Ngobrol-Ngobrol Bareng Gubernur
Selasa kemarin, 24 Mei
2016, kami mahasiswa NTB di kota gudeg kedatangan orang istimewa. Siapa lagi
kalau bukan bapak gubernur. Sayangnya informasi terkait kedatangan pak gub ke
Jogja telat tersebar sehingga banyak mahasiswa yang tidak sempat menemui beliau
lantaran kuliah dan aktifitas lainnya. Pun dengan saya, informasi kedatangan
pak gubernur baru saya dapatkan pukul 10 pagi. Di saat lagi asyik-asyiknya
kuliah. Konon menurut jadwal acaranya dimulai pukul 13:00 – 15:00 WIB. Sedangkan
saya selesai kuliah jam 12:40.
Oke, sebelum saya
lanjutkan ada baiknya saya menjelaskan kenapa pak gub bisa sampai ke Jogja.
Sebagaimana yang kita
tahu, saat ini Muhammadiyah tengah mengadakan konvensi nasional untuk Indonesia
Berkemajuan. Itu lo yang kemarin acaranya dibuka bapak Jokowi. Nah acara
konvensi ini menghadirkan tokoh-tokoh muslim yang punya kapasitas menurut
Muhammadiyah. Salah satunya ya TGB. Selain beliau ada banyak tokoh yang
berbicara selama konvensi berlangsung, seperti Ridwan Kamil, Buya Syafi’i Ma’arif,
Amien Rais, Din Syamsudin, Hasim Muzadi, Jusuf Kalla, Megawati, dan lain-lain.
Menurut prediksi saya,
bapak gubernur berangkat ke Jogja dari Bogor. Karena sehari sebelumnya beliau ada
acara di sana. Menghadiri hultah ponpes Nurul Haramain NW Bogor setelah
sebelumnya melakukan kunjungan kerja ke Tiongkok. Nah sehabis dari Jogja beliau
langsung bertolak ke Lombok. Kembali bertemu dengan berbagai rutinitas yang
sudah menanti. Ini prediksi saya lo ya. Akurasi kebenarannya 80%. Eh gak ding,
81%.
Tadinya saya sudah
janjian akan berangkat bersama ustad Mus, senior di Ma’had dulu yang kini jadi
mahasiswa BSA di UIN SUKA. Tapi mendadak beliau nggak bisa ikut karena ada
tamu. Alhasil saya pun berangkat seorang diri menuju Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
FYI, UMY ini terletak di gamping Bantul. Kalau berangkat dari UGM
kira-kira membutuhkan waktu 30 menit. Tapi kalau berangkat dari kos saya ya
lebih lama lagi.
Bermodalkan bensin yang
baru diisi dan panduan dari google maps saya pun berangkat mengikuti feeling.
Untuk sampai ke UMY, saya terlebih dahulu harus ke jalan ringroad. Karena UMY
terletak persis di samping ringroad. Alhamdulillah ndak ada cerita nyasar
sewaktu berangkat. Saya selamat sentausa sampai di sana.
Tapi saya harus mengelus
dada siang itu. Ternyata acara konvensinya hanya untuk internal Muhammadiyah. Saya
dan beberapa mahasiswa Lombok tidak diizinkan masuk. Akhirnya kami pun menanti
acara usai di luar auditorium. Saya sendiri memilih menunggu di lobi. Ngobrol-ngobrol
bareng Izza, sesama anak Lombok yang kini sudah semester tua di jurusan
administrasi negara UMY.
Kami saling tukar cerita,
infromasi, dan tak lupa, nge-gibahin beberapa sahabat yang ndak ada disitu. For
ex : Makiyah-Madaniyah. Kebetulan mereka lahir dari rahim pondok pesantren yang
sama. Obrolan kami terhenti saat Kang Ridwan Kamil melintas tepat di depan mata.
Langkahnya tergesa. Mungkin menghindari permintaan selfie meski pada
akhirnya beliau tak bisa mengelak dari kerumunan dan blits kamera-kamera.
“Kok Abang gak ikut selfie?”
Saat itu ketemu sama TGB
jauh lebih penting, dek. Meski abang juga suka sama Ridwan Kamil, ehm,
maksudnya suka dengan gaya kepemimpinannya, tapi untuk sekedar foto bareng abang
yakin esok hari juga masih ada kesempatan, gak tahu kenapa kok ya optimis gini hati
ini.
Singkat cerita akhirnya
saya bisa mengikuti audiensi antara pak gub dengan beberapa mahasiswa NTB di
Jogja. meski datang sedikit terlambat tapi 90% jalannya diskusi bisa saya
ikuti. Ada banyak aspirasi, harapan, dan kritik pedas dari mahasiswa Jogja
kepada pak gubernur. Beliau mendengar dengan seksama setiap masukan yang
diberikan. Ada beberapa permasalahan yang ditanyakan oleh para mahasiswa,
misalnya terkait eksistensi wisata halal, polemik pengerukan pasir di Lombok
Timur, hingga kemacetan yang mulai menghiasi kota Mataram.
