Musik Bikin Pintar : Sebuah Alibi Logis-Empirik
![]() |
sumber : Google Image |
Bismillahirrahmanirrahim,
Selain buku, saya juga
suka musik. Tak jarang saya menghabiskan waktu senggang dengan tiduran sembari
mendengarkan musik. Namun selera musik saya cenderung labil. Pernah di suatu
waktu saya suka sekali dengan lagu-lagu dangdut, namun beberapa saat kemudian
saya beralih orientasi menyukai lagu-lagu pop-rock. Alunan musik, lirik, dan
tingkat kedalaman sebuah lagu jadi pemicu labilnya selera ini.
Berbicara tentang buku,
saya sendiri adalah pribadi yang memaksa diri “akrab” dengan berbagai genre
buku. Tak hanya buku sastra macam novel, kumpulan cerpen, atau puisi, tapi saya
juga mengakrabkan diri dengan buku-buku agama, motivasi, filsafat, sosial, dan
tentunya linguistik sebagai konsentrasi pendidikan tinggi saya.
Nah, musik pun demikian,
saya mencoba mengakrabkan diri dengan beragam genre musik. Namun musik bukan
lah prioritas saya, makanya pengetahuan saya tentang musik sangat sangat
pas-pasan. Musik adalah pewarna hidup, ia merupakan aktifitas selingan di
tengah aktifitas-aktifitas yang monoton dan terkadang membosankan. Lebih
tepatnya lagi, bagi saya, musik adalah wahana beristirahat.
Mengutip Cak Nun,
istirahat adalah pengalihan konsentrasi dari satu objek ke objek lain. Saat
kita capek belajar maka kita bisa berisitirahat dengan mengalihkan konsentrasi
ke hal-hal lain ; tidur, jalan-jalan, mendengarkan musik, dsb. Artinya,
istirahat itu nggak harus nganggur, sungguh mubazirnya hidup dan oksigen yang
kita hirup jika aktifitas menganggur masih mendominasi diri.
Saya pernah sampai pada
pemikiran ekstrim bahwa musik, menari, atau olah raga adalah hal-hal yang tidak
punya esensi. Kecuali yang terakhir, dalam perspektif medis olahraga rutin
terbukti berdampak baik bagi kesehatan. Tapi musik atau menari, apalagi tarian
ala K-Pop (Korean Pop) sungguh membuat saya antipati bahkan mengklaim mereka
adalah golongan orang-orang kurang kerjaan.
Hingga kemudian hidayah
berwujud wawasan kebudayaan mulai menghampiri saya. Pikiran ini jadi lebih
terbuka dan saya mulai memahami bahwa pikiran ekstrim saya itu tergolong
pemikiran jahiliyah. Saya sudah beristigfar untuk hal ini. Semoga Allah Yang
Maha Asyik berkenan mengampuni, Aamiin.
Perubahan perspektif yang
saya alami semakin dikuatkan setelah saya meng-khatam-kan sebuah buku tentang
psiko-neurologi. Di dalam buku itu dijabarkan bahwa aktifitas menari terbukti
merangsang sel-sel di otak untuk bersinergi dan membentuk kecerdasan
tersendiri. Intinya, banyak gerak semakin baik. Nah aktifitas menari kan
gerakannya non-stop tuh dan bervariasi, disitulah terjadi proses aktivasi
sel-sel kelenjar otak tanpa mereka sadari. Efeknya adalah orang-orang yang
gesit menari cenderung lebih kreatif. Kalau tidak percaya silahkan perhatikan
orang-orang yang hebat menari di sekeliling Anda.
Begitupun mendengarkan
musik, ia memiliki peran dalam peningkatan kapasitas otak. Makanya ibu-ibu
hamil sangat dianjurkan memperdengarkan musik kepada si jabang bayi semasa di
kandungan. Dalam Islam, melantunkan ayat suci al-Qur’an pun sangat
direkomendasikan. Dengan demikian runtuh sudah pemikiran ekstrim-jahiliyah saya
digantikan dengan pemikiran yang lebih moderat. Ciee moderat.
