Joging Biar Nggak Jogang
7 tahun lamanya saya tidak merasakan sensasi libur di
hari minggu. 6 tahun nyantren di Ponpes Hikmatusysyarief NW, sebuah
ponpes yang bertengger di atas lembah hijau pinggir kota. Sistem pendidikan di
pesantren ini menggunakan dua kurikulum, kurikulum kemenag dan kepondokan. Tak ayal
sejak pertama kali menjadi santri saya dan kawan-kawan telah mendapat jatah
rata-rata 24 mata pelajaran per semester. Tak cukup di jam formal. Bakda asar
bahkan bakda magrib kami kadang-kadang harus masuk kelas juga. Pondok ini
memberlakukan hari jumat sebagai hari libur, adapun minggu tetap masuk.
2014 saya tamat, hasrat ingin melanjutkan kuliah
terbentur dengan takdir Allah yang belum mengizinkan lantaran berbagai faktor. Akhirnya,
supaya nggak nganggur saya nyantren lagi di sebuah pesantren
setara perguruan tinggi yang sangat terkenal di pulau seribu masjid, Ma’had
Darul Qur’an wal Hadist ( MDQH ) Al-Majidiyyah As-Syafiiyah Nahdlatul Wathan
Pancor. Ia terkenal bukan karena gedung yang megah ataupun fasilitas lengkap. Pesantren
ini sangat sederhana namun telah melahirkan mutakharrijin ( alumni ) yang
mumpuni. Sebuah survei memaparkan 60 % Tuan Guru ( Kiyai ) di NTB adalah
lulusan MDQH. Bahkan Gubernur NTB saat ini adalah alumni sekaligus Syaikhul Ma’had
( Rektor ). Sama seperti pondok saya yang lama, kami libur hanya hari jumat,
minggu selalu masuk.
Hingga akhirnya saya memutuskan untuk masuk kuliah di
tahun ini, alhamdulillah bisa merasakan kembali sensasi libur di hari minggu. Apalagi
kalau sebelumnya full banget kegiatan. Oleh karena itu saya mengajukan
sebuah teori, “ cara agar mendapatkan sensasi weekend ( hari minggu ) yang baik
dan menyenangkan adalah dengan menyibukkan diri dari hari senin, sampai jum’at,
bahkan bila perlu sampai hari sabtu ” tentu menyibukkan diri dengan hal-hal
positif.
Tadi pagi saya berjoging ria ke arah selatan dan
berujung di JEC ( Jogja Expo Center ). Disitu sudah banyak orang-orang yang
joging, bersepeda, jalan-jalan, juga ada yang tengah membuka lapak makanan,
minuman, dan berbagai aksisoris. Meraup pundi-pundi rupiah di akhir pekan. Ini kali
pertama saya berolahraga semenjak menapaki daratan Jogja. Tidak ada niat tebar
pesona ataupun biar ngehits, ini semata-mata hanya upaya menjaga kesehatan. Bukankah
berolahraga baik untuk kesehatan to ? tapi kalau berolah raga keseringan juga
nggak baik untuk kesehatan. So, bukan seberapa sering kita olahraga, tapi
seberapa teraturnya ritme olahraga yang kita lakukan.
Setelah berlari beberapa kali mengelilingi gedung JEC
saya tertarik mengikuti senam pagi disitu. Meskipun tidak sampai akhir namun
cukup membuat otot-otot ini rileks, nampaknya saya harus menjadwalkan olahraga
rutin biar nggak bosan di kos. Paling tidak sekali dua minggu atau satu kali
seminggu.
Seusai berjoging saya segera pulang, kalau waktu
berangkat saya masih kuat berlari namun ketika pulang saya hanya sanggup
berjalan kaki. Daripada maksain diri lari terus pingsan di tengah jalan dan
masuk koran kan nggak lucu ya ? selama perjalanan pulang saya menyempatkan
untuk melirik kiri dan kanan, bukan mencuri-curi pandang pada lawan jenis yang
bening, melainkan melihat keadaan daerah tersebut. supaya saya lebih tahu daerah
Jogja.
Ternyata kos saya meskipun berada di Sleman namun
dekat sekali dengan Bantul. Bisa dibilang terletak di perbatasan antara Sleman
dan Bantul. Daerah yang saya lewati namanya Banguntapan. Nama daerah ini begitu
familiar bagi saya, karena Opi, teman sepondok saya dulu konon menyewa kos di
daerah ini, begitupun senior saya di pondok dulu, Lalu Getar, ia pernah
mengikuti pelatihan kampus fiksi disini. Saya baru tahu Banguntapan itu dekat.
Oiya kali ini saya menulis ditemani rintik hujan yang
mulai mengecil, tadi sih gede. Hujan adalah anugerah bagi Jogja, paling nggak
siang ini cuaca tidak seterik kemarin. Kipas angin saya bisa beristirahat namun
jemuran saya harus tertunda keringnya. But, laisa musykilah. Ora opo-opo. Tetap
bersyukur dengan segala yang diberikan Allah.
Jujur, mengawali hari minggu dengan berolahraga
membuat saya merasa lebih semangat dan segar. Rasa bosan di kos bisa sedikit
berkurang. Jangan tanya kenapa terkadang
saya merasa bosan, ini dikarenakan penghuni kos memang rata-rata serius semua
sekaligus nggak tiap hari ada di kosan. Mungkin saya lah penghuni kos yang
paling rajin nggak keluyuran. Namun ada sisi positifnya juga, saya jadi bisa
lebih konsen bergelut dengan aktifitas akademik dan yang lainnya, memiliki
privasi yang lebih asyik, dan tidak terganggu dengan mereka. Well, positif
negatifnya harus disikapi dengan bijak. Insha Allah ini adalah jalan terbaik
dari Allah untuk saya. aamiinn.
Yuk biasakan olahraga teratur, jangan asal olahraga,
harus punya jadwal dan ritme supaya manfaatnya maksimal. Joging biar nggak
jogang ( gila : bahasa sasak ). Salam hangat, salam kerinduan, salam semangat.
Jogjakarta, 08 November 2015
Izzu
Komentar
Posting Komentar