RINDU Kota Santri



Siluet sunrise mulai melukis di ufuk timur. Mega merah kekuningan menambah pesona. Bagai guratan kuas cantik menggores kanvas keindahan. Perlahan siluet semakin terkikis. Digantikan cahaya matahari yang mulai menyemangati. Daerah di timur pasti sudah disambanginya. Sinarnya terus membuncah sama seperti rasa rindu dalam bathin yang juga membuncah. Menggugah ingatan dalam balutan kesan dan kenangan. Merindukan tanah kelahiran. Pulau seribu masjid. Lombok.
Hari ini UAS semester pertama resmi dimulai. Pukul 11:30 WIB nanti percakapan arab 1 siap menantang. insyaAllah saya pun siap melawan. Melawan dengan kejujuran, keikhlasan, dan tawakkal tingkat tinggi. Semoga semua berjalan lancar. Semoga soal-soal bisa kutaklukan. Aaaammiinn.
UAS bukan alasan untuk libur menulis. Well, kali ini substansi tulisan saya akan berisi kerinduan demi kerinduan. Bukan rindu pada mantan, naudzubillahi min dzalik. Hanya harapan yang tersisa untuk barisan para mantan, semoga mereka bahagia dengan kehidupan mereka sekarang. Seperti saya yang bahagia dengan status single yang melekat selama ini. jomblo itu mulia. Dan saya adalah penganut ideologi jombloisme. Ada yang mau mengikuti ideologi saya ? ^_^.
Pasca lulus dari Madrasah Aliyah dan tidak bisa melanjutkan ke bangku kuliah langsung karena sebuah kompetisi yang harus dijalani, saya memutuskan mondok lagi di sebuah pesantren setara perguruan tinggi, Ma’had Darul Qur’an wal Hadist NW Pancor. Keputusan ini adalah pilihan bukan pelarian. Karena MDQH NW Pancor merupakan salah satu dari sekian target yang saya tuju pasca lulus disamping Universitas Al Qarawiyin Maroko, UIN Malang, dan Universitas Al Azhar Kairo, dll.
Takdir pun membawa saya ke MDQH NW Pancor. Bapak saya mendukung karena notabene beliau juga salah satu mutakharrijin ( alumni ) ma’had tersebut. Sungguh rasa syukur dan bangga bertengger dalam jiwa bisa menjadi bagian dari ma’had. Disinilah para mahasantrinya dibina, dibimbing, dan dikader menjadi anjum nahdlatul wathan ( bintang-bintang Nahdlatul Wathan, organisasi kami tercinta ).
Itulah momen yang pagi ini saya rindukan. Berseragam serba putih. Tidak ada seragam lain seperti pramuka apalagi putih abu-abu. Sarung sederhana membungkus langkah kaki, baju koko putih melapisi gerak badan, songkok putih bersih menghiasi kepala, dan sorban terselempang menambah kegagahan kami di pandangan para malaikat. Di mata manusia mungkin kami terlihat kuno. Namun bagi kami itu tidak masalah, yang terpenting adalah pandangan di hadapan Allah dan penduduk langit lainnya. #cieReligius.
Lantunan ayat suci menggema di seantero kompleks pondok hingga ke ulu hati. Sayup-sayup azan bertautan dari puluhan mushola. Membentuk irama rohani menentramkan jiwa. Tiada hari tanpa mengaji. Berbagai kitab kami jadikan rujukan dan bahan diskusi. Kitab fiqih fathul mu’in yang diajarkan oleh al mukarrom TGH Ayuddin Nuruddin Lc menjadi pelajaran favorit saya disamping tafsir ibnu katsir oleh TGH Hudatullah dan al adzkar yang dibawakan oleh al mukarrom Dr. TGH. Salimul Jihad M.Ag. kini kabarnya kitab al adzkar diajarkan oleh al mukarrom TGH. Husnudu’at.
Diskusi santai hingga obrolan tidak penting menjadi pengisi disela-sela jam yang kosong. Namun itu tidak bertahan lama, karena amid kami, TGH. Yusuf Makmun selalu rajin blusukan dari satu kelas ke kelas lain. Tatkala ada kelas kosong beliau langsung yang ambil alih. Dari kakak tingkat kami tahu kabarnya beliau dijuluki mutafannin ( menguasai segala mata pelajaran ) sungguh bersyukur rasanya dapat diajar oleh beliau. Yang paling tidak bisa saya lupakan ialah tatkala mendapat hadiah buku dari beliau bersama dua kawan lain berkat kelancaran kami membaca kitab gundul tanpa salah satupun, alhamdulillah ‘ala kulli haal.
Santri dan pancor sudah mendarah daging. Ada sekitar 19 ribuan santri dari berbagai daerah yang menimba ilmu disana. Tak heran pada pagi hari mereka berbondong-bondong menuju sekolah masing-masing, menyemut, membangun asa di kota santri. Begitupun ketika siang menjelang sore. Mereka keluar dari gedung sekolah berjamaah. Ribuan wajah mengguratkan rasa lelah namun senyum tetap merekah. Karena mereka yakin selain mendapat ilmu mereka juga meraih berkah. Saya pun yakin Pancor adalah tanah berkah. Di tanahnya bersemayam jasad mahaguru kami, almagfurulah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Pendiri organisasi terbesar di bumi selaparang, Nahdlatul Wathan.
Salah satu momen yang saya rindukan juga adalah tatkala fajar menjelang. Puji syukur, jika sempat saya sering menunaikan sholat subuh berjamaah di masjid at taqwa pancor yang terletak tidak jauh dari kost. Melangkahkan kaki setelah mengunci kamar kost terlebih dahulu. Berjalan membelah gang-gang kecil di kompleks Bermi. Tak jarang saya bertemu dengan ibu-ibu atau bapak-bapak yang juga satu tujuan dengan saya. menuju masjid, menjemput pahala 27 derajat. Rinduku pada kota santri. Semoga engkau tetap dalam lindungan sang pencipta.
Dari ma’had kini saya berjuang di Jogja. Dari kota santri menuju kota pelajar. Tentu bukan kebetulan belaka. Semuanya adalah takdir langit yang harus saya jalani. Husnuzon pada sang rabbi tetap terjaga. Semoga saya menjadi santri yang terpelajar ataupun pelajar yang berjiwa santri. Harapanku. Doaku.
Menggoreskan kerinduan dengan kata-kata tidak akan pernah ada habisnya. Yang terpenting bukan hanya mengungkapkan kerinduan tapi juga me-manage kerinduan agar dapat menambah semangat. Meskipun saya di Jogja cita-cita menjadi salah satu anjum nadhlatul wathan di masa mendatang tetap terpatri dalam hati. Nahdlatul Wathan fil Khair Nahdlatul Wathan fastabiqul khairat. Pokoknya NW Pokok NW Iman dan Taqwa.

Jogjakarta, 28 desember 2015
05:56 WIB

IZZU

kenangan pasca menjadi MC di acara dzikrol setengah abad MDQH NW Pancor
kusam dan lelah dalam raut wajah menjadi saksi kesyukuran dan kebanggan pernah menjadi bagian dari ma'had. insyaAllah calon anjum nahdlatul wathan.. aamminn

Komentar

Postingan Populer