Pak gub menjawab satu
persatu. Terkait wisata halal, menurut beliau, Indonesia, khususnya Lombok tidak
melakukan satu hal baru. Karena wisata halal ini sudah banyak dilakukan berbagai
negara bahkan di negara yang minoritas muslim. karena mereka tahu pangsa pasar
muslim adalah pangsa pasar strategis dan potensial. Jadi program wisata halal
adalah sebuah upaya merangkul wisatawan dengan sistem dan ciri khas tersendiri
yang belum dilakukan maksimal oleh pemerintah.
Lombok sendiri terkenal
dengan julukan seribu masjid, ini jadi modal kuat untuk menarik wisatawan dari
timur tengah. Nah apa jadinya ketika nanti wisatawan muslim itu datang ke
Lombok dan realita yang mereka temukan tak sesuai ekspektasi ? makanya kita
mudahkan akses ibadah, akomodasi, konsumsi dan lain-lain sesuai dengan standar
kehalalan. Dalam hal ini, kita sudah ketinggalan jauh dengan negara-negara
Eropa yang punya program wisata halal.
Menurut gubernur,
beberapa tarian di Lombok kini tengah diperbaiki sedikit demi sedikit tanpa
mengurangi nilai estetikanya. Tahu sendiri kan tarian di Lombok kayak apa
hotnya ? masalah kesenian tari, kata pak gub, lebih banyak bermasalah di
Lombok. Kalau Sumbawa-Bima mah tariannya sudah sopan-sopan dalam artian sejalan
dengan program wisata halal.
Wes, sekarang ndak ada alasan lagi bagi
kita mengkritik wisata halalnya NTB. Dari pada mengkritik lebih baik mendukung.
Yang untung juga kita, yang kaya juga kita, yang terkenal juga kita nantinya. Biarlah
Bali jaya dengan wisata konvensionalnya, dan yuk, kita NTB menyongsongkan kejayaan
dengan pariwisata halal.
Adapun terkait reklamasi
teluk benoa di Bali yang pasirnya di ambil dari pantai di Lombok Timur, pak gub
mengatakan ijin akan keluar tergantung rekomendasi amdal (saya sendiri belum
tahu kepanjangan amdal itu apa). Apakah pengerukan tersebut merusak biota laut
atau tidak. Kalau merusak ya izin gak bakalan keluar, kalau tidak merusak ijin
pun bisa keluar. Nah, keuntungan dari penjualan pasir itu sendiri masuk ke kas
kabupaten, dalam hal ini tentunya kabupaten Lombok Timur. Pemprov hanya
memfasilitasi perijinan dan melakukan pengawasan saja.
Oiya, mahasiswa yang
menanyakan permasalahan ini juga sempat menyinggung gaya kepemimpinan Ali BD
(bupati lombok timur sekarang) yang bikin banyak orang gregetan. Tapi TGB hanya
senyum simpul dan mengatakan itu urusan lain, mau gimana pun gayanya itu
terserah beliau. spontan kami tertawa. Karena hanya pak gub dan orang Lombok
lah yang tahu ada apa dengan Ali BD.
Kemudian untuk masalah
kemacetan, pak Gub berencana akan memanggil wali kota Mataram, Tuan Guru Ahyar.
Karena biar bagaimanapun, wali kota lah yang paling berhak dan memiliki kuasa
terkait kebijakan demi kebijakan di kota Mataram.
Acara tersebut diakhiri
dengan kata-kata motivasi dan semangat dari pak gub serta doa bersama dan tak
lupa juga foto berjamaah.
Oiya, tak lupa kami juga
membuat rencana dengan pak gub. Bakda lebaran rencananya mahasiwa NTB di Jogja
akan mengundang pak gubernur untuk bersilaturahim dan menyampaikan tausyiah di
sini kemudian dilanjutkan dengan begibung. Disini saya sadar, sebenarnya, TGB
itu ndak kalah merakyat dan bersahaja. Hanya saja beliau kurang diliput media. Tapi
biarlah, insya Allah dengan minimnya media yang meliput, keikhlasan dan
ketulusan TGB jadi lebih terjaga. Insya Allah.
Terima kasih pak gub
sudah menyempatkan diri ngorbol dengan kami, mahasiswa biasa-biasa saja ini di
tengah kesibukan panjenengan. Terima kasih juga untuk doa dan motivasinya. Semoga
panjenengan selalu sehat wal afiat dan diberikan kelancaran dalam segala
urusan. Aammiinn ya robbal alamin.
Isy karima... hiduplah
dengan mulia !!
Jogjakarta,
25 Mei 2016
08:56 WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar