Untuk Bunda dan Sebuah Cinta

Mentari terlahir kembali di ufuk timur. terik. Menghangatkan. Memberi semangat baru bagi kehidupan. Mengeringkan pakaian jutaan orang. Membantu proses fotosintesis pada tumbuhan. Maka nikmat Tuhan mana kah yang hendak kau dustakan ? satu hari lagi sudah terlewati dengan sempurna. Bersyukur. Paling tidak pagi ini matahari masih terbit di ufuk timur. karena kelak, pada waktu yang entah kapan namun pasti, sang pusat tata surya akan terbit di barat. Penanda kiamat mendekat.
Burung camar masih tak bosan bermain di angkasa. Sepagi ini mereka terbang ke sana ke mari. Entah kemana tujuannya. Yang jelas mereka bahagia. Dahan-dahan pohon menjadi tempat transit mereka. Sekedar untuk menghela nafas melalui pundi-pundi udara. Kemudian mengepakkan sayap lagi dan terbang melawan angin dengan penuh pesona.
Kehangatan mentari dan pesona burung camar di atas gubuk perantauanku mengiringi sepotong memori yang kudapati kemarin. 22 Desember, ditetapkan sebagai hari ibu oleh pemerintah Indonesia. keputusan ini keluar pada tahun 1959. Diteken langsung oleh presiden Soekarno. Ya, kemarin adalah hari ibu. Hari dimana media sosial ramaian dengan postingan “ selamat hari ibu ”. ada yang menyertakan foto kebersamaan mereka dengan sang bunda. Juga yang menyiratkan rindu tiada tara karena dirinya dan bunda terpisah oleh jarak dan waktu. Sebagian kecil lebih memilih untuk memposting quote-quote bijak. “ bukan selamat hari ibu yang terpenting, melainkan doa untuk kedua orang tua dalam setiap sholat dan sujudmu ”. hm, ada benarnya juga.
Risih hati kala dalam perjalanan menuju kampus bertemu dengan gerombolan mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri tengah melakukan aksi turun ke jalan guna memperingati hari ibu. Jiwa sok tahu saya terketuk, sejurus kemudian ngedumel. Hari ibu kok turun ke jalan ? lebih baik kalau bisa ya temui langsung bunda di rumah, pulang, cium tangannya, buat beliau tersenyum, tunjukkan bahwa kau mencintainya tiada tanding. Bukan dengan turun ke jalan lantas bagi-bagi bunga.
Saat itu saya merasa banyak yang salah kaprah dalam memperingati hari ibu. Seorang sahabat berpendapat “ buat apa peringati yang kayak gitu, zu. Hari ibu itu setiap hari bagi kita ”. sebenarnya tadi pagi saya sudah menelpon ke Lombok hendak bicara dengan mamak dan basa basi mengucapkan selamat hari ibu. Namun mamak tengah memandikan si kecil Fahri. Waktu Fahri sudah bersih malah tukang sayur langganan yang datang dan membuat mamak lebih memilih menemuinya daripada berbicara dengan anaknya ini. aduh, jadi baper kan. Kuurungkan niat pagi itu. Mamak masih sibuk.
Rasa penasaran membuat saya kepo pada mbah google. Apa dan bagaimana latar belakang hingga 22 desember ditetapkan sebagai hari ibu. Setelah mengetik pertanyaan lalu diakhiri tombol enter, mbah google berfikir beberapa detik. Dahinya terlipat, sejurus kemudian beliau pun memberi jawab. Seperti biasa si mbah menyediakan banyak jawaban, saya harus cermat dalam memilih situs yang menjadi rujukan. Laman okezone.com pun saya klik.
Dari artikel sederhana di portal milik Haritano soedibjo itu saya mengetahui ternyata pada tanggal 22-25 desember 1928 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I bertempat di kota Jogja ini. perempuan-perempuan tangguh dari beberapa daerah di Jawa dan Sumatera berkumpul guna membahas peran mereka dalam merebut kemerdekan. Wanita memang kaum yang dilindungi namun bukan berarti tidak bisa berkontribusi. Indonesia pun mengakui. Tahun 1959 oleh presiden Soekarno kaum feminis ini pun dihargai secara simbolik melalui penetapan hari ibu nasional.
Saya pun paham kenapa gerombolan mahasiswa tadi turun ke jalan. Mungkin begitu cara mereka menghargai ibu-ibu disaat para pembuat meme di Instagram ramai-ramai menjadikan ibu-ibu penunggang motor sebagai obyek lawakan. Begitu cara mereka menghargai peran kaum wanita dalam memperjuangkan kemerdekaan. Saya malu pada diri, gerutukan yang bersemayam serta merta kuhancurkan tanpa ada sisa berserakan dalam palung perasaan.
Hari ibu sebaiknya kita jadikan sebagai momentum bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih pada bunda. Mensyukuri kemerdekan yang diajarkan bunda. Kemerdekan dari kebodohan dan jiwa-jiwa kebinatangan. Juga sebagai ajang lebih menghargai lagi kehadiran bunda di sisi kita. Jangan sampai engkau lebih banyak menghabiskan pulsa untuk menelpon kekasihmu daripada bundamu. Malu sama dompet, itu isinya masih dikasih semua, vroh.
Alhamdulillah malam harinya saya bisa berbicara dengan bunda. Menyinggung tentang hari ibu. Berbicara ngalor ngidul, bertukar kabar, bertanya keadaan adik-adik, bisnis keluarga, juga sepeda baru yang baru bapak beli yang konon harganya lebih mahal dari tab saya. jujur, seperti ada gaya gravitasi untuk pulang ke Lombok namun saya harus bertahan dan bersabar. Tanah rantau masih harus dijadikan medan juang. Untuk masa depan lebih cemerlang.
Beberapa kawan pun ada yang berujar “ selamat hari ibu, semoga ibuku dan ibumu menjadi besan ”. quote yang sangat super baper bukan ? jangan terlena, quote ini mengandung humor. Saya pun iseng membuat quote “ selamat hari ibu untuk calon ibu dari anak-anakku kelak, juga untuk calon ibu tiri mereka ” nah lohh. #abaikeun #apasih.
Well, hari ibu bukan hanya 22 desember. Tanggal tersebut hanya simbolisasi saja. Pada hakikatnya setiap saat setiap waktu adalah hari ibu. Agama tidak mengajarkan berbakti pada ibu pada 22 desember tok. Namun birrul walidain, berbakti pada kedua orang tua harus dilakukan sepanjang waktu dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun. Selamat hari ibu. Terimakasih mamak, terima kasih bapak. Doa selalu terpancar dalam setiap ibadah untuk kita semua. Semoga Allah meridhoi dan memberkahi.
Putra kalian, Muhammad Izzuddin.

Jogjakarta, 23 desember 2015
07:23 WIB


IZZU




Komentar

Postingan Populer