Moga Bunda Disayang Allah

Sebagai mahasiswa jurusan sastra, sewajarnya memahami dan mengapresiasi karya sastra. Baik berupa puisi, novel, cerpen, maupun kesenian yang mengandung nilai-nilai sastra. Banyak yang bertanya pada saya “ kenapa sih milih sastra arab ? ”. nah, kalau ditanya kayak begini saya bingung untuk menjawab. Sejujurnya dahulu asa dan minat tertuju pada psikologi atau matematika. Namun pasca tamat aliyah saya gagal kuliah lantas masuk pesantren lagi selama satu tahun, disaat itulah keinginan belajar dan mendalami sastra arab muncul. Gak tahu juga alasannya apa.
Sejak dua bulan terakir hoby yang dulu redup kini saya geluti kembali. Membaca novel. Ya, selama di pesantren saya suka baca novel, namun karena keterbatasan finansial, waktu, dan ruang saya pun tidak bisa membaca novel dengan leluasa. Tahu sendiri kan kegiatan pesantren 24 jam non stop. Kini setelah keluar dari pesantren saya memiliki waktu sedikit lebih banyak untuk menyalurkan hobi itu.
Bagi anda penikmat novel tentu tahu kan “ tere liye ”. itu adalah nama pena seorang novelis yang telah melahirkan banyak sekali karya. Kemarin saya beli 2 novelnya. Penasaran seindah dan sekreatif apa gaya penulisan bang “ tere liye ” ini. dan, luar biasa, kurang dari 24 jam saya membaca habis satu novel. Ceritanya menguras emosi, menggugah jiwa, dan menumbuhkan semangat hidup.
“ moga bunda disayang Allah ” begitu judul novelnya yang sudah memasuki cetakan ke 18 sampai tahun ini. best seller. Dikisahkan sebuah keluarga konglomerat yang terkenal seantero negara memiliki seorang putri bernama Melati. Ia tumbuh dengan begitu menggemaskan. Gadis kecil yang cantik. Saat ia bermain mata siapapun akan menoleh dan ikut tersenyum menyaksikan tingkah polosnya. Begitu juga dengan ke 9 asisten rumah tangga yang keluarga itu miliki.
Suatu ketika kejadian naas itu terjadi. Di sebuah pantai saat mereka sekeluarga bermain, Melati terkena lemparan piring terbang. Entah siapa yang melemparkannya. Gadis 3 tahun itu jatuh tersungkur namun tidak terjadi apa-apa. Ia baik-baik saja. Itu yang terlihat. Namun siapa sangka kejadian kecil itu yang menjadi awal kegelapan, kesunyian, dan kebisuan bagi gadis kecil jelita tersebut. Ia buta, tuli, sekaligus bisu.
Di waktu yang sama. Di tengah laut lepas bertemankan ombak mengamuk dengan buas. Pemuda itu berusaha menyelamatkan anak-anak asuhnya. Ia adalah Karang, seorang pemuda yatim piatu yang sangat mencintai anak-anak. Namanya sudah terkenal sebagai aktivis dan penggeliat sosial untuk anak-anak terlantar. Meskipun tidak memiliki gelar akademik di bidang itu namun kemampuannya mengalahkan para profesor di bidang psikologi sekalipun. Kala itu ia tengah mengajak anak-anak jalanan asuhannya bermain di sebuah pulau, saat hendak kembali badai pun datang. Perahu yang mereka tumpangi terombang-ambing, ke kiri, ke kanan, menghujam ke bawah dan terlempar ke atas ombak. Anak-anak panik, begitu pun dengan Qintan. Namun gadis yang dulunya cacat itu terus mendekap boneka panda kesayangannya. PYAARRRR. Satu sapuan ombak berhasil membenamkan mereka ke laut lepas. 18 anak meninggal dunia termasuk Qintan.
Karang merasa sangat bersalah meskipun pengadilan memutuskan ia tidak salah. Sejak itulah ia frustasi, trauma, dan berubah 180 derajat. Ia tinggalkan anak-anak asuhnya, aktifitas sosial, pengabdian, dan kinasih, seorang gadis yang berhasil meluluhkan karang cinta di hatinya. Minuman keras, klub malam, dan berbagai gemerlapan maksiat menjadi dunia barunya.
Apa kabar Melati ? ia tak kalah mengenaskan. Kemampuan melihat, mendengar, dan berbicaranya telah hilang total. Puluhan dokter sudah didatangkan bahkan dokter terbaik seantero negeri pun sudah angkat tangan. Hanya gelap, sunyi, bisu yang ia rasa. Anak itu pun frustasi, ia begitu aktif, keaktifannya ditunjukkan dengan melempar segala apa yang ada di genggamannya, ia tak suka disentuh, jika tersentuh ia akan mengamuk sejadi-jadinya. Bahkan jari seorang dokter hampir putus digigitnya. Namun sang bunda tidak berputus asa. Ia percaya pada janji Tuhan “ setelah kesulitan akan datang kemudahan ”.
Melalui sepucuk surat bunda meminta tolong pada seorang pemabuk bernama Karang itu. Ia mengetahui Karang dari Kinasih, putri dari dokter keluarga mereka. 7 surat yang datang diabaikan begitu saja. Namun Bunda tidak menyerah. Ia pun datang ke kamar pengap Karang untuk meminta pertolongan secara gamblang. Karang tak bergeming. Ia tetap tidak peduli. Hatinya keras sekeras karang di laut yang telah meninggalkan kenangan terpahit dalam hidupnya.
