semangat yang bersinar



Pagi itu setelah mengantar adik-adikku sekolah dan memberi mereka uang saku, aku bersiap-siap kembali ke Rumah Sakit. Namun aku punya tugas sebelum berangkat, yakni memastikan ari-ari adikku sudah di tanam. Tradisi di Lombok ialah ketika bayi lahir maka ari-arinya di tanam dalam kendi kecil dan itu dilakukan oleh dukun beranak di desa tersebut. ini adalah tugas inaq tuan ker, aku harus menunggunya datang dulu untuk menanam ari-ari ini. Karena hanya beliaulah satu-satunya dukun beranak di seantero kampungku.
Cukup lama aku menunggu namun beliau tak jua datang. Tiba-tiba Hpku berdering. Bapak menelpon, segera ku angkat telpon tersebut. beberapa menit kami bicara dan tentunya aku terus meminta update informasi tentang perkembangan kondisi mama. Pasca menutup telpon tersebut aku resmi mendapat tugas baru, mengantarkan fotocopy kartu keluarga ke kantor desa, ini perintah dari ibu bidan karena beliau hendak mengurus pembuatan BPJS Kesehatan bagi adikku. Keren, kecil-kecil kau sudah punya BPJS dek, kakakmu ini saja belum, hatiku bicara.
Sebelum berangkat menunaikan  tugas yang baru ku emban ini aku terlebih dahulu meminta tolong pada seorang tetangga jika nanti sang dukun beranak yang kutunggu sedari tadi datang agar ia yang mempersiapkan segala kebutuhan untuk menanam ari-ari tersebut. ku beritahu tempat kendi, sabun, dll ada di mana, setelah itu barulah aku bergegas menuju tempat fotocopy dan kantor desa.
Kira-kira 15 menit kemudian aku pun kembali. Ternyata si dukun beranak  belum juga datang. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan lebih. Aku ingin segera menuju rumah sakit namun ari-ari belum di tanam. Ku hubungi bapak untuk meminta pendapat beliau. Saran dari bapak adalah aku bisa berangkat jika inaq tuan ker, sang dukun beranaq di kampung kami datang. Baiklah, inaq tuan ker, where are you, what are you doing now ?, please come here be quickly, i waiting for you,  i must go to the hospital now, semoga ia bisa mendengar suara bathin ini.
Aku menunggu dan terus menunggu di teras rumah. Dan tiba-tiba yang dinanti pun datang, ketika dukun beranak tersebut datang, disitu kadang saya merasa senang. Ia pun langsung melaksanakan tugasnya, tetanggaku yang tadi kumintai tolong pun tetap membantu sang dukun beranak. aku pun prepare segala yang kubutuhkan dan mama butuhkan selama di rumah sakit, baju dan kain-kain untuk mama, serta baju ganti untuk bapak. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara keras sang dukun beranak dari kamar mandi luar rumah yang sedang mencuci ari-ari tersebut.
“ astage,,, ndek ye adik adik ne ney ( astaga, bukan ari-ari ini) ” mendengar suaranya aku pun segera menuju kamar mandi.
“ araq ape naq tuan ? ( ada apa bu’ ) ” tanyaku
“ ndek ye adik-adik ne, penyakit ne, ye saq halangin adikne sugul,, oo gamaq kaye, pantes ne te bedah ( ini bukan ari-ari, ini penyakit yang menghalangi adikmu keluar, kasihan sekali, wajar dioperasi ) ” katanya sembari menunjuk sebuah benda berbentuk bundar. Aku ternganga melihat benda tersebut, bundar, warnanya kecoklatan, berbentuk seperti bola namun diujungnya ada lubang. Itu kah rahim ? iya pasti itu rahim, oh tuhan, seperti itu ternyata rahim, luar biasa ciptaan-MU, dalam rahim sekecil itu seluruh manusia transit sebelum menjadi makhluk baru di dunia fana.
Ada-ada saja persepsi beliau sebagai dukun beranak. rahim kok dikatakan penyakit. Mungkin yang benar ialah rahim yang didalamnya ada penyakit. Hipotesa awalku jelas di dalam rahim mama ada penyakit yang membahayakan mama sendiri, jika tidak ada apa-apa maka buat apa rahim mama sampai di angkat, bukan begitu ? aku berdiskusi dengan bathin sendiri.
Setelah pamitan pada tetangga dan sang dukun beranak aku pun memacu motor menuju rumah sakit. Butuh sekitar 30 menit perjalanan dari rumahku menuju rumah sakit umum gerung. Deru kenderaan yang beradu membisingkan kota mataram yang kulintasi menjadi melodi tak merdu menemaniku sampai di rumah sakit. Kota mataram memang harus kulewati sebelum sampai di ibukota kabupatenku, Gerung Lombok Barat. Di sinilah pusat ekonomi, budaya, sosial, dan segalanya berkembang. Kini mataram sudah memiliki rumah sakit internasional harapan keluarga, namun tentunya rumah sakit itu untuk ekonomi menengah ke atas, sebentar lagi mataram mall pun akan disaingi oleh Lombok Epicentrum Mall. Sebuah mall yang ukurannya lebih besar dari mataram mall berlantai 4 itu.
Hanya satu yang belum dimiliki oleh mataram dan juga NTB,  kebun binatang. Ya, dari ujung barat sampai ujung timur Nusa Tenggara Barat mustahil kita bisa menemukan kebun binatang. Paling tidak sampai detik ini. Yang ada hanyalah pusat penangkaran burung yang ada di wilayah 3 Gili di kabupaten Lombok Utara sana. Sebagai putra daerah asli aku tentu menginginkan daerahku menjadi daerah yang mampu berasing dengan daerah lain. Semoga.
