Status Yang Menyadarkan
Selama ini aku sering mendambakan suatu hari dimana
pakaian wisuda melekat dengan begitu gagah di tubuh ini. toga menutupi kepala
memberikan kesan berwibawa. Mengenakan selendang bertuliskan wisuda S1
cumlaude. Memberikan kebahagian dan kebanggaan kepada kedua orang tua,
adik-adik, dan seluruh keluarga. Membuat ribuan adik tingkat di kampus iri dengan
apa yang telah kami raih.
Apalagi sabtu kemarin, facebook ramai dengan foto-foto
mereka yang telah berwisuda baik lulusan STKIP maupun IAIN Mataram. Melalui goresan
ini saya ucapkan selamat atas pencapaian anda. Saya tahu sekali lulus dari
bangku perkuliahan itu tidak mudah, perlu perjuangan keras, ketekunan, dan
kedisiplinan. Apalagi untuk kampus-kampus ternama seperti UGM, tempat dimana
diri ini tengah berjuang meraih ilmu demi ilmu. Dan saya pasti akan melalui
ujian tersebut. apakah saya takut ? tidak ! gentar ?? juga tidak ! menyerah ??
oh noo. Satu-satunya cara agar lulus dari ujian, menang melawan ujian, adalah
dengan menghadapinya. Bukan lari ataupun menghindari.
Namun ada sebuah status dari seorang alumni STKIP yang
kini tengah menimba ilmu di UK ( United Kingdom ) alias Inggris. kak Zainul Yasni. Isi status
beliau sangat menyentuh dan menyadarkan akan kekeliruan fikiran saya selama
ini. disitu beliau berujar bahwa orang yang wisuda hanya merasakan kesenangan
pada hari ia diwisuda, karena keesokan harinya ia akan bingung mau melakukan
apa dengan gelar yang telah ia dapatkan. Paling tidak menurut beliau ini
terjadi pada kebanyakan wisudawan.
Mau lanjut kuliah ? nggak ada dana, apalagi biaya
pasca sarjana jauh lebih mahal. Cari beasiswa ? sayang bahasa Inggris masih
lemah, mau kerja ? bingung mau kerja apa, keterampilan terbatas. Mau nikah ?
nggak ada modal buat beli mahar, biaya resepsi, dll, udah gitu belum tentu ada
calonnya. Minta duit ke orang tua ? biasanya para wisudawan akan memiliki rasa
malu yang semakin menjadi-jadi untuk merepotkan orang tua mereka lagi, udah
bertahun-tahun dibiayain kuliah masak mau minta lagi ? dan dalam islam pun
kewajiban orang tua menafkahi anaknya hanya sampai usia akil baligh saja.
Saya teringat cerita seorang dosen di kampus. suatu
ketika ia kedatangan sahabat dari Australia, sang sahabat bertanya “ apakah di
Indonesia banyak mahasiswa yang part time ( kuliah sambil kerja ) ? ”
dosen saya menjawab “ saya rasa ada, tapi sedikit, mereka dibiayai oleh orang
tua mereka ”. “ di Australia kebanyakan mahasiswanya kuliah sambil kerja untuk
membiayai hidup mereka, kenapa para orang tua di Indonesia masih mau membiayai
anak mereka kuliah ? ” dengan setengah berkelakar dosen saya menjawab “ mungkin
karena orang tua di Indonesia baik-baik ”.
Beda negara tentu beda budaya. Begitu pula Indonesia
dan Australia. Tapi manakah yang lebih maju antara Indonesia atau Australia ?
kita harus mengakui Australia lebih maju. Kita sering terlena dengan
mahasiswa-mahasiswa luar negeri yang belajar di Indonesia. kita pasti berasumsi
“ wah Indonesia hebat, orang-orang luar pada belajar kesini, nggak Cuma kita
yang belajar ke sana ”. tapi mari kita coba telusuri lebih dalam lagi. Apa yang
mereka ( orang asing ) pelajari di
Indonesia ?? kedokteran ? tehnik ? atau ekonomi ?
Saya selaku mahasiswa FIB UGM hampir setiap hari
bertatap muka dengan wajah para mahasiswa asing. Karena memang FIB memiliki
begitu banyak mahasiswa asing, bahkan mereka banyak yang mempelajari sastra
nusantara. Meskipun mahasiswa FIB bukannya saya tidak pernah ke Fakultas
Tehnik, Farmasi, ataupun yang lainnya, bahkan dua hari yang lalu saya ke
Fakultas Farmasi, MIPA, dan Kedokteran guna menjalankan tugas dari panitia
Arabian Night. Kalau dikalkulasi sepengelihatan saya kuantitas mahasiswa asing
di FIB dan FEB ( Fakutas Ekonomika dan Bisnis ) lebih banyak. Bahkan saya belum
pernah menemukan mahasiswa asing di fakultas Tehnik, Kedokteran, ataupun
Psikologi. Jadi bisa disimpulkan salah satu penyebab saya belum menemukannya
adalah bukan karena tidak ada yang belajar di fakultas tersebut melainkan kuantitasnya
bisa dikatakan lebih sedikit.
