Pilkada DKI : Legowonya Prabowo



Bismillahirrahmanirrahim...
Meskipun bukan orang Jakarta, izinkan saya dalam goresan kali ini membahas tentang Pilkada di ibu kota negara tersebut. Jika ada yang protes dan mencerca “KTPmu Lombok, Zu, bukan Jakarta!”, izinkan saya mengutip  hujjah dari Agus Mulyadi “Jangan urus Pogba, Mourinho, atau Ibrahimovic, soalnya KTPmu Jogja, bukan Manchester”.
Jama’ah pengguna paket data dan wifi gratis rahimakumullah
Diakui atau tidak, pilkada DKI telah mencuri perhatian banyak pihak. Hegemoninya melampaui pilkada-pilkada daerah lain. Sampai-sampai SBY berkata “Ini pilgub rasa pilpres”.
Sudah ada 3 pasangan calon yang resmi mendaftar ke KPU. Mereka adalah petahana, Koh Ahok dan wakilnya saat ini Djarot Saiful Hidayat yang diusung koalisi PDIP, Nasdem, Hanura, dan Golkar. Kemudian poros Cikeas yang digawangi Demokrat, PAN, PKB, dan PPP mengusung Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni. Dan terakhir, Anies Baswedan – Sandiaga Uno yang diusung Gerindra dan PKS.
sumber : Instagram Anies Baswedan