Tak terasa aku sudah sampai di bundaran Lombok Barat Bangkit. Sebuah icon kabupatenku yang dibangun oleh bupati kami yang saat ini statusnya masih tersangka oleh KPK. Bundaran ini sangat strategis, berada di tengah-tengah jalur bypass menuju Bandarudara Internasional Lombok. Ada air mancurnya, jika malam bundaran ini terlihat begitu indah oleh kerlap kerlip yang muncul dari cahaya-cahaya lampu didalamnya. Jika sudah sampai di sini maka kurang 5 menit lagi aku akan sampai di rumah sakit.
Setiba di rumah sakit segera ku hubungi bapak, karena aku tak tahu mama dirawat dimana, tepatnya di ruangan yang mana. Ternyata bapak sedang berada di mushola rumah sakit, aku pun menunggu bapak di depan ruang operasi semalam, dari arah timur ku lihat bapak melangkah. Wajahnya pucat namun tetap bersemangat, engkau memang suami yang bertanggung jawab bagi mama dan bapak yang hebat bagi kami pak, aku bersyukur dalam hati. Kucium tangan bapak dengan penuh takzim, lalu bapak pun menemaniku menuju kamar mama di rawat.
Kami memasuki ruang instalasi ibu dan bayi. Dari namanya aku bisa menyimpulkan bahwa kompleks ini dikhususkan untuk merawat ibu dan bayi. Benar saja, semua pasiennya ibu-ibu. Bahkan aku perhatikan semua perawatnya juga berjenis kelamin perempuan. Kalau ada lelaki pasti security atau petugas kebersihan. Kami memasuki ruang observasi. Ruangan ini diperuntukkan bagi pasien-pasien yang baru saja selesai operasi.
Ku hampiri mama sembari mengucap salam. Mama ditemani papuq tuan dan bibik. Ku cium tangan mama dengan penuh cinta. Kucium dengan penuh kelembutan tangan terbaik dalam hidupku itu. Tangan yang kini di infus dan di transfusikan darah. Mama dalam kondisi sadar, alhamdulillah mama bisa melewati operasi dengan selamat. Tadinya aku khawatir karena mama sama sekali tidak melakukan persiapan sebelum operasi. Biasanya orang-orang yang hendak operasi harus puasa terlebih dahulu,  dulu aku juga begitu ketika operasi amandel. Namun mama sama sekali tidak puasa. Terima kasih ya Allah, tiada henti aku bersyukur.
Mulai hari itu aku diam di rumah sakit menemani bapak dan mama. Bapak meninggalkan sementara tugasnya sebagai kepala madrasah dan ketua KKM ( Kelompok Kerja Madrasah ) se-kecamatan Narmada. Bapak ingin fokus pada penyembuhan mama. Aku pun begitu, ku tinggalkan aktifitasku di mahad untuk fokus pada kesembuhan mama dan adik bayi. Astaga, aku sampai lupa sekarang aku sudah punya adik baru. Kata mama, beliau belum bisa melihat langsung buah hatinya itu. Adik bayi sedang di rawat di ruang bayi.
“ jadi, siapa namanya pak ? ” tanyaku, bapak tersenyum mendengarku menanyakan itu
“ namanya,,,, ” bapak tidak melanjutkan, ia ingin membuatku penasaran
“ siapa pak ? ” desakku tak sabar
“ abdul hamid akbar fakhri ” bapak tersenyum
“ masyaAllah, usul saya akhirnya bapak terima, tapi kalau begitu lebih bagus kedengarannya gini pak, abdul hamid fahri akbar, gimana ? ”
“ nggak ” bapak menolak
“ coba kita tanya mama ayo, gimana ma ? bagusan mana kedengerannya abdul hamid akbar fahri atau abdul hamid fahri akbar ” tanyaku pada mama sembari terus mengelus kepala mama dari tadi
“ abdul hamid fahri akbar ” jawab mama sembari menatapku dan bapak bergantian. Bibi hanya tersenyum mendengar diskusiku dengan bapak
“ nggak, ada filosofi dibalik nama itu, nanti saya jelaskan ” kata bapak tak bergeming.
“ baiklah, saya mengalah saja, lagian bapak lebih berhak kasih nama, kan bapak yang buat dia  jadi bapak juga yang kasih nama ” sontak mama bapak dan yang lainnya sedikit tersenyum  mendengar kata-kataku.
Mentari pagi terus bersinar menyinari dunia. Teriknya begitu semangat membakar pula semangatku untuk menjadi anak yang lebih berbakti dari sebelumnya. All of my time just for my parents and my family. Mentari, saksikanlah, semangatmu bersinar tak kalah dengan semangatku untuk menyinari kehidupan keluargaku dengan sinar kebaikan, kebahagiaan, dan kebaikan.
Hari itu papuq tuan pulang ke rumah di antar ustad hamzan, biar yati dan aliya bersama papuq tuan di rumah. Dan aku serta bapak menjaga dan menemani mama di sini. Aku yakin keikhlasanku dan bapak mencintai mama akan menjadi tabungan pahala kami semua. Ya Allah, seiring matahari-Mu yang terus bersinar kupanjatkan doa, kuatkanlah kami, utamanya mama dan bapak, amiiinnn...
Hari ini semuanya dimulai, pengalaman baru membuka ceritanya, entah berapa hari ke depan aku akan menjadi penghuni rumah sakit ini, bismillah,,, nawaituku hanya untuk mencari ridho Allah yang bergantung pada ridho orang tua sebagaiamana nasihat nabiku, Muhammad SAW


Bersambung....

Komentar

  1. kok bersambung..., penasaran.
    dan...
    terharu :')

    BalasHapus
  2. kalau ceritanya adek tulis nggak bersambung terlalu panjang dia kak,, mkanya bertahap.. terima kasih sudah berkunjung kakak :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer