5 Fakta Unik Tentang Debat
Yuhuuuuuuuuu............
Alhamdulillah, bisa nulis
lagi, bisa nge-blog lagi. Setelah seminggu lamanya mem-vakum-kan diri. Bukan maksudku
meninggalkanmu, blog sederhanaku. Tak jua inginku mengingkari komitmen yang
telah ada. Hanya saja keadaan memaksaku harus mengabaikanmu tuk sementara.
Kamu mau tahu kenapa ? Oke,
untuk merayakan kembalinya Bajang Lombok ini menulis, akan aku jelaskan kenapa
tak ada goresan muncul walau sepenggal kalimat pun.
Jadi sekitar 2 minggu
lalu, oleh Mbak Rima, aku diminta mendampingi beliau di pelaminan. Nggak ding.
Aku diminta menemani beliau dalam tim debat bahasa arab. Karena tanggal 13-15 Mei 2016, Universitas
Islam Indonesia (UII) mengadakan 1st Indonesia Universities
Arabic Debating Championship (IUADC 1). Bukan AADC lo ya !
Alhasil, aku harus fokus prepare
untuk kompetisi tersebut. Apa lagi kemampuan bahasa Arabku belum lah pantas
untuk dibanggakan. Tapi namanya amanah ya harus dijalankan. Kepercayaan harus
diemban. Dan konsekuensi siap diterjang. Dengan niat lillah, beberapa
hari sebelum bertanding, aku tak melakukan liturgi akademik, membaca buku
pinjaman perpus dan menulis setiap hari. Aku fokus menambah kosa kata dan
ngomong sendiri di depan cermin dalam kamarku yang pengap ini.
Jadi begitu ceritanya
kenapa aku meninggalkanmu, blogku. Tapi jangan sedih, sekarang aku sudah
kembali. Siap menjadikanmu teman berbagi keresahan, pikiran, ide, dan tentunya
curahan hati (lagi).
Eh, iya, belum nyapa
pembaca (kalau ada yang baca) juga nih. Apa kabar sodara-sodaraku dimanapun
kalian tengah bernafas kini ? sudah makan ? sudah mandi ? sudah sholat ? salam
semangat, salam sehat... Assalamu’alaikum...
Tidak terasa, kini bulan
di petala langit sudah setengah saja. Dan bulan itu kini dimiliki oleh Sya’ban.
Sya’ban tak kan selamanya bersama kita, siklus alias sunnatullah akan terus berjalan
tanpa bisa dibendung. Sya’ban kan pergi lagi diganti oleh bulan selanjutnya. Dia
lah Ramadhan.
Bagi kami–anak kos bin
anak rantau–Ramadhan bukan hanya bulan dimana kami berpuasa, setiap hari
disuguhi korma, maupun merasakan suasana religius dadakan di berbagai tempat. Tapi
Ramadhan, jauh lebih berkah bagi kami lantaran pada bulan ini lah kebanyakan
kami mudik ke kampung halaman setelah berbulan-bulan mengadu nasib, mengais
ilmu, terlilit perut lapar, dan dompet yang sering kempis ketika belum waktunya.
Rindu yang terbendung akan tercurahkan saat nanti bertemu sanak famili. Ah,
ndak sabar rasanya makan masakan mama. Saya ingin menambah gizi dan berat badan
kalau libur nanti.
Tapi, jangan terlena
dengan euforia Ramadhan yang statusnya masih coming soon. Nikmatilah Sya’ban,
ada banyak ibadah dan persiapan yang bisa kita lakukan bersamanya. Nisfu sya’ban
dan ibadah-ibadah lainnya. Ini juga nasihat untuk saya pribadi, apa lagi di
bulan Sya’ban inilah saya lahir.
Bagi saya pribadi, kado
terindah di bulan Sya’ban adalah berkesempatan mengikuti debat bahasa arab
tingkat nasional mewakili UGM. Sebuah momen yang tak kan terlupa dalam sejarah
hidup. karena sejak masuk Sastra Arab UGM, saya sudah berambisi ingin jadi
debater kritis dan akademis. Apa lagi setelah tahu bahwa debat itu sendiri
punya seni dan teknik. Duh, makin jatuh cinta ane sama debat.
Berikut akan saya
goreskan beberapa hal menarik dari seni debat. Tidak hanya debat bahasa Arab,
namun juga bahasa Indonesia, Inggris, dan lain-lain yang masih dalam ranah
debat ilmiah.
