Ada Apa Dengan Pendidikan ?
Masih dalam kehangatan
bulan Mei. Bulannya dunia pendidikan bangsa. Pendidikan sendiri merupakan salah
satu komponen penting dalam pembangunan negara. Karena pendidikan ini lah yang
akan menentukan seberkualitas apa SDM yang dihasilkan. Pendidikan baik akan
menghasilkan SDM-SDM bermutu, pun sebaliknya.
Perhatian pemerintah
terhadap dunia pendidikan pun tak bisa dikatakan kecil. 20 % dari APBN
dianggarkan khususon buat pendidikan. Beasiswa digulirkan, kampus-kampus
dibangun, hatta kurikulum rutin diganti. Tapi pertanyaannya sekarang,
sudah berhasilkah dunia pendidikan kita mencerdaskan bangsa sesuai amanat UUD
1945 ? tanyakan pada daun yang menjuntai.
Hari Pendidikan Nasional
tahun ini tercoreng oleh beberapa kejadian memilukan yang terjadi di “area” dan
habitat pendidikan itu sendiri. Di Sumatera Utara, seorang mahasiswa tega
membunuh dosennya sendiri lantaran nilai dan skripsi. Di Bengkulu, Yuyun,
remaja cerdas, cantik nan berprestasi harus meregang nyawa setelah dinodai oleh
14 pemuda begundal kurang ajar. Dan di kampus saya, seorang mahasiswi ditemukan
tewas membusuk di lantai 5 FMIPA.
Jeri hati membaca berita
pilu itu. Katanya berpendidikan, kok membunuh ? di mana jejak-jejak triliyunan
rupiah uang negara untuk dunia pendidikan kita ? ini kah indikasi negara kita
berhasil dalam mendidik dan mencerdaskan bangsanya sendiri ?
![]() |
Potret pendidikan di Indonesia |
Sodara-sodara, sebelum
kita berdiskusi lebih lanjut ada baiknya saya menuliskan beberapa kutipan
definisi tentang pendidikan agar diskusi kita terarah dan fokus.
Pengertian pendidikan
pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter,
kekuatan bathin), pikiran dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakatnya. Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429-346 SM)
menjelaskan bahwa Pendidikan ialah membantu perkembangan masing-masing dari
jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan. (www.artikelbagus.com)
Salah seorang guru besar
kami di kampus kerap berujar, tujuan dari pendidikan, belajar, dan pembelajaran
adalah meningkatkan nilai. Agar kita yang tadinya tak bernilai atau bernilai
rendah memiliki nilai yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dan dalam upaya
peningkatan nilai tersebut, pendidikan harus menyasar pada ruh (jiwa) dan
jasmani peserta didik.
Saya teringat wejangan
dari KH. Zainuddin MZ kala beliau masih hayat. Yang kebanyakan dilakukan
pemerintah saat ini hanya mengisi otak, seminar di sana-sini, kampus-kampus
didirikan, tapi hati sering kosong. Akhirnya iman rapuh, maka muncullah
intelektual-intelektual handal bermental brandal. Otak mereka pintar, tapi hati
mereka tidak. Dan apa yang disampaikan oleh beliau bertahun-tahun lalu itu pun
masih relevan hingga detik ini.
Berangkat dari wejangan
KH. Zainuddin MZ di atas, nampaknya jawaban dari pertanyaan “ apa yang salah
dengan pendidikan Indonesia ? ” sudah terjawab. Pendidikan di Indoneisa
berorientasi pada peningkatan kapasitas otak dan belum berhasil melahirkan dan
menelurkan peserta didik yang saleh sosial.
Negara lebih bangga
ketika siswa-siswa mereka jadi kampiun di ajang olimpiade Internasional. Tapi
seolah tutup mata dengan rahasia umum Ujian Nasional terbungkus kebohongan
kolektif. Indonesia lebih bersyukur memiliki siswa-siswa ahli debat,
Matematika, atau atlet olah raga, namun abai dengan mereka yang jadi “sampah”
masyarakat di usia muda.
Salah siapa ini ? bukan
salah negara semata. Saya dan Anda pun ikut salah. Ini kesalahan berjama’ah
kita.
Pendidikan macam apa yang
menelurkan seorang mahasiswa dengan tangan enteng menikam guru besarnya sendiri
hingga tewas ? Pendidikan seperti apa yang mengajarkan 14 pemuda begundal bau
kencur itu rame-rame memperkosa gadis belia lantas menghilangkan nyawanya ? dan
Pendidikan kayak gimana yang mencetak pembunuh bertangan dingin hanya karena
kelilit masalah ekonomi ? berhasilkan dunia pendidikan kita mencerdaskan bangsa
? saya rasa belum sepenuhnya.
Kita sudah kenyang
membaca artikel demi artikel berisi keunggulan pendidikan di negara lain. Orang
Barat tak kan khawatir jika anak-anak mereka mendapat nilai 0 dalam Matematika.
Namun mereka akan lebih galau jika anak mereka ndak bisa buang sampah pada
tempatnya. Ndak bisa ngantri, ndak bisa ngomong sopan, dan lain-lain.
