Keberuntungan ; Kausalitas Bukan Spontanitas
Tak terasa kini sudah di
penghujung November saja. Artinya esok bulan ke 12 di tahun 2015 akan segera
kita tapaki. Pertanda sudah hampir satu semester saya menjadi mahasiswa. Sebuah
posisi yang sejak beberapa tahun terakhir menjadi dambaan. Waktu terasa
berputar begitu cepat. Atau mungkin saya terlalu menikmati suka duka menjadi
mahasiswa rantau sampai luput dengan waktu yang terus berlari.
Yang unik di November
kali ini adalah tidak ada sama sekali tanggal merah. Silahkan cek kalender. Makanya
terasa sedikit lebih melelahkan ketimbang bulan-bulan yang lain. Ada banyak
kejadian, pelajaran, pengalaman, dan juga kesalahan yang tertoreh di November
ini, semoga bisa kuperbaiki di bulan selanjutnya. Bukankah orang yang beruntung
adalah mereka yang hari esoknya lebih baik dari hari ini.
Iya, beruntung. Siapa sih
yang gak mau beruntung ? sebuah kata berkonotasi positif dan mengandung
sejuta kebahagian terbalut kejutan. Mari awali senin dengan diskusi kecil “ apa
sih maksud dari keberuntungan yang kebanyakan orang damba ? ”
Tidak usah jauh-jauh
mencari definisi. Dalam hal ini definisi hanya formalitas belaka. Bukannya
tidak penting namun bisa kita kesampingkan untuk sementara, apalagi goresan ini
bukanlah goresan resmi ilmiah. Yang terpenting adalah esensi dan hakikat
keberuntungan agar dapat kita jiwai dan raih dengan penuh cinta.
Saat seseorang mendapati
takdir hidup tidak seperti yang ia damba namun masih bisa memetik sedikit sisi
positif tak jarang terdengar kata beruntung terngiang, “ uh, soal tesnya sulit
sekali, beruntung sebagian besar bisa saya jawab ” , “ kemarin ban motor saya
tiba-tiba pecah, gak bawa duit, beruntung ketemu teman dan dia bersedia
meminjamkan uang ”.
Atau ketika orang lain
mendapatkan apa yang sebenarnya kita inginkan, serta merta kebanyakan kita akan
berujar “ wah, beruntung banget kamu bisa masuk UGM ”, “ aku iri deh sama kamu,
kamu punya calon istri yang solehah dan cerdas, beruntung kamu, jangan dimainin
tuh ” dan masih banyak lagi luapan keberuntungan yang tanpa sadar terhempas halus
dari lisan tak bertulang.
Baiklah, izinkan saya
curhat sejenak. Di bulan November ini ada beberapa pengeluaran yang tak
terduga. Memaksa saya untuk kritis dan bijak dalam menyikapi finansial. Paling tidak
bertahan sampai tengah bulan depan dimana biasa keluarga akan mengirimkan
rezeki penuntut ilmu seperti saya yang Allah titipkan lewat beliau. Saya berdoa
semoga bapak, mamak dan seluruh keluarga diberikan kemurahan dan kemudahan
rizki. Bisnis pisang sale dan dodolnya semoga lancar, kelak pada saatnya saya
pasti akan ikut mengembangkan perusahaan keluarga kita yang baru tumbuh. Kini izinkan
saya memberi nafkah untuk otak dulu melalui ilmu. Semoga keluarga saya
diberikan kelancaran rizki, aammiinnn.
Saya khawatir uang keburu
habis tanpa belum membeli buku. Alhasil hari minggu kemarin saya goes ke
social agency, toko buku yang rajin memberi diskon dan cukup dekat dari kos. Setelah
satu jam melihat-lihat, membaca sampul belakang dan tentunya melihat harga saya
pun memutuskan untuk membeli sebuah novel yang sejak di Lombok saya damba. Rantau
1 muara, ini novel ketiga, ada dua novel yang mendahului kelahirannya yakni
Negeri 5 menara dan Ranah 3 warna. Dua novel tersebut sudah saya lahap habis di
Lombok. Kini kisah tentang perjuangan seorang anak pondok menapaki kerasnya
kehidupan saya lanjutkan dalam novel bersampul hijau itu.
Nah supaya manfaat novel
ini tidak hanya untuk saya, maka izinkan jemari lentik ini mengetik kutipan
paragraf yang masih singkron dengan tema besar pembahasan kita, tentang
keberuntungan. Jika anda memiliki novel ini silahkan buka halaman 8
“ Tentulah aku beruntung.
Seandainya dia tahu dan merasakan bagaimana aku mengorbankan
kenikmatan-kenikmatan sesaat untuk bisa sampai “ beruntung ”. berapa ratus
malam sepi yang aku habiskan sampai dini hari untuk mengasah kemampuanku,
belajar, membaca, menulis, dan berlatih tanpa henti. Melebihkan usaha di atas
rata-rata orang lain agar aku bisa meningkatkan harkat diriku ”
Itulah hakikat
keberuntungan, tidak dicapai dengan berdiam diri dan berharap dewa fortuna
sejenak mampir lalu menaburkan serbuk keberuntungan. Ada usaha yang mesti
dilakukan, doa yang wajib dipanjatkan, harapan yang mengangkasa, dan tentunya
rasa letih yang pasti dirasakan. Keberuntungan bukan perkara spontanitas, ia lebih bersifat kausalitas.
Keberuntangan adalah akibat yang dilahirkan oleh perjuangan dan pengorbanan.
Disaat asa berharap
keberuntungan biarkanlah fisik memulai perjuangannya. Lelah pasti terasa namun
bukan kah kita adalah pribadi yang mengaku strong ? apa iya baru lelah
sedikit lantas mengeluh dan berhenti melangkah ? malu sama nasi yang tiap hari
dikonsumsi. Saya punya keyakinan bahwa semua kita adalah pribadi yang kuat dan bermental
juara. Karena toh kita dahulu berasal dari sperma yang berhasil mengalahkan
jutaan sel sperma lain untuk bersua dengan sel telur. Kita pemenang, kita sang
juara, camkan dan tanamkan itu dalam setiap langkah perjuangan.
Keberuntungan tak cukup
hanya sekedar didambakan namun harus diupayakan. Seorang bijak berkata “
merantaulah, maka engkau akan menemukan pengganti di tanah kelahiran, berjuanglah
! karena sesungguhnya kenikmatan hidup kan terasa setelah lelah berjuang. Ketika
FC Barcelona membantai klub biasa luapan kebahagiannya tidak terlalu membahana,
namun disaat mereka berhasil membantai tim kuat Real Madrid di kandang lawan,
lihatlah, euforianya berbeda dan terasa lebih greget. Mengalahkan Real Madrid
tentu tidak semudah mengalahkan tim biasa, ada taktik yang mesti disiapkan,
mental yang tetap terjaga, dan usaha diatas rata-rata yang harus dilakukan.
Mari mulai melangkah untuk
sampai pada kasta “ beruntung ”.
Salam kami haturkan dari
hati yang paling dalam
Salam kami haturkan untuk
kalian para pejuang.
Jogjakarta,
30 November 2015
07:21 WIB
IZZU
Komentar
Posting Komentar