EROPA KW ( 7 )
Langkah terus berpacu
menelusuri lorong bawah tanah. Aku sempat ragu, masuk trowongan ini gratis gak yah ?. sepasang muda-mudi
berpapasan dengan kami. Ku beranikan diri bertanya
“ mbak, masuk lewat
trowongan ini gratis gak ? ”
“ iya, mas, gratis kok ”
wanita itu tersenyum. Lumayan.
Tadinya aku hendak minta
pin BBM atau id line mbak itu, sayang ia tengah bersama seorang laki-laki,
mungkin pacarnya. Kuurungkan niat. Daripada beresiko dan mengancam nyawa.
Simpang 5 gumul adalah
salah satu ikon kota kediri. Masyarakat yang hendak ke situ bisa memilih dua
jalan. Langsung menuju Bangunan yang terletak di tengah persimpangan jalan raya
atau melewati trowongan bawah tanah yang berjumlah 4 buah. Tersebar di 4 arah
mata angin. Masuk kesini gratis kok. Jadi buat anda yang tengah kekurangan
finansial namun ingin hang out, simpang 5 gumul adalah pilihan tepat.
Pemandangannya keren, suasana nyaman, dompet pun aman.
Kini kaki kami telah
berdiri di hadapan bangunan Eropa KW itu. Angin bertiup cukup kencang. Kerudung
Putri dan Syahnaz terkibas begitu indah. Mereka bagai dua wanita di serial
televisi yang tengah berdiri penuh kemenangan. Menatap ke depan, siap
menghadapi tantangan, dengan segenap keberanian. Bagai wonder women dapat
hidayah. Ah, elegan sekali. Sedangkan
aku ? lebih mirip orang kurus di iklan salah satu susu bubuk, dimana sang
bintang iklan terbang dibawa balon. Saking kurusnya. Bedanya aku terbang
dihempaskan angin. Namun untunglah fisik orang kurus ini tidak melayang dibawa udara.
Tubuhku cukup strong untuk bertahan.
Matahari mulai beranjak
ke barat. Sinarnya terhalangi pohon-pohon besar dan tentunya bangunan Eropa KW.
Membuat sebagian besar sisinya teduh. Kali ini lebih ramai. Banyak orang
berkumpul. Ada yang duduk-duduk cantik di pelataran bangunan, berfose dengan beragam
gaya terbaik, mengangkat tongsis tinggi-tinggi, memasang senyum teranggun, mulut
dimonyong-monyongin, tak lupa kepala di miringkan, cekrek cekrek. Ada
pula yang asyik bercengkrama ria dengan kolega. Memecah tawa bahagia. Melipur
lara yang singgah dalam dada. Menikmati kesejukan yang bikin betah. Seakan tak
ingin berpindah.
“ Naz, tempat ini bagus
ya buat prawed? ” aku menilik Syahnaz
“ iya, bener, bagus ”
sejenak Syahnaz memandang lamat-lamat bangunan Eropa KW dan sekilingnya.
Tersenyum penuh arti.
Hening.
“ ah, besok aku mau
prawed disini ah ” lanjut Syahnaz
“ eeeaaaaaa...” Putri tersenyum
menggoda. Selama ini, aku dan Putri begitu kompak menggoda Syahnaz. Itu sudah
menjadi hobi baru kami di Pare.
Imajinasiku membayangkan
Syahnaz dan Fikri melakukan sesi foto pra wedding mereka di sini. Mengenakan
pakian serba putih. Bukan kain kafan. Fikri dengan tuksedo berdasi kupu-kupu,
hidung mancungnya mengkilat diterpa matahari yang turut bahagia melihat mereka
akhirnya bersama. Syahnaz menggunakan gaun putih sepanjang 5 meter, berbalut
hijab modis namun tetap syar’i. Tak lupa mawar merah berada di tengah-tengah
mereka. Digenggam erat. Seerat ikatan yang menyatukan mereka berdua. Fikri dan
Syahnaz tersenyum bersama, cekrek cekrek cekrek. Zamzam mulai memainkan
tuas kamera andalannya.