Kekompakan tim, bukan
kualitas individu
Dalam debat, satu tim
terdiri dari 2 hingga 3 orang. Normalnya 3. Di beberapa kompetisi, komposisinya
4 orang ; 3 orang tim inti dan 1 cadangan. Nah, masing-masing orang memiliki
tugas yang berbeda. Meski berbeda namun ketiganya harus tetap kompak. Menjaga integritas
satu sama lain. kalau Cuma ada satu individu yang bagus di dalam satu tim, dan
yang lain tidak bagus, mustahil bisa menang. Pun kalau semuanya bagus tapi
tidak ada kekompakan, jangan harap bisa keluar sebagai jawara. Jadi dalam debat,
kami ndak Cuma belajar bagaimana berargumen dan menyalahkan argumen orang, tapi
juga belajar menciptakan kekompakan, chemistry, dan kepekaan antar
anggota tim. Debat mempererat (orang-orang) yang (semulanya) sudah dekat.
Mosi yang cihuiyyy
Mosi ini nama lainnya
tema, pembahasan, judul, de el el. Pokoknya ada satu pembahasan yang akan
diperdebatkan oleh dua tim. Nah, dalam mempelajari dan menela’ah mosi,
diperlukan pikiran jernih nan kritis. Jangan sampai ente salah kaprah saat
membawa mosi ke dalam perdebatan. Ilustrasinya begini, sebut saja suatu debat memiliki
mosi “Pengentasan kemiskinan adalah strategi terbaik untuk mencegah terorisme”.
Nah, menurut ente, inti yang mau dibahas disitu apa ? Pengentasan kemiskinan
atau terorisme ? mohon maaf, yang jawab “kemiskinan” salah. Nah yang jawab “terorisme”
salah juga. Hehe. Lah terus yang benar yang mana nih ? “Strategi terbaik”. Itu inti
mosinya. Jadi dalam mosi di atas yang diperdebatkan adalah apakah pengentasan
kemiskinan itu strategi terbaik atau bukan. Ini saya dapatkan dari dewan
hakim langsung saat bercengkrama dengan beliau di pelataran masjid. Gimana ?
cihuy bukan ? makanya debat bagi saya adalah seni berfikir.
Memandang dari dua
sisi
Dalam debat ada dua kubu,
pro dan kontra. Kubu pro harus mati-matian mendukung mosi tersebut dengan
hujjah-hujjah yang kuat. Sebaliknya, kubu kontra harus menolak habis-habisan
mosi tersebut dengan hujjah yang ndak kalah kuat. Nah, siapa yang berhasil
membawakan hujjah yang lebih kuat dan tajam dialah yang menang.
Ini mengajarkan para debaters
untuk senantiasa memandang banyak hal dari dua sisi. Artinya waktu melihat
suatu hal yang punya banyak sisi baik, pasti ada sisi buruknya. Pun kala memandang
suatu hal yang habis-habisan dikatai buruk, pasti ada sisi baiknya. Nah disini
dibutuhkan lagi sikap kritis-akademis oleh debaters.
Nambah kenalan
Kalau sudah ikut
kompetisi, niscaya ente akan punya banyak kenalan baru. Ini saya
buktikan sendiri, sodara-sodara. Sepulang dari UII saya punya banyak kenalan
baru dari UIN SUKA, UIN Malang, UTM, dan tentunya sang tuan rumah UII. Dan
begini, sodara-sodara. Kalau kita meng-generalisasikan lomba debat, ia termasuk
dalam kategori lomba public speaking. Nah, debat adalah puncak tertinggi
kehebatan seorang public speaker. Ini menurut saya pribadi, sih. Kenapa ?
karena dalam debat kita menyampaikan pendapat dan spontan akan mendapat
antitesa dari pendapat kita itu yang harus kita tanggapi dan pertahankan
mati-matian. Canggih bin greget bukan ? makanya ane suka sama debat.
Meningkatkan semangat
Ini yang saya rasakan
sepulang dari lomba debat di UII. Semangat makin nambah, apa lagi setelah
menyaksikan orang-orang yang lolos ke semi final dan final. Masya Allah, ingin
rasanya tahun depan giliran kami yang seperti mereka. Mohon doanya ya kawan-kawan
semua. Semoga semangat ini tetap terjaga dan bisa saya manage dengan
baik dan bijak. Ammiinn Ya Robbal ‘Alamin.
Untuk menutup tulisan
ini, berikut saya lampirkan beberapa dokumentasi pribadi saya selama di UII.
Udah dulu, ya! Ada tugas
yang harus dikumpulkan besok, ane pamit. Tetap semangat ! Isy Karima...
Hiduplah dengan mulia !!
Jogjakarta,
16 Mei 2016
19:05 WIB
King_Izzu
![]() | |
Syamil, Mbak Rima, Izzuddin |
![]() |
ini partai final |
![]() |
mudakholah cuy wkwk |
Semangaaattttttt! Lomba lagi abis ini.. latiaannya diintensifkan
BalasHapusSiap mbakkk !!!! pokoknya harus lebih baik dari kemarin
BalasHapus