Bermain musik tak ubahnya
melatih daya ingat, kreatifitas, spontanitas, dan sense of “keindahan”. Jangan
kira belajar gitar, keyboard, drum, bahkan gamelan itu mudah. Dibutuhkan
sikap belajar cepat dan kreatifitas dalam waktu yang bersamaan. Secara tidak
langsung kebiasaan belajar cepat dan kreatifitas yang kita dapatkan saat
belajar musik akan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari, tentunya di ranah
yang berbeda.
Dan hari ini, di tengah
aktifitas akademik mendulang IP baik di penghujung semester, saya bersama
beberapa sahabat telah menjadikan musik sebagai wahana istirahat kami, paling
tidak sekali dalam dua minggu. Ada Syamil sebagai vokalis cowok, Andri pada
posisi Gitar, dan saya sendiri, Izzuddin menabuh drum. Meskipun kemampuan kami
masih level dasar tapi itu bukan penghalang untuk terus berkembang.
Saat ini kami tengah
mencari pemetik gitar melodi, bass, dan vokalis wanita untuk kami sandingkan
dengan Syamil. Dia sih nge-request yang cantik-cantik, tapi tentu bukan
itu yang jadi indikator utama, kualitas suara lah yang akan kami prioritaskan.
Fyi, semua ini bukan inisiatif kami
sendiri. Adalah beberapa kakak tingkat yang tergabung dalam Imaba Band (Band
resmi jurusan) yang satu persatu mulai meninggalkan Sastra Arab lantaran wisuda
mendorong kami menjadi regenerasi Imaba Band selanjutnya. Dengan penuh
kesyukuran dan antusias amanah itu kami sanggupi. Dan insya Allah, kalau tidak
ada perubahan jadwal, di penghujung Oktober nanti kami akan tampil dalam acara
FKA (Festival Kebudayaan Arab) 2016. FKA merupakan agenda terbesar Sastra Arab
UGM berskala nasional. Kalau ada hasrat insya Allah di lain waktu saya akan
corat coret tentang FKA dalam blog ini. Insya Allah lo ya. (Tahu sendiri insya
Allah nya orang Indonesia seperti apa, to?)
“Emang Abang bisa main
drum?”
Sebenarnya ndak bisa,
tapi, dahulu kala, ketika negara api menyerang, eh, eh nggak ding, dahulu,
ketika masih nyantri ada seorang senior yang suka main musik merekrut saya
sebagai personil baru mereka. Dan saya diberi posisi sebagai penabuh drum. Hal
itu bermula dari keisengan saya mengumpulkan ember bekas, tutup panci, dan
toples-toples tak terpakai kemudian mengaturnya laiknya drum set. Itulah
kerjaan saya setiap sore, menanti senja redup sembari bermain drum bikinan
sendiri. Dan saat itu si senior berkata dengan mata berkaca-kaca.
“Suatu saat kau akan
menjadi drumer nomor satu di dunia”.
Dan akhirnya, band kami
bubar setelah tampil memalukan dalam suatu pentas tepat di malam hultah salah
satu ormas besar di NTB. Teriakan dari penonton “Turun! Turun! Turun!” masih
terus terngiang di telinga ini. Sungguh saya ndak sedih, cuma malu saja.
Sekarang dalam benak ini
ndak ada lagi keinginan jadi drummer nomor wahid dunia. Saya hanya ingin jadi
penulis yang bisa main drum, ilmuwan yang bisa menabuh drum, bahkan Tuan Guru
yang bisa mengajarkan santri-santri dan jama’ahnya bermain drum. Tolong untuk
bagian ini diaminkan. Aamiin Ya Robbal ‘Alamin.
Tetap jaga semangat!!
Semoga sukses menyertai kita!!
IsyKarima!!! Hiduplah
dengan mulia!!
Jogjakarta,
20 September 2016
16:13 WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar