kami
sama-sama memandang luasnya hamparan persawahan. Padi yang bergoyang seakan
bercumbu dengan semilir angin. Mengagungkan Takdir Langit. Ketetapan Sang
Pencipta.
“ Aku punya sebuah cerita
fabel, mungkin kamu pernah dengar, cerita ini aku dapat waktu di pondok dulu,
tentang katak yang tuli, pernah denger Put ? ” aku menoleh pada Putri.
“ belum ” ia menggeleng
“ kamu mau denger gak ?
”
“ iya, boleh ”. gak kebayang
kalau Putri menjawab gak mau. Bakalan malu ama jangkrik di sawah aku.
Hoho.
“ alkisah, di sebuah
Negara Kesatuan Republik Katak, diadakan sayembara Panjat Pinang. Ribuan katak
dari berbagai provinsi ikut andil. Penonton pun sudah menyemut memenuhi arena
sayembara. Oh iya, sayembara itu disiarkan oleh seluruh stasiun TV swasta
nasional sehingga bisa disaksikan oleh katak-katak dari depan layar kaca. Bisa
juga streaming di youtube..”
Aku menghela nafas
sejenak
“ satu persatu katak itu
mulai melompat dan memanjat. Baru dua kali lompatan katak-katak itu pun
terjatuh, gagal, disoraki penonton, huuu,, payah, begitu terus.
Sampai-sampai penonton mulai men-judge, alah, peserta yang ini paling ntar
jatuh juga kayak yang lain. Akhirnya tiba giliran seekor katak. Ia mulai
lompatan pertama, dalam hati tak lupa Katak itu mengucap bismillah :D. Nampaknya
ia adalah Katak yang rajin beribadah. Bahkan mungkin ketika lomba itu ia tengah
berpuasa sunnah. subhanaAllah :D. Satu lompatan berhasil, namun penonton di
bawah malah meneriaki huuu,,, jatuh.... jatuh,... jatuh... lompatan
kedua, berhasil. Namun penonton masih saja menyoraki. Katak itu terus melompat,
memanjat dengan sekuat tenaga. Ajaib, katak itu berhasil sampai di puncak, ia
menang put, ia berhasil ” aku menoleh sejenak ke Putri, syukurlah ia masih
mendengarkan orang kurus ini bicara.
“ saat katak itu turun ia
langsung dikerubungi wartawan, ada wartawan SCTV, RCTI, sampai NET TV ikut
mewawancarainya ” untuk bagian ini, jelas, aku hanya mengada-ngada. Putri pun
paham, ia hanya tersenyum dan masih mendengarkan.
“ mister Katak, apa
rahasianya sehingga anda berhasil mencapai puncak panjat pinang ini, tidak
seperti katak-katak yang lain? tanya
seorang wartawan. Katak itu tersenyum dan berdehem dua kali lalu menjawab, rahasianya
satu, sewaktu saya memanjat, saya pura-pura tuli, saya pura-pura tidak
mendengar apapun, saya fokus pada tujuan saya untuk sampai di puncak, karena
jika saya mendengar omongan penonton saya pasti akan down dan terpengaruh,
ujung-ujungnya jatuh seperti katak yang lain, dan saya tidak mau seperti itu makanya
saya pura-pura tuli ”
Hening sesaat.
“ kamu paham kan maksud
cerita ini, put? ” aku melirik ke arah Putri.
“ iya, aku paham,
insyaAllah, makasih, izz ” tatapannya masih memandang jauh hamparan sawah.
“ terkadang kita harus
pura-pura tuli ketika orang lain men-judge kita, mematahkan semangat, dan
meremehkan kita, tulilah pada tempatnya ”
Cukup lama kami habiskan
waktu di pinggir sawah, Pohon rindang itu menjadi saksinya. Terjadi barter
motivasi dan semangat antara kami. Aku bisa merasakannya, semoga Putri juga
demikian. Sungguh indah bisa berbagi dalam kebaikan. Semoga Allah memberkahi,
doaku dalam hati.
“ eh, udah jam berapa
nih, ke UK yuk, mungkin extended kelasnya udah dimulai ” Putri mengingatkan
sembari menatap jam tangan imutnya.
Aku menyeringai, diikuti
Putri. Kembali, kaki kami mengayuh sepeda. Kali ini ke arah barat. Menuju UK,
salah satu kelas Global English. Siang itu, diiringi semilir angin yang berdesis
lembut kami kembali melanjutkan perjuangan mengais pundi-pundi pengetahuan di
kampung Inggris. Bismillah...
Jogjakarta,
27 Januari 2016
22:09 WIB
Komentar
Posting Komentar