BOKEP Dan BOKER ( 2 )




Better late than never. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Pepatah ini yang kami aplikasikan. Aku, Akbar, dan Wisnu sama-sama terdaftar sebagai peserta program tanggal 10 januari. Akbar selama 1 bulan sedangkan aku dan Wisnu hanya dua minggu. Di awal kebersamaan kami, rasa canggung jelas ada. Kami laksana orang-orang yang dijodohkan dan kini tengah dalam proses ta’aruf. Mengenal lebih dalam. satu hal yang aku sukai dari mereka berdua, mereka bukan homo. Artinya, keperjakaanku akan aman selama disini. (*abaikan lagi bagian yang ini)
Lambat laun kami mulai akrab. Pun juga dengan para tutor yang notabene lebih banyak daripada jumlah member. Di kemudian  hari barulah kami menyadari bahwa camp tersebut sebenarnya dikhususkan untuk para tutor. Namun karena kami terlambat datang dan camp yang lain sudah terisi penuh akhirnya kami di tempatkan di camp tersebut. bergabung dengan para tutor. Entah berkah atau musibah. Bagai anak ayam yang baru menetas dan masuk ke sarang Elang senior.
Suatu malam Mr Anam, tutor paling dewasa di camp tersebut mengetuk pintu. Oleh Akbar dan Wisnu, aku diberi amanah untuk membukanya. Sungguh sebuah kehormatan bagiku. Pintu pun aku buka dengan sedikit mengangkat. Karena kalau tidak begitu, pintu tersebut akan berdecit dan mengeluarkan bunyi berisik. Mr Anam tersenyum ke kami semua. Setelah menyapa ia pun menjelaskan bahwa kami wajib berbahasa Inggris selama di camp ini. detailnya aku tidak ingat betul tapi poin omongan beliau aku pahami. Maklum masih pemula.
“ yes, we will try it ” aku menyeringai diikuti anggukan kepala dari Wisnu dan Akbar.
Sejak malam itu, english area berlaku. Haram hukumnya berbahasa Indonesia dan bahasa yang lain kecuali jika sedang menelpon. Jika diantara kami tidak mengetahui suatu vocab dalam bahasa Inggris kami diharuskan mengatakan how to say...
Uniknya, pasca english area diberlakukan kami jadi semakin dekat. Tabiat asli kami pun mulai nampak ke permukaan. Akbar adalah orang yang paling kepo diantara kami. Ia banyak bertanya tentang jurusanku dan Wisnu. Tentunya dalam bahasa Inggris. Kami pun menjelaskan dengan bahasa Inggris. Gak peduli grammar dan pronounciation kami berantakan sing penting ngomong wae.
Percaya atau tidak kami jadi semakin dekat dan akrab kala membahas hometown ( kampung halaman ) masing-masing. Aku tidak banyak bertanya tentang kampung halaman Wisnu karena ia berasal dari Jogja. Tempat dimana 6 bulan terakhir aku tinggal. Aku hanya menanyakan beberapa hal yang belum ku ketahui di Jogja. Malam itu, di kamar yang bertetangga langsung dengan kamar mandi kami mulai mendeskripsikan kampung halaman.
Aku pun mulai bercerita tentang Lombok. Pantai-pantainya, gunung Rinjani, dan air terjun yang bertebaran. Tidak lupa pelecing, sate bulayak, dan berbagai kuliner khasnya. Sampai akhirnya aku menceritakan kini Lombok sudah punya 3 mall. Padahal sebelum aku hijrah ke Jogja hanya ada satu mall di lombok. Only one, just Mataram Mall. Namun kini sudah bertambah dua unit.
“ but, you know, the name of that mall is so very funy in my mind ” aku terus berkoar, entah gramatika yang kupakai tepat atau salah.
“ what’s the name? ” Akbar penasaran
“ yes, what’s name ? ” Wisnu ikut-ikutan. Mata keduanya menilik seolah ikut bertanya.
“ first, Lombok Epicentrum Mall, and the second is Lombok City Center ”
Mereka melongo. Menatap bingung seolah protes lucunya dimana ??
