selamat datang jagoan
Kami menunggu
di luar ruang operasi. Tadi paman dan bibik sempat membelikan makanan untuk
mengisi perut. Tapi entah kenapa aku dan bapak sama sekali tak bernafsu makan. Operasi
dimulai sekitar pukul 19:00 petang. Kami mondar mandir di depan ruang operasi. Berharap
yang terbaik, cemas takut kenyataan tak sesuai harapan dan lain sebagainya. Namun
yang pasti di tengah kecamuk hati yang kami rasakan, doa tiada henti terkirim
untuk keselamatan mama dan adik bayi.
Begitu banyak
orang yang menghubungi HP bapak, mereka tahu mama sedang operasi karena bapak
tadi menyuruhku mengirim SMS minta doa ke seluruh kontak di Hpnya. Tapi anehnya
setiap kali ada yang menelpon HP tersebut selalu diserahkan kepadaku untuk
menerimanya. Nampaknya bapak masih tegang, ia belum sangggup bicara dengan
orang lain, sisi emosional bapak tersentak begitu dahsyat dengan kenyataan yang
tengah kami hadapi. Kekhawatiran sampai pada titik puncak, harapan sampai pada
titik tertinggi, kecemasaan yang semakin menggunung, semuanya bersatu padu
dalam pikiran bapak. Beliau butuh waktu untuk mengembalikan ketenangan yang
sempat hilang.
Setelah cukup
lama dia membisu akhirnya bapak angkat bicara, ia berbicara padaku “ izz,
jangan pikirkan kuliah dulu ! jangan pikirkan kursus dulu, kita fokus pada
penyembuhan mamamu, butuh waktu lama untuk kembali normal ”
“ iya pak,
saya juga mikirnya gitu, saya akan serahkan semua waktu saya untuk mengabdi
kepada mama dan bapak ”
Kembali bapak
hening, entah beliau mendengarkan jawabanku atau tidak, aku tak mau mengusik
ketenangan yang sedang bapak usahakan merasuk ke dalam hatinya.
“ mamamu itu
orang hebat, luar biasa perjuangannya ” kata bapak lagi.
“ nggih pak,
”
“ pak ? ”
aku coba menarik perhatian bapak. Ia menatapku, menanti kalimat apa yang kan
terlontar dari lisan anak pertamanya ini
“ karena
semua kejadian ini saya dapat inspirasi nama untuk adik bayi ini ”
“ apa
namanya ? ” tanya bapak
“ Abdul
Hamid Akbar ” aku pun menjelaskan kembali filosofi nama tersebut. bapak tak mengiyakan
tidak pula menolak
Karena capek
duduk aku dan bapak pun berjalan ke pintu keluar ruang operasi. Dan sontak kami
mendekatkan diri ketika telinga ini menangkap suara tangisan bayi. Aku dan
bapak saling menatap, apakah itu keluarga baru kami ? itukah jagoan kami ?
karena hanya mama yang melakukan operasi sesar saat ini. Apakah itu tangisannya
? feeling kami semakin besar sejalan dengan harapan semoga ia baik-baik saja. Kulihat
bapak segera sujud syukur. Paman dan bibik yang melihat kami dari kejauhan pun
mendekat.
“ bapakmu
kenapa izz? ” tanya paman. Aku tersenyum pada paman dan bibik
“ coba paman
dan bibik dengar ! ada suara tangis bayi dari dalam ruang operasi ” paman dan
bibik mencoba lebih mendengarkan dengan telititi lagi. Mereka tersenyum
“ itu adikmu
? ” tanya paman
“ kayaknya
paman, bukannya tadi Cuma mama yang melakukan operasi sesar kan ? ”
“ iya Cuma mamamu
tadi yang operasi, izz ” sergah bibik
“ iya semoga
saja dia, kita tunggu kepastian dulu ” terang paman.
Selang beberapa
menit seorang suster keluar dari ruang operasi mendorong sebuah inkubator bayi.
Perawat tersebut menggunakan masker dan di dalam inkubator tersebut tentu ada
bayi yang tengah menangis. Kami pun membuntuti, bapak berada di barisan
terdepan. Ia terus memburu perawat tersebut dengan pertanyaan apakah itu anak
ibu hawa yang tengah di operasi dan akhirnya kamipun mendapat jawaban pasti. Alhamdulillah
itu memang adikku. Aku langsung sujud syukur. Tak ku hiraukan pandangan
orang-orang yang keheranan melihatku sujud syukur. Bapak masuk ke dalam ruang
bayi, aku, paman, dan bibik kembali menunggu di depan ruang operasi.
Cukup lama
bapak disana akhirnya aku memutuskan untuk menyusulnya. Kulihat bapak sedang
duduk di sebuah sofa dalam ruangan itu. Dari informasi yang kami dapat adik
bayi yang lahir berkelamin laki-laki, sesuai dengan prediksi dokter. Namun kata
perawat tangisannya kurang, ia kelelahan karena terlalu lama di dalam perut
sejak pecahnya ketuban. Aku jadi ingat tindakan ibu bidan di polindes yang
menggunting ketubannya mama. Karena itulah adik bayi dimasukkan ke inkubator. Aku
tak tahu sampai berapa hari. Aku hanya bisa melihatnya dari luar ruangan, aku
hanya melihat inkubatornya saja. Adik bayi, aku belum melihatmu secara
langsung, selamat datang jagoan, selamat datang di keluarga kami, aku kakakmu,
kamu harus lebih baik dari kakak ya. Hatiku tersenyum.
Ku ajak
bapak untuk kembali ke depan ruang operasi. Di saat kami melintasi pintu keluar
seorang petugas keluar dari ruang operasi dan berteriak “ keluarganya ibu hawa
mana ? ”
“ saya pak,
saya suaminya ” sergah bapak
“ mari pak,
masuk ” bapak langsung masuk, kulihat ia dipasangkan masker dan pakaian steril
masuk ke ruang operasi. Aku tak tahu kenapa bapak disuruh masuk. Semoga tak
terjadi apa-apa. Paman dan bibik kembali menghampiriku bertanya kenapa bapak di
suruh masuk. Kamipun menunggu bapak keluar.
Beberapa menit
kemudian bapak keluar. Wajahnya tegang dan pucat.
“ gimana kak
? ” tanya bibi pada bapak. Bapak menghela nafas panjang.
“ rahim
kakakmu harus diangkat ”
“ hah ? kok
diangkat? ” bibik kaget
“ side lihat
langsung tadi di dalam ? ” tanya paman
“ iya saya
lihat langsung, tadi perutnya sedang di bedah, saya lihat langsung apa isi
perutnya, kata dokter kalau rahimnya dibiarkan
nanti bisa jadi penyakit, makanya lebih baik diangkat ” bapak menjelaskan
“ iya sudah
kalau itu yang terbaik menurut dokter, emang side masih mau punya anak lagi ? ”
tanya paman dengan nada bercanda mencoba cairkan suasana, kami pun tersenyum
mendengar pertanyaan paman
“ nggak,
cukup sudah ini ” wajah bapak masih tegang. Ia belum bisa tersenyum.
Alhamdulillah,
adik bayi sudah lahir, yang kami syukuri ia lahir dengan selamat meskipun
kurang sehat. Dan operasi sesar mama juga berhasil sekarang tinggal operasi
angkat rahim. Ya Allah lancarkan operasinya. Kuraih ponselku dan ku
telpon yati serta aliya untuk mengabarkan bahwa operasi mama berjalan lancar
dan adik bayi sudah lahir. Semoga mereka bisa jadi lebih tenang, itu harapku.
Beberapa saat
kemudian bapak mengajakku untuk mencari dokter, beliau hendak cek tensi, dan
lain-lain. Karena memang sebelumnya bapak dalam kondisi kurang sehat, wajahnya
pun masih pucat. Sebelumnya bapak sudah cari dokter umum di sekitaran Rumah
Sakit namun entah kenapa pihak rumah sakit tidak bisa menerima pasien yang
tidak terdaftar di rumah sakit tersebut. Walhasil aku dan bapak harus keluar dari
kompleks Rumah Sakit sebentar.