Berikut beberapa hal menarik dari kaca mata saya yang minus ini terkait Pilkada DKI.
Politisi juga bisa deadliner
PDIP sadar benar posisinya sebagai pemegang kartu As. Baik koalisi pro Ahok maupun anti Ahok sama-sama menanti sikap dari partai pemenang pemilu itu. Dan yang mulia bunda Megawati berfatwa PDIP mendukung Ahok-Djarot. Berbahagialah partai pro Ahok dan kelabakan bukan main partai anti Ahok. Yang menarik adalah PDIP mengumumkan keputusannya hanya 3 hari sebelum pendaftaran ditutup. Sepertinya PDIP memang sengaja ingin mengerjai partai-partai lain.
Menyikapi hal tersebut para politisi di kalangan partai anti Ahok langsung berkonsolidasi guna memutuskan sikap. Bahkan poros Cikeas (SBY) dan poros Kertanegara (Prabowo) seakan saling tunggu untuk didekati. Sayangnya gengsi di antara mereka cukup tinggi. Kubu SBY ogah bergabung dan mendukung kubu Prabowo, begitu juga kubu Prabowo yang tak cocok dengan skenario yang disodorkan kubu SBY. Alhasil mereka pun berjalan sendiri-sendiri.
Baik Agus-Sylvi maupun Anies-Sandi sama-sama mendeklarasikan diri di menit-menit akhir pendaftaran cagub. Seketika saya ingat pada filosofi kebanyakan mahasiswa yang bertipe deadliner. Mereka berseloroh “The Power of Kepepet” kadang-kadang ampuh dalam menyelesaikan tugas. Pertanyaannya sekarang, apakah the power of kepepet dalam politik yang dilakukan oleh kubu penantang Ahok berhasil menumbangkannya? Kita tunggu episode selanjutnya.
Patah Hatinya Mereka Yang Gagal Maju
Sebenarnya ada banyak tokoh yang sejak jauh-jauh hari mendeklarasikan diri sebagai penantang Ahok. Sebut saja mantan menpora Adyaksa Dault, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, mantan menko kemaritiman Rizal Ramli, pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy, dan lain-lain. Mereka pun aktif melakukan pendekatan dengan banyak parpol dan sosialisasi ke masyarakat. Sayang mereka harus patah hati dan gigit jari lantaran parpol lebih memilih nama yang justru baru beberapa hari terakhir ini muncul, sebut saja Anies Baswedan dan yang paling mengejutkan ; Agus Yudhoyono.
Pesan moral yang bisa ditangkap adalah bersiaplah kecewa ketika pendekatan yang Anda lakukan ujungnya tak sesuai harapan. Kita doakan semoga mereka yang patah hati bisa berlapang dada menerima kenyataan dan segera move on ke arah yang lebih positif.
Megawati, SBY, dan Prabowo turun gunung
Inilah alasan kuat mengapa pilkada DKI serasa pilpres. 3 tokoh politisi yang punya pengaruh besar turun gunung untuk menentukan cagub dan cawagub. Megawati dengan kharismanya berfatwa dan mendoktrin seluruh kekuatan PDIP untuk bersatu padu memenangkan Ahok-Djarot. Sudah jari rahasia umum Ahok itu, meski bukan kader PDIP, adalah anak kesayangan Megawati.
SBY, dengan sisa-sisa pengaruhnya berhasil merangkul PAN, PKB, dan PPP untuk mendukung anaknya. Meski Demokrat berseloroh Agus bukan usulan SBY, tak bisa dipungkiri SBY punya peran atas terpilihnya Agus sebagai cagub. Seandainya Agus adalah usulan dari partai lain kan bisa saja SBY menolak to ? tapi malah ndak, wes lah, tidak dipungkiri ini juga skenario SBY untuk anak sulungnya itu.
Prabowo, sang komandan yang punya ketegasan itu berhasil merangkul PKS dan membujuk Anies Baswedan–yang notabene ketua tim pemenangan seterunya pada pilpres 2 tahun lalu–untuk tidak bergabung dengan poros SBY dan mengusung calon sendiri. Gerindra dan Prabowo punya tradisi baik saat mencalonkan orang yang bukan kader mereka, namun gagal saat mencalonkan pimpinan mereka. Apalagi Anies Baswedan cukup punya nama baik di masyarakat. Ahok harus memperhitungkan kekuatan Anies-Sandi.
Partai krisis kader
Tengoklah Basuki Tjahya Purnama alias Ahok, ia bukan kader PDIP pun bukan kader partai lain yang mendukungnya. Agus Yudhoyono pun merupakan tentara dengan jabatan mayor infantri, bukan kader Demokrat seperti adiknya. Apalagi Anies Baswedan, ia murni akademisi berprestasi yang tak terikat dengan partai mana pun. Di kursi calon gubernur satu pun tak ada kader partai politik yang maju.
Posisi calon wakil gubernur pun demikian. Hanya Djarot Saiful Hidayat dan Sandiaga Uno yang berasal dari parpol. Sylviana Murni sendiri adalah birokrat berpengalaman yang tak punya partai sama sekali. Fenomena ini menjadi PR besar bagi partai politik. Harus ada konsolidasi dan evaluasi terhadap kinerja penjaringan kader yang dilakukan partai politik. Agar partai politik kembali ke marwahnya. Agar tontonan yang disajikan media ke publik semakin menarik. Karena bagi saya, sinetron pragmatis seperti ini jauh lebih mengasyikkan ketimbang sinetron-sinetron konvensional pada umumnya.
Legowonya Jendral Prabowo
Saya sudah lama resign dari Prabowo Lovers. Pun sejak beberapa bulan lalu telah berdamai dengan Jokowers. Saya sudah taubat dan tak mau terlibat dalam propaganda media yang hanya menguntungkan mereka. Tapi inilah yang terjadi, pilkada DKI memiliki sisi lain yang dilakoni oleh sang presiden gagal, Prabowo Subianto.
Anies Baswedan adalah ketua tim pemenangan Jokowi-JK 2014 lalu. Bahkan ia merupakan salah satu pencetus jargon revolusi mental yang hari ini memang hanya jargon belaka. Sebagai ucapan terima kasih Anies diberi kursi Menteri Pendidikan selama 20 bulan, untuk kemudian ditendang oleh Jokowi dan digantikan tokoh Muhammadiyah. Ya, Jokowi sadar followers IG Anies Baswedan kalah jumlah dibanding jama’ah Muhammadiyah yang berjuta-juta kepala itu. Lagian Jokowi mungkin khawatir popularitas Anies akan menjegalnya dalam pilpres 2019 mendatang. Makanya lebih baik Anies dibuang.
Prabowo pun datang menghampiri Anies, bersama Sandiaga Uno. Musuh lama malah ia beri kesempatan menduduki kursi Gubernur paling prestisius di Indonesia. Entah kebetulan, atau Prabowo punya skenario lain, yang jelas di permukaan dan yang ditangkap oleh publik adalah ke-legowo-an sang jendral. Seakan tak ada dendam lama, seolah Anies adalah sahabat lama yang sempat khilaf dan mendukung kubu tetangga.
Apakah ke-legowo-an Prabowo kepada Anies Baswedan mampu menghantarkannya menuju DKI 1 ? Wallahu a’lam. Tapi, seandainya saya jadi orang Jakarta, sementara ini saya akan menjatuhkan pilihan pada Anies-Sandi. Tapi saya sadar kok, KTP saya Lombok, bukan Jakarta. Dan jika ada diantara Anda yang orang Jakarta membaca blog ini, saya harap pilihan kita sama. Dan jika Anda wanita, siapa tahu kita jodoh. #UhukUhuk
IsyKarima!!! Hiduplah dengan mulia!!!

Jogjakarta, 24 September 2016
16:59 WIB

Muhammad Izzuddin

Komentar

Postingan Populer