Romantisme Pagi

Mentari perlahan terbit di ufuk timur. Sinarnya mulai mengintip inci demi inci daratan bumi. Langit yang tak terlalu mendung, cuaca yang tidak panas juga tak dingin, kesunyian yang mulai terpecahkan, pagi pun memulai ceritanya. Minggu merupakan hari yang “sesuatu” banget untuk pelajar ataupun mahasiswa seperti saya. karena di hari ini kita nggak perlu mandi pagi, dan berangkat ke sekolah atau kampus. Untuk sebagian anak kos yang hematnya expert, minggu merupakan momen penghematan sabun. Mereka akan full tidak mandi. Sebagian orang banyak yang mengisi pagi minggu dengan berolahraga ria, dan saya termasuk di dalamnya.
Setelah sepatu satu-satunya terpasang di kaki yang mungil, juga kaos oblong dan celana traing barcelona kesayangan melekat di badan, saya pun mulai melangkah keluar dari kos. Sesampai di jalan raya langkah pun berevolusi menjadi gerakan lari. Butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai di JEC dengan berlari non stop. Ajaib, saya bisa lari dari kos sampai JEC tanpa istirahat sedikitpun. Ternyata saya lumayan strong juga ya.
Beratus wajah sudah membanjiri salah satu gedung serbaguna paling laris di kota Jogja ini. Dari mereka yang sudah beruban putih, berwajah keriput, sampai bayi mungil berkulit halus saya temukan disitu. Dari yang berjoging ria seperti saya, maupun yang bersepeda, sampai yang bermain badminton pun ada disana. Puluhan lapak penjaja makanan, minuman, dan aneka aksesoris juga menambah warna JEC di pagi itu.
Setelah mengelilingi gedung yang megah itu sebanyak 3 kali saya pun beristirahat di sisi barat. Tepat di samping orang-orang yang lagi senam. Minggu lalu saya senam tapi entah kenapa minggu kali ini rasanya mager senam lagi. Alhasil saya hanya menyaksikan dari kejauhan. Joging bagi saya bukan hanya sebagai olahraga belaka. Namun juga pelepas rasa jenuh dan kebosanan di kos. Rasa jenuh dan bosan itu manusiawi kan ? apalagi kalau tinggal seorang diri dan nggak ada teman ngobrol ? makanya ketika bosan menyapa kita harus memiliki strategi untuk menghadapinya bukan malah dikuasai olehnya. Jika capek belajar silahkan istrihat, tapi jangan pernah berhenti. Karena istirahat dan berhenti itu berbeda.
Di tengah kekhusu’an saya menyaksikan ratusan orang yang bersenam ria. Entah kenapa hati ini tergerak untuk menyaksikan aktiftas orang-orang di sekitaran JEC. Tepat di hadapan saya seorang kakek tengah bermain badminton dengan kedua cucunya. Sesekali mereka tertawa jika raket justru men-smash angin bukan bolanya. Sungguh benar bahagia itu sederhana, bagi sang kakek mungkin bahagia itu tatkala bisa bermain dan tertawa bersama cucu-cucu mereka di hari tuanya. Sungguh kebahagiaan akan tercipta jika kita mampu bersyukur dengan apa yang telah Allah beri. Maka jika ingin bahagia bersyukurlah.
Ada pula sepasang muda mudi yang berjalan beriringan. Entah mereka memiliki hubungan apa. Mungkin pacaran, saudaraan, atau bisa jadi adik-kakak zone. Yang pasti mereka seperti couple ( pasangan ). Di sisi yang lain terlihat sepasang suami istri tengah bermain bersama buah hati mereka. Ah, saya jadi membayangkan kelak saat saya seperti mereka, menikmati minggu pagi bersama istri dan buah hati. Bahagia terasa, senyum terulas, kesyukuran pun terpanjatkan. Ah tapi itu masih lama, sampai detik ini belum ada pikiran untuk melangkah ke hadapan penghulu. Jangankan ke penghulu, calon aja saya masih belum punya.
Jogja selain terkenal dengan julukan kota istimewa, kota gudeg, dan kota pelajar, juga terkenal dengan julukan kota yang romantis. Begitu kurang lebih yang diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan. Romantis sendiri cukup rumit untuk dideskripsikan. Dan cenderung bersifat relatif- subyektif. Artinya romantis menurut satu orang dengan yang lain berbeda. bagi saya Jogja memang romantis. Romantis dalam berbagai aspek dan saya bersyukur kali ini tengah mengukir sejarah hidup di kota Jogjakarta.
Romantisme pagi ini juga terpancar di JEC. Ada kebahagian dari ratusan orang. Ada cahaya semangat  yang terpancarkan. Terdapat beragam warna kehidupan yang membuat suasana makin asyik nan menarik. Semua itu terpancar dari setiap wajah yang mengisi romantisme JEC di pagi minggu.
Bagi saya romantis adalah sebuah suasana yang nyaman dan memberikan kesan mendalam di hati. Tidak selamanya saya di kota yang romantis ini. ada saatnya saya akan kembali ke tanah kelahiran dan memberi kontribusi untuk mereka. Saya ingin mengukir sejarah manis dan kesan baik selama di Jogja. Hati begitu sadar sesadar-sadarnya diri ini bisa hadir dan tumbuh di Jogja adalah pilihan Allah. Padahal sejak 3 tahun terakhir saya gencar mengintervensi Allah agar berkenan memberikan saya kesempatan kuliah di Malang. Tapi melalui takdir-Nya, Allah menetapkan Jogja sebagai tempat pengembaraan ilmu yang saya tempuh.
Pagi yang romantis di kota yang romantis dan semoga dengan suasana hati yang romantis pula. Jangan lupa berbahagia, tetap bersyukur dan lakukan kebaikan tanpa henti. Salam anak rantau !


Jogjakarta 15 November 2015
19:04



Izzu

Komentar

Postingan Populer