Ini mengindikasikan orang luar belajar ke Indonesia guna
mempelajari bahasa, ekonomi, dan kebudayaan Indonesia. sedangkan kita belajar
ke luar negeri untuk mempelajari Tehnik, Kedokteran, Sains, Ilmu Sosial, dan
lain-lain. Apa arti dari ini semua kawan-kawanku ? di bidang Tehnik, Sains, dan
ilmu pengetahuan kita masih kalah oleh mereka. Sedangkan budaya ? tentu tidak
bisa dijadikan indikator utama apalagi di zaman teknologi seperti saat ini.
setiap negara tentu memiliki budaya masing-masing. Bukan tidak mungkin mereka
belajar budaya Indonesia agar lebih memahami karakteristik masyarakat Indonesia
guna memudahkan mereka dalam melebarkan sayap bisnis ekonomi ke negeri
tercinta. Teknologi Informasi ? satupun tidak ada buatan dalam negeri yang
menguasai. Samsung, Apple, Asus, Thosiba, Oppo, Lenovo dll, semuanya produk
luar negeri dan laku keras di pasar Indonesia. di bidang Teknologi Transfortasi
? motor, mobil, bahkan mesin heler, semuanya buatan luar negeri, pesawat pun
baru sedikit buatan dalam negeri yang terpakai itupun untuk kapasitas medium. Maskapi
Indonesia didominasi oleh produk Airbus, Boeing, dan Sukhoi, 3 perusahaan
pesawat terbesar dunia.
Kembali ke tema curhat saya. inilah yang tengah
menjadi kegelisahan bathin dalam diri. Sejak beberapa hari saya sudah mengubah
pola pikir, yang tadinya sukses dengan mendapat IP tinggi dan wisuda cumlaude,
sekarang menjadi apa yang akan saya perbuat setelah wisuda ? ada beberapa opsi
yang terbersit dalam pikiran. Bisa saja mencari beasiswa S2, tentu disini saya
harus menyiapkan kemampuan bahasa Inggris, CV yang baik, dan komitmen yang
kuat. Bahasa Inggris sampai saat ini merupakan salah satu kekurangan yang masih
saya rasakan. Sungguh saya sedih dengan kondisi ini. :’(
Atau bisa saja menjadi editor buku di penerbitan papan
atas Indonesia seperti gramedia, mizan, dll. Atau menjadi redaktur di kantor
berita ternama Indonesia semisal Kompas, Tempo, Republika, dll. Terpikir juga
untuk bergabung dengan CV Sanabil, perusahaan keluarga yang tengah merintis
karir dan menjadikannya perusahaan besar di Indonesia. saya teringat sebuah
celotehan yang saya ungkapkan pada paman di bandara Djuanda Surabaya “ paman,
besok saya akan akuisisi perusahaan penerbangan yang kolaps dan mendirikan
Sanabil Air ”. paman tersenyum, namun saya tahu dibalik senyum itu terdapat
siratan aminn dan keoptimisan. Ah, kalau bermimpi mah nggak akan ada
habis-habisnya. Kalau mimpi terus kapan mau mewujudkan mimpi itu jadi nyata ya
izzu ? :D
Kini saatnya belajar dengan baik. Mencari pengalaman
karena pengalaman tidak kalah penting dengan ilmu pengetahuan. Membentuk pribadi
yang tangguh, pribadi yang taat pada perintah Tuhan dan pribadi yang selalu
mengutamakan kebahagiaan keluarga. Kayak kata bapak semalam waktu nelpon “
Allah senantiasa menjamin rezeki untuk para ulul albab ” Allah menjamin
orang-orang yang berilmu tidak mungkin akan kelaparan. Keep calm ! tetap
semangat ! sukses untuk segala kebaikan ! perjuangan baru saja dimulai. Hammasah
ya Izzu... semoga Allah selalu meridhoi dan memberikan bimbingan, naungan,
serta sirotol mustaqim-Nya. Amiinn. Mewujudkan kesuksesan dimulai saat ini
juga. Bismillahirrahmainirahim...
Jogjakarta, 03 November 2015
Izzu
semangat adekk izz....ahsantum,tlisan adek mengingatkan,,kk sbntar lagi juga mau lulus dan rasanya belum siapp,,,harus bnayk skill dan pengalaman, karna ip bagus tidak cukup,,,,saling doa terus dek,,smiga dimudahkan segala langkah menggapai cita,,
BalasHapusIzzati Ruba'ie
aammiinnn, iya kakak, semangat ^_^ semoga Allah selalu memberkahi segala langkah baik kita
BalasHapus