masih pembukaan satu
Pelan namun
pasti kesadaran ku mulai pulih. Mata yang sedari tadi malam terpejam mulai terbuka
menatap dunia yang ah... ternyata listrik masih padam. Saat baru bangun dan
listrik masih padam di situ kadang saya merasa sedih. Tiga sosok orang dewasa
tertangkap dalam pengelihatanku, ada bapak, mama, dan papuq tuan. Mereka sedang
bercengkrama. Juga sebuah kantong kresek ukuran besar yang sudah penuh dengan
isinya yang aku belum tahu apa. Saat nyawa sudah terkumpul segera aku beranjak
ke kamar mandi untuk berwudu’ hendak menunaikan sholat subuh.
Dalam sujud
dan doaku keselamatan untuk mama, adik bayi, dan kami semua aku utamakan
tentunya setelah memohon ampun atas dosa-dosa kami. Untaian harapan di pagi
buta ini tak berbeda dengan untaian harapan semalam. Semoga proses kelahiran
adik bayi berjalan lancar dan kami dijauhkan dari segala macam bahaya. Di awal
kehamilan mama memang sedikit kaget karena kehamilan ini tidak direncanakan
sama sekali. Mama menyadarinya setelah beberapa bulan mengandung.
Beberapa waktu
yang lalu aku berkesempatan mengikuti sebuah kompetisi dakwah di Jakarta yang
mengharuskanku jauh dari orang tua untuk beberapa minggu. Aku juga terpaksa
mengorbankan kesempatan untuk kuliah karena tes masuk kuliah berbarengan dengan
schedule karantinaku selama di Jakarta. Banyak orang mengetahui apa yang sedang
aku lakukan di Jakarta karena memang kompetisi tersebut tayang pada sebuah
stasiun televisi swasta nasional, Indosiar. Di saat itulah konon bapak dan mama
merasa kesepian. Maklumlah tumben anak laki-laki paling gedenya pergi jauh
seorang diri tanpa ada yang menemani. Ditambah lagi banyak rekan-rekan dan
murid-murid bapak yang mengatakan seperti ini “ ustad, tambah saja anak side
ustad, kami bangga anak-anak side berkualitas ”. orangtuaku hanya senyum dan
kalem saja menanggapi komentar-komentar mereka yang mungkin saja orangtuaku
menganggapnya hanya guyon belaka. Namun bapakpun sempat berujar ketika aku di
Jakarta bahwa beliau ingin memiliki anak lagi kalau bisa laki-laki.
Benar adanya
kata-kata adalah do’a. Selang beberapa bulan mama dan bapak konsultasi ke
dokter kandungan dan bidan. Hasilnya mama positif hamil. Namun mama tidak
langsung gembira, ia sempat khawatir dengan faktor usianya yang sudah menginjak
angka 39 tahun. Memang kami pernah dengar bahwa hamil di atas usia 35 tahun itu
beresiko. Lain dengan aku dan bapak. Kami berusaha meyakinkan mama bahwa ini
pertanda Allah tahu mama mampu dan isyarat bahwa Allah masih percaya sama mama
dan bapak sehingga dititipkan amanah ini. Akhirnya mama pun mulai tenang dan
menjaga kandungannya.
Aku pun
bergabung dengan mama, bapak, dan papuq tuan di kursi ruang tamu. Kantong kresek
yang besar itu ternyata berisi perlengkapan mama yang akan melahirkan, juga
beberapa botol minuman pocari sweet. Sejurus kemudian aku segera mengeluarkan
motor dari dalam rumah untuk memanaskan mesinnya.
Mentari mulai
keluar dari persembunyiannya di ufuk timur. Di saat itulah mama mulai merasakan
sakit, namun sakitnya masih bisa ditahan. Artinya rasa sakit itu tidak konstan
tapi kadang datang kadang pergi. Bapak yang masih dalam keadaan pusing karena plester
salon pas masih menempal di kepalanya terus memegangi perut dan pinggang mama. Sembari
ia berkata kepadaku “ ini sakitnya belum apa-apa, izz. Nanti kalau sudah sakit
sekali ketika mamamu ngeden saya sampai-sampai ikut ngeden juga ”
bapak menjelaskan kepadaku. Maklumlah sudah 4 kali bapak mendampingi mama
melahirkan. Aku tahu kenapa bapak menjelaskan seperti itu kepadaku, ada sebuah
pelajaran tersirat yang aku tangkap bahwa nanti jika sudah menjadi seorang
suami aku tak hanya harus menjadi suami setia tapi juga suami sedia.