Namun keajaiban datang. Karang berubah pikiran setelah mendapat hidayah. Ia bersedia membantu mencari cara untuk menyembuhkan Melati. Ia tahu melati tak bisa melihat, mendengar, apalagi bicara. Otomatis ia tidak memiliki akses untuk belajar. sama sekali tidak punya. Namun otak Melati tidak rusak, pasti ada cara. Pasti ada celah. Karang adalah tipe orang yang sangat dekat dengan anak-anak. Sewaktu melihat Melati ia bisa merasakan kegelapan, kesunyian, dan kebisuan yang Melati rasa. Ia tahu ada rasa frustasi di benak Melati. Rasa penasaran, rasa ingin melihat dunia, mendengar musik, dan berbicara dengan orang-orang yang menyentuhnya.
Perjuangan pun dimulai. Karang mendidik Melati dengan kasar. Ia memaksa Melati untuk berlatih makan dengan sendok dan garpu. Awalnya Melati menolak, ia tak suka dibanting dan dikasari. Karang pun memberi hukuman. Ia tak boleh makan kecuali dengan sendok dan garpu. Satu yang Karang ketahui, Melati harus dibiasakan bukan diajarkan. Seminggu berlalu ia mulai bisa makan sendiri dengan garpu dan sendok meski masih tertumpah-tumpah. Bunda bersyukur tiada tara. Kemajuan sederhana yang menyiratkan masih ada asa yang kan menjadi nyata. Tanpa jemu bunda berkata lirih “ bertahanlah anakku, berusahalah, jangan menyerah, bunda ada untukmu, kamu pasti bisa ”.
Setelah berminggu-minggu, melewati banyak kejadian dan keseruan ( baca Novelnya kalau penasaran ) akhirnya Karang menemukan cara bagaimana Melati bisa belajar. berawal dari Melati yang tiba-tiba menghilang di tengah meja makan dan berada di depan kolam di bawah rintik hujan. Ia menjulurkan telapak tangan ke air kemudian tertawa bahagia. Karang menangis terharu. Semua penghuni rumah mewah itu kebingungan menyaksikan karang menangis. Ia hampiri melati dan meraih telapak tangannya lalu menempelkan ke bibirnya seraya berkata “ air ”. “ baaa...maa ” dua kosa kata milik Melati itu berarti “ oh ini air ”. disitulah keajaiban tuhan, di telapak tangan melati. Ia bisa belajar melalui telapak tangan.
Bunda menghampiri melati, ia belum mengerti benar apa yang terjadi namun ia bahagia melihat putri semata wayangnya tersenyum untuk kali pertama. Putri menempelkan telapak tangan ke wajah bundanya lalu menoleh ke arah Karang. Melati memang peka dengan kehadiran Karang. Kembali tangan mungil Melati diraihnya lalu ditempelkan ke bibir “ bunda ”. melati tersenyum “ oh ini bunda ” begitu yang ia bilang dibalik “ baa.. maa”.
Melati mulai belajar. perlahan ia mengenal apa itu kursi, makanan, minuman, baju, dan lain-lain. Ia kini sudah bisa mengganti baju sendiri, makan sendiri, ia bahkan menjadi anak yang sangat aktif. Tapi kali ini aktif dalam arti positif. Karang pun move on dari rasa bersalahnya, berkat Melati ia menemukan jati dirinya kembali. Dan berkat Karang pula Melati kini bisa belajar.
Bunda adalah sosok yang paling bahagia dan bersyukur dengan perkembangan Melati. Ia berharap Karang bisa tetap bersama Melati namun ia juga tahu di luar sana masih banyak anak-anak yang membutuhkan kasih sayang Karang. Setiap malam Bunda mendongeng untuk Melati, ia mendongeng dengan menempelkan telapak tangan sang anak di bibirnya. Putrinya makin cantik. Memang luar biasa kasih sayang seorang bunda, bagaimana pun kondisi anak-anaknya ia akan tetap mencintai dan menyayangi tiada henti. Dalam suka maupun lara. Bunda akan tetap menjadi bunda. Wanita terbaik dalam hidup.
Melati nampak mulai terlelap. Kelopak matanya mulai mengatup. Bunda pun mengucapkan “ selamat tidur ” pada anak kesayangannya. Ketika hendak keluar dari kamar Melati gadis kecilnya pun menggeliat “ baaa ”. itu artinya “ bunda ”. bunda kembali “ ada apa sayang ? ”. “ baaa maa..maa...baaaa.... maaa...maaa...maaa ” Kata Melati tersenyum. Bunda menangis haru. Sejak dahulu ia selalu bermimpi mendapat kata-kata itu dari anaknya, namun kebisuan dan segala kekurangan Melati hampir mengubur dalam-dalam asa bunda. Kini asa itu menjadi nyata. Bahasa isyarat Melati tadi artinya “ selamat tidur juga, moga bunda disayang Allah ”. iya, semoga bunda disayang Allah. Ammiinn.

Jogjakarta, 21 desember 2015
07:11 WIB


IZZU


Komentar

Postingan Populer