Setelah bertanya-tanya
pada orang-orang asli sana kami pun tahu tak jauh dari situ ada dua praktik
dokter umum. Aku mencoba ke sana namun sayang dua-duanya sudah tutup. Akhirnya bapakpun
memilih untuk ke apotik saja, sekedar membeli obat dan vitamin. Sepanjang perjalanan
menemani bapak itu aku berdoa ya
Allah kuatkan mama, adik bayi, dan juga kami. Aku tak bisa bayangkan di
saat mama operasi lantas bapak sakit lagi seperti hari kemarin, sedangkan
adik-adikku masih kecil semua. Kuatkan kami ya rabb!
Pukul sembilan
lebih aku dan bapak kembali ke Rumah Sakit. Pasca kami kembali paman dan bibik
pun bersiap-siap hendak kembali. Karena memang esok pagi-pagi paman harus berangkat ke bandara. Jadwal
pesawatnya dari BIL ke bandara adi sucipto Jogjakarta pukul 06:00 pagi. Chek in
satu jam sebelumnya artinya minimal paman sudah dibandara sekitar pukul 05:00. Sedangkan
jarak dari rumah beliau ke bandara sekitar 1 jam sampai satu setengah jam
perjalanan. Aku sendiri berencana pulang ketika mama sudah selesai operasi. Bukanku
tak mau menemani mama malam ini tapi adik-adikku di rumah juga harus ku
pikirkan. Aku ingin memposisikan diri sebagai anak yang berbakti dan juga kakak
yang bertanggung jawab. Biar bapak dan papuq tuan yang menginap malam ini,
besok pagi-pagi aku kembali ke sini pikirku.
Tapi bapak
malah memerintahkanku pulang. Alasannya kalau semakin malam nanti semakin sepi
jalanan. Lagian kasihan adik-adikku di rumah. Tadi mereka menghubungiku ingin
dibelikan coklat katanya. Akhirnya dengan berat hati aku ayunkan langkah kaki
ini untuk ke parkiran sepeda motor. Ketika hendak keluar dari Rumah Sakit kami
bertemu dengan ustad Hamzan, salah seorang yang dekat dengan keluarga kami dan
kami membentuk simbiosis mutualisme dengannya. Alhamdulillah ia datang, paling
tidak aku bisa sedikit tenang karena bapak dan papuq tuan ada yang menemani. Kulajukan
motor dengan kecepatan tak terlalu tinggi. Ku dahului bibik dan paman karena
jarak rumahku daripada rumah paman jelas lebih jauh.
Baru beberapa menit pasca aku, paman, dan bibik keluar dari
rumah sakit, mamapun keluar dari ruang operasi. Bapak dan papuq tuan
menghampiri mama, ia sudah sadar ternyata.
“ mana
keluarganya ibu hawa ? ” tanya petugas tersebut
“ ini saya
keluarganya ” kata bapak
“ mana juga
pak ? masak bapak sendirian ? “
“ banyak
keluarganya tapi Cuma saya yang masih di sini sama ibunya ”
“ yang lain
mana ? ” tanyanya dengan nada tergesa
“ sudah
pulang ” jawab bapak
“ kenapa
pulang ? siapa yang akan angkat ibu ini ke ranjang pasien sekarang ?saya nggak
bisa pak, saya sedang hamil ”
Bapak pun
kebingungan. Ia tak mungkin mengangkat mama seorang diri karena mama harus
diangkat bersama kain yang ia tiduri. Di saat itulah ustad Hamzan muncul, luar
biasa syukurnya bapak
“ ini juga
keluarganya ” kata bapak menarik ustad Hamzan mendekat
“ kalau begitu
ayo di angkat pak, kita bawa ke ruang pasien ” perintah perawat tersebut.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar