Bertemunya Dua Bajang Lombok
Selamat malam para
manusia !!!
Ah, saya belum bisa move
on dari euforia IUADC 1 kemarin. Suasana lomba, atmosfer debat, dan
keseruan mudakholah demi mudakholah seakan masih terngiang di
gendang telinga. Pun dengan wajah kawan-kawan dari berbagai universitas ternama
di Indonesia, masih terekam jelas dalam memory, hanya saja nama mereka tak
sanggup saya hafal seluruhnya. Hanya beberapa, yang berkesan, dan sering
ketemu, itu saja yang saya hafal.
Setiap pagi kami akan
dibangunkan oleh LO kece dari UII. Tak jarang mereka gregetan lantaran kami
yang selalu terlambat mandi. Maklumlah, bagi seluruh peserta, menyiapkan mosi
adalah prioritas, mandi urusan belakang. Bahkan ada juga peserta yang berangkat
lomba tanpa mandi sebelumnya. yang pasti peserta itu bukan saya lo ya.
Alhamdulillah selama di asrama UII saya teratur mandi sekali sehari.
Alhamdulillah.
Kemarin adalah kali
pertama saya memasuki UII lebih dalam. sebuah kampus yang dulu pernah jadi
calon kampus saya. paman kala itu berkata “Kalau kamu ndak lulus di kampus
negeri, ntar kuliah di swasta aja, itu UII bagus. Ndak kalah sama kampus
negeri.” Sayangnya saya lulus di kampus negeri, jadi bayangan kuliah di UII pun
tak terwujud. Ah, ndak apa-apalah, mungkin nanti istri saya yang alumni UII.
Hahaha.
Ada beberapa kejadian
unik yang menjadi sisi lain dari perhelatan IUADC 1 kemarin. Berikut akan saya
ceritakan satu persatu :
Kiblat yang bikin
bingung
Saya adalah pelaku utama
dalam kejadian ini. saat itu kami baru saja tiba di asrama UII. Setelah
registrasi, salah seorang panitia mengantar kami ke kamar yang sudah disiapkan.
Nah, sebagai muslim yang baik, saya ingin solat isya segera–berhubung sudah
masuk waktu isya–dan tanpa bertanya saya pun solat ke kiblat yang saya yakini
benar dan tepat menghadap ka’bah. 4 raka’at paripurna terselesaikan dengan
lumayan khusu’. Maklumlah, dalam solat saya juga berdoa untuk kelancaran debat
kami dari hari esok sampai tiga hari ke depan. Siapa sangka, Syamil dengan
begitu teganya men-judge saya salah kiblat. Awalnya sih saya keukeh sudah
menghadap kiblat yang benar. Sampai-sampai saya mengeluarkan dalil bahwa Allah
ada di segala arah sebagai pembenaran. Tapi setelah saya pikir dan
perhitungkan, ternyata benar. Benar saya salah kiblat. Wasem.. saya
langsung mengulangi solat dengan kiblat yang tepat.
Hikmah dari kisah ini :
bertanyalah kala dirimu tak tahu arah kiblat, jangan merasa sok tahu seperti
tokoh utama di atas.
Reuni Maduriyah
Mungkin Syamil yang
paling bahagia diantara kami bertiga. Coba bayangkan, kebanyakan peserta
ternyata orang Madura, regh. Dari UIN Malang, UIN Suka, UIN Sunan Ampel,
dan lain-lain, ada saja orang Madura terselip di sana. Maka sudah bisa
dipastikan, mereka bercakap-cakap dengan bahasa planet mereka. Seperti kata Aan
Mansyur dalam salah satu puisinya, bahasa ibu adalah kamarku. Walhasil, kami
yang ndak ngerti apa-apa hanya bisa melongo melihat mereka berbicara dengan
antusias. Tapi walau begitu, saat mereka tertawa anehnya kok kami ikut tertawa,
padahal ndak ngerti sama sekali, tapi lucu. Ajaib memang bahasa Madura ini.
Bertemunya Dua Bajang
Lombok
Syamil boleh jadi bertemu
dengan banyak orang Madura. Tapi saya ndak kalah bahagia dan bersyukur. Karena
di ajang IUADC 1 ini saya bertemu dengan satu orang Lombok utusan UIN SUKA
Jogja. Namanya Muhammad Qozwain, biasa dipanggil Yon. Kalau anak kimia
manggilnya “ion”. Dia berasal dari Bageq Nyaka, Aikmel, Lombok Timur. Hanya
saja, semenjak lulus SMP dia sudah hijrah ke Jawa, tepatnya Salatiga. Nyantren
di Pesantren al-Irsyad selama 5 tahun. Setelah purna belajar dan pengabdian
barulah ia bergesar sedikit ke selatan, ke Jogja dan sekarang terdaftar sebagai
mahasiswa BSA angkatan 2014.