Sedangkan di Indonesia ?
bagai langit dan bumi. Lihat saja betapa sulitnya tangan ini membuang sampah
pada tempatnya. Kalau lagi sadar sih iya, buang sampah di keranjang, tapi waktu
lagi ndak sadar, ya sudah, semua yang dekat jadi keranjang sampah dadakan.
Belum lagi fenomena
harian di lampu merah. Banyak diantara pengguna jalan raya yang ndak bisa sabar menunggu lampu merah berpindah warna
jadi hijau. Asal ndak ada polisi mah main trobos aja. Belum lagi waktu lampu hijau
menyala. Paduan suara klakson demi klakson nyaring memekakkan gendang telinga mengudara.
Ndak ada rasa sabar sama sekali bukan ?
Sedangkan di negara lain
( yang pendidikannya lebih maju ) hal remeh temeh macam ini lah yang jadi acuan
berhasil tidaknya implementasi pendidikan. Karena bukan kah esensi dari
pendidikan adalah tindakan, perbuatan, action. Bukan semata endapan
pengetahuan berbentuk teori demi teori nihil penerapan. Sekali lagi pendidikan
itu tindakan. Pendidikan ada untuk mencerdaskan pikiran dan meluhurkan
tindakan. Bukan salah satu, tapi keduanya.
Kita tentu sering
mendengar dan menyimak jargon “memanusiakan (kembali) manusia”. Ini juga jadi
salah satu cita-cita pendidikan, sebagaimana yang termaktub dalam definisi di
atas. Mencapai derajat kesempurnaan, meski kita tahu ndak ada yang sempurna di
dunia ini. Tapi kita wajib berusaha dan berupaya agar kualitas intelektualitas
dan sosialitas kita semakin bertambah.
Ini jadi PR untuk semua
pihak. Pemerintah, selaku pemegang kebijakan strategis. Para pelaku dunia
pendidikan, baik pengajar maupun yang diajar. Pun juga peran orang tua dan
lingkungan, sangat berpengaruh dan menentukan akan jadi apa didikan-didikan
tersebut.
Saran dari saya–perantau
awam yang tengah menyelam dalam samudera keilmuwan untuk menghapuskan
dahaga-dahaga kebodohan–semua kita harus aktif dan reaktif dalam mengembangkan
dan memahami hakikat pendidikan yang sesungguhnya. Bagi kita–peserta didik–kala
terbersit pikiran hendak berbuat tidak manusiawi, misalnya, bisikkanlah desisan
lembut pada qalbu, apakah yang saya lakukan ini mencerminkan tindakan orang
berpendidikan atau sebaliknya ? sadarlah ! kita ini orang berpendidikan. Orang
berilmu. Pengetahuan memang penting, tapi mengamalkan pengetahuan itu jauh
lebih penting.
Ironi yang dirasa hati
seiring sejalan dengan kesadaran yang hinggap di selasar pikiran. Kiamat tak
lagi sudah dekat, namun semakin dekat. Tanda-tandanya makin jelas terlihat.
Kalau kita berteologi jabariyah, mungkin tawaddhu’ maksimal akan kita
terapkan. Berdiam diri, jadi penonton sembari istigfar nyeruput kopi tanpa ikut
turun tangan menanggulangi kemafsadatan di depan mata. “ Toh juga itu semua
tanda kiamat, ya mau gimana lagi, biarkan saja, itu kan takdir Allah ” mungkin
begitu asumsi Anda.
Namun percayalah !
kepastian kiamat adalah sinyal kuat agar kita mempersiapkan dan peka terhadap
problematika yang mendahuluinya. Bukannya pasrah dan tidak peduli sembari
menanti kiamat datang. Kalau pun kita ndak bisa mencegah kiamat terjadi,
usahkanlah menjadi bagian dari kelompok yang tidak memancing kiamat makin mendekat.
Akhirnya saya berdoa,
semoga seluruh elemen dunia pendidikan Indonesia diberi taufiq dan hidayah oleh
Allah SWT. Agar dapat menyelenggarakan pendidikan yang tak hanya mengisi otak,
namun juga menempa jiwa. Agar terlahir intelektual-intelektual berbudi luhur
lagi handal, bukannya intelektual cerdas namun begundal. Semoga saja.
Oiya, buat selingan,
mulai tanggal 5-9 Mei 2016, toko buku Toga Mas Afandi memberi diskon 20% untuk
semua jenis buku. Ini diselenggarakan dalam menyambut hardiknas di bulan Mei. Ini
salah satu kegiatan positif menyambut hardiknas. Ah saya memimpikan, kapan ya
penerbit-penerbit itu bagi-bagi buku gratis buat para pencinta buku. Hm, andai
saja. Yuk lah yang punya duit dan kesempatan silahkan berkunjung. Dari pada
duit dipake beli starbuck, lebih baik beli buku wae. Semangat membaca !
Isy karima.. hiduplah
dengan mulia !
Jogja, 04 Mei
2016
21:19 WIB
@king_izzu
Komentar
Posting Komentar