“ but, we often, how to say menyingkat, Lombok Epicentrum Mall with BOKEP, so if there is someone ask to his friends, hy where are you go ? i’ll go to Bokep, the meaning is LomBOK EPicentrum Mall ” aku menjelaskan dengan bahasa Inggris yang sekedarnya. Mereka berdua tertawa. Wisnu sampai memukul-mukul bantal. Dibalik tawanya seolah-olah ia berujar, oalah, orang Lombok kreatifnya perlu disensor.
“ and the second, Lombok City Center, this mall near from my house, we usually call that mall with BOKER. So, if there is someone ask his friend to go to that mall, he will say, hay guys, let’s go to Boker, the meaning is LomBOK City CentER ” aku melanjutkan.
Tawa mereka kali ini lebih pecah
“ are you kidding, guys ? ” Akbar memastikan
“ no, no ! i’m seriously, my friend tell me like that ” ujarku seraya mangacungkan telunjuk dan jari tengah bersamaan.
“ actually i never visit Lombok Epicentrum Mall and Lombok City Center, because that mall finished to build when i was in Jogja. But, if i go home to Lombok maybe i will visit it ”
“ the poeple in Lombok is very how to say kreatif, you know ” Akbar masih tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Aku memang berniat hanya bercanda kepada mereka. Namun perihal singkatan dua mall baru di Lombok tersebut, sungguh aku tidak bercanda. Aku membacanya dari postingan salah seorang teman belum lama setelah Lombok Epicentrum Mall di buka. Adapun Lombok City Center, aku sendiri yang berinisiatif memberi julukan. Just kidding, not for serious. Semoga saja tidak ada yang tersinggung.
Sejak malam itu. Pasca membahas Bokep dan Boker kami jadi semakin dekat. Saat ada waktu makan malam bersama kami sering berdiskusi tentang banyak hal. Dari diskusi sederhana sampai ke permasalahan ekonomi liberal dan komunis. Lalu mendiskusikan kebobrokan bangsa ini dari kacamata mahasiswa. Meskipun Wisnu adalah mahasiswa Hukum namun ia penyuka buku-buku sejarah. Kebetulan, kami bertiga adalah penggemar buku. Dipercaya atau tidak, kami sering berada dalam kamar bertiga namun tak bersuara karena fokus pada bacaan masing-masing.
Perlahan aku mulai nyaman berada di camp Elang senior itu. Aku, Wisnu, dan Akbar sepakat menyebut satu sama lain dengan julukan my fucking friend atau my fucking brother. Itu bahasa Inggris gaul, maknanya sahabat sejatiku. Di Instagram kami sudah saling follow. Dengan Wisnu aku sudah bertukar ID LINE. Adapun dengan Akbar kami sudah mengetahui nomor telpon masing-masing. Rencananya saat menghadiri wisuda kakakku di UB nanti aku akan menumpang di kontrakannya selama di Malang. Begitu pun dia ketika ke Jogja aku dan kos ku siap menjadi tempat istirahatnya.  Terima kasih BOKEP dan BOKER. Kau telah membuat kami menjadi semakin akrab. Dan yang lebih penting lagi, menjadi semakin nyaman dan mengenal satu sama lain. Aku bersyukur bisa bertemu dan kenal dengan mereka. My fucking friends. Kesederhanaan camp terkikis dengan kedekatan dan kekompakan kami.
Kami punya satu hobi baru saat itu. Berburu nyamuk dengan raket yang disediakan khusus oleh tutor. Letak camp yang bersebelahan dengan kali di jalan flamboyan dan bertetangga langsung dengan kebun menjadi lahan strategis para nyamuk betina mencari mangsa. Ada keseruan dan kepuasan tatkala raket tersebut berbunyi dan mengeluarkan percikan api kecil saat menghantam nyamuk. Ah betapa jahatnya kami. Namun dari pada darah menjadi korban lebih baik kami melawan. Terkadang autan atau sofel pun jadi tameng ampuh. Membuat pasukan nyamuk enggan mendarat di kulit. Aku laksana iko Ewais dan nyamuk-nyamuk ini adalah musuh-musuhku. So great...
Jogjakarta 25, Januari 2015
17:09 WIB

Komentar

Postingan Populer