Kami ngobrol poooolll
pake bahasa sasak. Ah, bahagia rasanya. Bahkan ndak jarang kami ngomongin
peserta lain di depan mereka sendiri dengan bahasa sasak. Tak ayal, kami pun
dikatakan berbicara dengan bahasa planet kami. Tapi inilah yang ditunggu-tunggu
perantau, berbicara dengan bahasa ibu. Bahasa yang lebih dulu kami tahu
ketimbang bahasa Indonesia.
![]() |
Ion-Izzu ( UIN SUKA-UGM ) sama-sama Bajang Lombok |
Oiya, Alhamdulillah, Yon
berhasil menyabet juara 3. Penampilannya mantap. Bahkan kami sempat bertanding.
Ia berposisi sebagai mutakallim awal, sedangkan saya berposisi sebagai mutakkalim
tsani. Namun kami sama-sama bertugas sebagai mulakhis setelah debat
berlangsung. Saya banyak belajar dari dia, minimal tahun depan harus bisa
melebihi dia dan yang lainnya, Ammiinnn Ya Robbal ‘Alamin.
Nikmatnya Begadang
Petuah bang Haji Rhoma
Irama tak bisa kami aplikasikan selama kompetisi berlangsung. Pagi sampai sore
bertanding, malamnya begadang nyari mosi. Diskusi bersama patner dan
buka kamus selang 1-2 menit guna mencari kosa kata. Di malam pertama, kami baru
tidur jam 2 malam. Di malam kedua baru menjelang pukul 1 dini hari kami bisa
terlelap. Di malam terakhir, saya tepar jam 7, hehe, ketiduran bro, kemudian
bangun jam 11, ngegosip sama Syamil sampai jam 1 baru deh hijrah ke dunia mimpi
lagi.
Apakah saya menyesal ?
tidak ! karena begadang kami kala itu adalah representasi kesungguhan dan
kegigihan dalam mengikuti kompetisi. Pesan moral dari bagian ini adalah :
begadanglah kalau ada guna dan tujuannya! Apalagi kalau ada camilan dan
kopinya. Ingat selalu salah satu petuah agung yang termaktub dalam kitab ta’lim
al muta’allim :
بقدر الكدّ تكتسب
المعالي
فمن طلب العلي شهر
اليالي
Bagaimana kesulitan yang
kau hadapi, begitu pula kemuliaan yang kan kau dapati
Maka siapa saja yang
mencari kemulian, hendaklah ia syahira layali (menghidupkan malam dengan
ibadah dan belajar)
UII bikin kagum
Bukan tanpa alasan saya
mengagumi UII, sodara-sodara. IUADC 1 jadi alasan pertama dan utamanya. Karena
acara besar ini sama sekali ndak dipungut biaya. Bayangkan ! kami mendaftar
gratis, dikasih makan, penginapan, transportasi dari asrama ke tempat lomba pun
difasilitasi. Kurang apa lagi coba ?
Belum lagi kalau kita
hitung dengan honor dan biaya untuk banyak juri mereka. Selama debat
berlangsung ada 3 juri yang diimpor dari luar negeri. Satu dari Mesir, dan dua
dari Malaysia. 3 hari menjadi juri (hakim) tentu ada akomodasi yang harus
dibayarkan UII untuk mereka to ? dan itu semua ditanggung UII. Dalam sambutan
di acara penutupan, ketua panitia enggan menyebutkan berapa rupiah yang UII
gelontorkan untuk menyelenggarakan acara tersebut. Tapi saya pastikan
nominalnya ndak sedikit.
Well ! IUADC 1 telah berlalu. UIN Maliki pun
berhak atas piala bergilir pertama. Tapi tahun depan, piala itu harus pindah.
Kalau bisa ke UGM dengan tim debat utama saya, Syamil, dan Mbak Rima atau entah siapa lah
nanti. Mengingat tahun depan bisa saja Mbak Rima ikut pertukaran mahasiswa ke Mesir, sudah merasa senior dan naik
tingkat jadi official atau bahkan dewan hakim. atau mungkin sudah sibuk berumah tangga. Wkwkwk.
PR saya sekarang adalah bagaimana mengajak teman-teman dan adik-adik tingkat nanti untuk mau bergelut di dunia debat. Sebagai regenerasi dari tim debat senior kami yang prestasinya lumayan. Ini jadi tugas saya dan Syamil. Semoga bisa. Semoga semangat selalu terjaga, Aaammiinn Ya Robbal Alamin.
PR saya sekarang adalah bagaimana mengajak teman-teman dan adik-adik tingkat nanti untuk mau bergelut di dunia debat. Sebagai regenerasi dari tim debat senior kami yang prestasinya lumayan. Ini jadi tugas saya dan Syamil. Semoga bisa. Semoga semangat selalu terjaga, Aaammiinn Ya Robbal Alamin.
Jogja, 18 Mei
2016
06:44 WIB
King Izzu
oiya, bagi yang ingin lihat berita resmi acara IUADC 1 silahkan klik DISINI
ada foto saya lo hehe
Komentar
Posting Komentar