Pukul tujuh
lebih aku pun membonceng mama menuju polindes di desa. Jaraknya tidak terlalu
jauh, sekitar 1 KM, ku pacu motor dengan hati-hati. Karena aku sadari bahwa
keselamatan mama ada di tanganku yang tengah mengendarai motor. Beberapa menit
kemudian kami pun sampai. Ternyata bu bidan sedang membantu persalinan orang
lain di sana. Tepat ketika kami baru sampai tangisan bayi mulai terdengar. Dalam
hati aku bergumam insyaAllah sebentar lagi aku akan mendengar tangisan dari
adik bayi di dalam perut mama.
Aku dan mama
duduk-duduk di depan kantor ibu bidan guna menanti beliau menyelesaikan
tugasnya. Tangisan bayi masih terus terdengar. Pasti keluarga dari bayi
tersebut bersuka cita menyambut kedatangan anggota baru dikeluarga mereka dan
sebentar lagi aku dan keluarga juga akan bersyukur menyambut kehadiran jagoan
baru di keluarga kami. Tapi sampai saat ini bapak belum jua menemukan nama yang
tepat untuk adik bayi, aku juga demikian. Kata bapak, “ tumben saya bingung dan
kesulitan mencari nama, padahal jika orang lain minta nama ke saya pasti nama
yang keluar bagus-bagus semua dan diterima ”.
Selang beberapa
puluh menit pasca ibu bidan selesai membantu persalinan mama pun di suruh masuk
ke ruang praktik. Nampaknya hendak di periksa, aku pun bertanya apa aku harus
ikut masuk ? mama bilang nggak usah, Cuma di periksa saja jadi tidak perlu di
temani. Aku pun sami’na wa atho’na. Ternyata kurang dari 5 menit mama
pun keluar dari ruang praktik bidan. Dalam hati aku bertanya kok cepet ya ?.
mama menghampiriku
“ masih
pembukaan satu, kita pulang dulu ayok, gerah saya ini mau mandi ”
“ biasanya
kalau orang melahirkan itu sampai pembukaan berapa, ma? ”
“ pembukaan
sepuluh ”
Meskipun aku
sama sekali tidak paham maksud pembukaan satu dan sepuluh aku pun menuruti
keinginan mama untuk pulang. Barang-barang yang kami bawa tadi kami tinggal di
polindes dulu. Dalam benakku terus terngiang rasa penasaran, pembukaan satu
ini seperti apa ? apanya yang terbuka ? . ah sudahlah nanti lambat laun
pasti aku akan mengetahuinya.
Selang sekitar
sejam kemudian kembali aku dan mama menuju polindes. Kata bu bidan nanti
beberapa jam lagi akan di periksa lagi sudah sampai pada bukaan keberapa. Mama pun
berjalan-jalan kecil di sekitaran polindes, ketika lelah berjalan mama pun
duduk di sampingku, tiada hentinya mama berdoa “ mudah-mudahan lancar-lancar
semua, izz ”. tentu harapan mama adalah
harapanku juga. “ aammiinnnn ”
Tiba-tiba
sebuah motor revo biru datang, penggunanya menggunakan helm, motor itu mirip
motor bapak dan penggunanya... astaga,, itu bapak, kulihat ia masih mengenakan
salon pas di kepalanya. Bapak melajukan motor dengan tersenyum kala kami
melihat kedatangan beliau. Mama hanya geleng-geleng kepala, aku bingung apa
yang harus ku perbuat.
“ kenapa
side datang, nanti izz sudah teman saya, side istirahat saja di rumah ” kata
mama pada bapak
“ saya sudah
sembuh ” jawab bapak sembari tersenyum padaku dan pada mama.
Ya Allah,
semoga saja bapak dan mama selalu dalam lindungan Allah. Doaku dalam hati.
Bersambung,,,,
Komentar
Posting Komentar