Nyeenngg....
nyeeennngg..... nyeennggg.... Knalpot racing milik sebuah motor membuyarkan imajinasiku. Ah
andai saja tidak terbuyarkan aku yakin bisa membuat sebuah Film untuk Syahnaz
dan Fikri.
Lalu lintas di simpang 5
mulai padat. Dari ke lima sisi, mobil dan motor hilir mudik bergantian. Bagai
gelombang yang tiada berujung. Sesekali bus puspa indah melintas. Itu bus yang
kami tumpangi dari Kampung Inggris tadi pagi. Mobil mewah, kelas menengah,
sampai yang biasa-biasa saja meramaikan siang menjelang sore itu. Berbagai
kendaraan gede macam truk dan fuso juga berlalu lalang di pelupuk mata.
“ Nanti kalau kita gak
dapat bis, kita numpang itu aja ” Putri menunjuk sebuah truk yang melintas.
Aku dan Syahnaz tertawa.
“ loh, disini gak ada
taksi lo, daripada kita gak bisa pulang ? ” bela Putri sembari tersenyum.
Pupilnya dimatanya membesar akibat senyum yang merekah. Indah.
“ insya Allah kita dapat
mobil kok, Put ” ucapku. Syahnaz mengangguk.
Memang, insting anak
pondok mirip-mirip dengan anak kos. Tak ada rotan akar pun jadi. Tak ada
shampo, sabun pun jadi. Tak ada uang, ngutang pun jadi. Tak ada bis, truk pun
jadi. Jelas itu insting yang bagus. Asal jangan sampai tak ada jodoh, homo pun
jadi. Itu insting yang mudharat. Haram. Naudzubillahi min dzalik.
Apakah kami ber-selfie
kembali ? sudahlah jangan ditanya. Ngobrol ngalor ngidul dengan tema yang
random pun sudah jadi tradisi. Satu hal yang aku gak pernah sangka akan
kami lakukan disitu. Membaca. Bukan baca status di medsos ataupun meme
Instagram. Tapi buku. Iya, buku. Pemkab Kediri menyediakan perpusatakan
berjalan di Gumul. Kami bertiga berburu buku yang menumpuk di raknya. Syahnaz
memilih sebuah novel terjemahan, Putri membaca Buku tentang kesehatan, dan aku
memutuskan membaca buku tentang islam. Imanku tengah menanjak kala itu.
Diatas hamparan rumput
kami bersila. Ditemani tiupan angin menggelitik sekujur raga. Tangan
membolak-balik buku bacaan masing-masing. Kerudung Putri dan Syahnaz kembali
terkibas. Sungguh mempesona. Menambah keanggunan. Hey, lihatlah ! Wonder women
syariah lagi baca. Mungkin sebentar lagi mereka akan menutup buku lantas pergi
untuk menyelamatkan dunia. tak lupa memanjatkan doa sebelum berperang. Kalau
wonder womennya lagi gak uzur ( baca : haid ) mungkin mereka akan sholat
sunnah dan sujud syukur pasca berhasil menyelamatkan dunia.
Sungguh nikmat membaca di
tempat sejuk seperti Gumul. Bathin kami kompak menggumam, tempat ini bikin
betah, rek. Rasanya kami akan merindukan Gumul dan suasananya sekembali
dari Pare.
“ Put, Syahnaz ” aku
berseru. Setelah memastikan mereka memperhatikan aku melanjutkan omongan.
“ hari ini, detik ini, di
siang menjelang senja yang menyejukkan ini, lihat ! kita memijakkan kaki di
Eropa KW. Tapi percayalah, beberapa tahun lagi, kita pasti bisa menapakkan kaki
di Eropa yang ori, Eropa asli, percayalah ! meski kita belum tahu bagaimana
cara mewujudkannya ” ucapku dengan nada bergetar.
“ mantap,, aammiinn ”
balas Syahnaz
“ Amiinn ya robbal alamin
” Putri menelangkupkan kedua tangan lalu mengusap ke wajahnya. Di siang
menjelang sore itu, doa kami bertiga terbang ke langit dengan kecepatan yang
sangat mengagumkan. Dibawa oleh para malaikat. Entah apa jawaban doa kami,
namun semoga saja jawabannya “ iya ”.
Menjelang asar kami
beranjak pulang dengan menumpang bus puspa indah kembali. Kali ini kami
kebagian tempat duduk paling belakang. Bis ini ada ACnya meski tidak terlalu
berfungsi dengan maksimal. Putri dan Syahnaz menikmati perjalanan dengan
beristirahat. Mungkin mereka lelah. Aku sendiri tengah memesan tiket kereta api
untuk kepulangan kami minggu depan.
Malamnya aku dan Putri
memutuskan untuk istirahat lebih awal. Tentunya di camp masing-masing. Kami
lumayan letih. Beda dengan Syahnaz. Ia bersama teman-teman di kursus Al-Azhar –
termasuk Fikri – menikmati malam minggu di taman Kili Suci. Tidak jauh dari
Kampung Inggris. Tak lupa aku dan Putri mengucapkan selamat malming kepadanya
via Grup WA. Enjoy your moment, Naz.
Saat aku tengah duduk
seorang diri di camp, sebuah bayangan hitam sekelabat melintas. Ku buang
pandangan. Sejauh mata melihat tidak ada apa-apa. Kosong. Aku lanjutkan membaca
buku Grammar yang ku beli beberapa hari lalu. Tanpa memikirkan bayangan apa
yang tadi. Mungkin halusinasiku saja. Aku cukup letih. Tiba-tiba tubuhku
terhantam keras dari depan. Aku terpental membentur tembok lantas tertidur di
ubin. Sakit bukan main. Sejurus kemudian tepat di pelupuk mata sosok dengan
mata merah melotot menatap tajam. Tangannya putih pucat terasa dingin membelai
rambut. Bulu kuduk berdiri. Ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Keringat dingin bercucuran. Aku ingin berteriak meminta tolong namun tangannya
kini mencekik leherku. Nafasku sesak. Oh Tuhan, ini kali pertama aku melihat
kuntilanak sungguhan. Live, di depan mata. Makin keras ia mencekik makin
menderu pula nafas dan desahanku. Aku sudah tak kuat, sakit sekali, tubuhku
gemetar, meronta dan plaaakk !
Aku terperanjat. Ku
tengok samping. Akbar dan Wisnu terbangun. Aku segera tahu apa yang terjadi, “
huh, i’m sory, bro, continue your sleep, my dream is so scary, forgive me ”.
untung Cuma mimpi. Nafasku
masih memburu. Jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku beristigfar beberapa
kali. Untung disamping koperku ada air mineral. Ku minum beberapa teguk. Lantas
duduk mematung beberapa saat. Kalau boleh jujur, sejak lahir, ini pertama kali
aku mimpi horor.
Astagfirullah, i
haven’t praying isya.
Tubuh beranjak melangkah
ke kamar mandi untuk take ablution ( wudu’ ). Huh, paling tidak dengan
perantara mimpi horor tadi aku jadi gak kelewatan solat isya’. Nampaknya
aku ketiduran ketika tengah memegang tab. Terima kasih miss Kunti, sudah
membuatku terperanjat. Kalau bukan karena hantu yang paling ditakuti Putri itu
mungkin aku harus mengqada’ solat isya ke solat subuh.
“ Allahu Akbar ” Solat
pun ku tunaikan. Masih dengan tubuh bergetar. Bulu kuduk kembali terbangun,
seakan dibelai dari belakang.
Jogjakarta,
30 Januari 2016
17:46 WIB
King_Izzu
Komentar
Posting Komentar