Secuil Tentang Novel "Cantik Itu Luka"


sumber : ekakurniawan.com


Bismillahirrahmanirrahim...
Ditemani deru mesin pesawat yang mengudara di atas kepala, saya awali goresan kata demi kata ini dengan secercah asa. Semoga taufik dan hidayah-Nya selalu menyertai kita. Aamiinn Ya Robbal Alamin.
Setelah menulis tentang Warkop DKI Reborn kemarin, di sore gerimis yang begitu asyik ini saya ingin menulis hal-hal yang ringan saja. Apalagi ditemani securuput kopi hitam. Kepulan kehangatannya seolah membisikkan firman Tuhan : Maka nikmat ngopi yang manakah yang hendak kau dustakan?
Sahabatku yang super! #uhukUhuk.
Curhat dikit ya, dua malam lalu saya terjerumus dalam kegalauan selama beberapa jam. Tidak karena wanita, pun bukan lantaran uang, melainkan tulisan. Iya, saya blank inspiration dan bingung mau menuliskan apa. Pikiran buntu.
Sebenarnya ada ide yang bersemayam dalam benak, tapi jika itu yang saya goreskan ia akan menjadi artikel populer biasa. Mainstream seperti konten blog saya yang lain. Sedangkan malam itu saya merasa ingin sekali menghasilkan cerpen. Sudah cukup lama jemari ini tak berimajinasi merajut kisah demi kisah.
Yang saya syukuri, meskipun galau nggak ada inspirasi, saya tidak meluapkannya dengan hal-hal negatif seperti minum wisky, pakai narkoba, atau menjual keperjakaan ke tante-tante kesepian. Satu-satunya yang saya lakukan adalah bikin status di BBM, bunyinya “Buntu” tanpa embel-embel emoticon.
“Kok tiba-tiba pengen bikin cerpen, Bang? Kesambet setan apa?”
Nah itu dia, bisa jadi saya terpengaruh novel yang baru saja khatam saya baca. Cantik Itu Luka, goresan Eka Kurniawan. Novel itu cukup tebal. Penuh kejutan dan bikin ketagihan. Sungguh saya kagum pada sastrawan prontal macam Eka Kurniawan. Kekaguman yang diiringi asa semoga kelak bisa berkarya macam dia. Nah untuk membuat novel kan harus diawali cerpen dulu lah yang lebih singkat, itulah mengapa saya ingin membuat cerpen. Tapi sepertinya saya perlu usaha ekstra keras dan bersabar ekstra kuat, bismilllah saja.
Ngomong-ngomong tentang Eka Kurniawan, bagi Anda yang akrab dengan dunia sastra mungkin tak asing lagi dengan nama yang satu ini. Baru beberapa bulan lalu ia meraih penghargaan dunia sebagai penulis nomor 1 Indonesia atas karyanya yang berjudul Manusia Harimau. Sudah sedari dulu saya mendengar namanya namun belum pernah membaca karyanya. Beberapa kali ke tokok buku karya-karyanya selalu di pajang di bagian buku-buku laris. Logo Gramedia Pustaka Utama di bagian bawah buku menambah kewibawaan buku-bukunya.
Alhamdulillah kali ini saya ada rezeki membeli bukunya yang berjudul “Cantik Itu Luka”. Novel itu sudah masuk cetakan ke-11 terhitung Agustus 2016. Novel ini, menurut saya adalah gabungan mistik-sejarah-romantik. Anda akan diseret oleh Eka menuju zaman penjajahan Belanda, Jepang, hingga pemberontakan PKI dan dekade 90-an.
Tokoh utamanya bernama Dewi Ayu. Seorang perempuan cantik berdarah Indo-Belanda yang dipaksa menjadi pelacur oleh Jepang. Ia menjadi primadona diantara ratusan kupu-kupu malam di Halimunda. Tarifnya pun paling tinggi dan hampir semua orang berangan-angan bisa menidurinya, terkecuali–mungkin saja–kyai-kyai sok suci yang menatap jijik pada penjaja selangkangan itu.
Ia melahirkan 3 orang anak wanita tanpa mengetahui siapa bapaknya. Kesemuanya cantik-cantik. Anak pertama bernama Alamanda, terkenal sebagai playgirl paling mempesona. Ratusan laki-laki ia permainkan, memberi mereka harapan dan sewaktu mereka yakin bisa mendapatkan Alamanda, gadis itu mematahkan hati mereka dengan penuh kemenangan. Hingga akhirnya ia berjumpa dengan seorang lelaki yang benar-benar ia cintai, Kamerad Kliwon, tokoh muda Partai Komunis yang gagah rupawan dan mempesona se-Halimunda. Mereka pun merajut kasih.
Anak kedua bernama Adinda, ia tak kalah cantik dengan Alamanda. Banyak lelaki mendamba ingin memilikinya, namun hati Adinda hanya terpaut pada satu lelaki, dialah Kliwon, kekasih Alamanda sendiri.
Anak ketiga bernama Maya Dewi. Ialah anak paling cantik dan paling penurut diantara ketiga anak Dewi Ayu. Ia tak mewarisi kenakalan dan keliaran dari sang ibu. Ia bahkan jarang keluar rumah untuk bermain. Bersama Rosinah (pembantu Dewi Ayu) ia masak, belajar rajin, dan beribadah dengan tekun.
Dalam novel tersebut hadir pula 3 sosok lelaki yang memiliki peran banyak. Adalah Maman Gendeng, sosok preman yang kebal akan senjata. Ia memiliki banyak anak buah dan menjadi penguasa di Halimunda. Ia jatuh cinta pada Dewi Ayu dan mengharamkan lelaki lain menidurinya. Jadilah Dewi Ayu memiliki satu pelanggan tetapi di tempat pelacuran Mama Kalong, Maman Gendeng seorang.
Selanjutnya, Shodanco, sebenarnya itu adalah gelar. Nama aslinya tak disebutkan karena Shodanco sudah teramat melekat pada dirinya. Ia tentara yang diburu Belanda dan diincar-incar Jepang namun tak pernah tertangkap. Ahli siasat perang dan lihai bergerilya. Ia pernah meniduri Dewi Ayu dengan paksa yang memancing kemarahan sang bos preman, Maman Gendeng. Hingga akhirnya ia jatuh cinta pada anak pertama Dewi Ayu, Alamanda.
Kamerad Kliwon, ia anak dari komunis yang ditembak mati Belanda. Kelak ia pun menjadi komunis paling berpengaruh dengan mendirikan serikat buruh dan nelayan. Ia mencintai Alamanda dan Alamanda pun sebaliknya. Hingga akhirnya keadaan memisahkan mereka dan Shodanco merebut Alamanda darinya. Sejak itu, Kliwon yang notabene pembela kaum teraniaya sering bersitegang dengan Shodanco, pimpinan militer paling otoriter di Halimunda. Inilah salah satu bagian menariknya, kita seakan menyaksikan dan terlibat langsung dalam perseteruan Partai Komunis dengan pihak militer. Sebuah cerita yang akan memaksa Anda tidak tidur semalaman.
Nantinya, Alamanda pun terpaksa menikah dengan Shodanco, Adinda sendiri berhasil mendapatkan cinta Kliwon meski sempat diselingkuhi dengan kakak kandungnya sendiri, Alamanda. Dan yang paling mengejutkan, Maya Dewi dinikahkan dengan Maman Gendeng atas paksaan Dewi Ayu. Kelak dari ketiga pasangan tersebut akan lahir anak-anak yang membawa petaka luar biasa, buah dendam masa lalu yang berkesumat akibat perlakuan ibu mereka, Dewi Ayu.
Dewi Ayu begitu tertekan tatkala oleh dukun beranak ia divonis hamil anak ke-4. Berbagai upaya ia lakukan untuk menggugurkan kandungan namun si anak tak kunjung mati. Ia yakin anak ke-4 nya akan terlahir dengan paras lebih cantik dan tentunya membawa petaka lagi bagi dirinya. Maka, atas saran Rosinah ia berdo’a meminta anak yang buruk rupa. Dan Tuhan pun mengabulkan. Meski kemudian bayi perempuan mungil itu ia beri nama Si Cantik. Sungguh ironi.
Namun, bagi Anda yang meng-klaim diri Islam Kaffah, saya harap persiapkan diri untuk membaca bagian-bagian yang bisa jadi membuat Anda berisitigfar lebih banyak dari biasanya. Jangan anggap bagian itu sebagai bagian yang tak baik, namun itulah salah satu keunikan karya sastra. Nikmati ceritanya, rasakan sensasi ketegangan, resapi tiupan rasa penasaran, dan cobalah memandang novel ini dari perspektif sosial dan sejarah. Niscaya, Anda akan temukan bahwa sastra jauh lebih jujur dari sejarah-sejarah di buku paket. Dan yang terpenting, selalu ada pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada ma’asyiral pembacanya.
Kalau penasaran silahkan beli bukunya atau pinjam di perpustakaan dan saya ucapkan selamat berbahagia dengan sastra!!
IsyKarima!!! Hiduplah dengan mulia!!!

Jogjakarta, 20 September 2016
16:57 WIB

Muhammad Izzuddin

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer