Krisis Moral dan Kejahatan Seksual



Hari ini saya berang bukan main. Bukan lantaran dapat surat undangan pernikahan mantan. Tidak! pacarnya yang sekarang belum punya modal ngajakin dia merit. Emosi saya membuncah lantaran membaca sebuah berita di laman tribunnews.com yang berisi pelecehan yang dialami oleh salah seorang pramugari Garuda Indonesia.
Kejadian itu berlangsung saat pesawat lagi asyik terbang di udara. Tahu sendiri kan maskapai plat merah ini menyediakan konsumsi untuk para penumpangnya. Karena itu tarif tiketnya selalu di atas rata-rata. Saya sampai detik ini belum pernah nyobain naik Garuda. Nah, ceritanya seorang pramugari menawarkan minuman ke seorang penumpang laki-laki. Namanya pramugari pasti ramah to ? karena memang itulah tugas mereka. Melayani penumpang dengan baik dan sopan.
Pramugari itu bertanya dengan sopan “Bapak, mau minum kopi atau susu?”
Dengan senyum tak mengenakan dan dengan nada melecehkan si penumpang menjawab “Susu yang kiri apa yang kanan, nih?”
Aseemm tenan kan ?
Karena merasa dilecehkan si mbak pramugari pun langsung melaporkan apa yang ia alami ke bagian keamanan pesawat (entahlah bentuknya seperti apa, mungkin ke pramugaranya kali ya ngelapornya?). Laporan tersebut ditembuskan ke kokpit dan pilot yang saat itu menerbangkan burung besi Garuda Indonesia dari Jakarta ke Jogja pun meminta pihak keamanan Bandara Adi Sucipto Jogjakarta untuk menyambut penumpang istimewa tersebut.
Benar saja, sesampai di bandara penumpang itu digiring oleh petugas. Syukurnya si penumpang mesum tersebut mengakui dan menyadari kesalahannya dan meminta maaf serta berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Masalah pun selesai.


Saya merasa berang bukan karena pramugarinya ndak ngejawab atau sok jual mahal. Malah saya pribadi mengapresiasi tindakan mbak-mbak pramugari. Wanita itu punya harga diri. Wanita pantas dihormati. Maka kalau ada pria yang berani menghina dan melecehkan wanita mereka pantas mendapat pelajaran agar menimbulkan efek jera.
Beberapa waktu lalu, presiden dan sejumlah pejabat pemerintahan menetapkan Indonesia darurat kejahatan seksual. Hal ini dilatar belakangi maraknya kejahatan seksual yang tak hanya mendera anak-anak muda, lebih parah lagi kejahatan seksual sudah menimpa anak-anak kecil yang seharusnya dilindungi, dijaga, dan dididik dengan baik. Bukan malah dihancurkan masa depannya.
Begini, Sodara-sodaraku yang baik hatinya.
Manusia adalah makhluk terparipurna seantero jagat. Dibanding iblis dan malaikat manusia jauh lebih mulia. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah anugerah akal dan nafsu yang Allah berikan. Kalau nafsu hewan pun diberi, tapi sayang hewan ndak punya akal untuk berfikir. Malaikat pun hanya diberi keimanan yang stagnan. Makanya mereka ndak berpotensi kafir pun tak berpotensi meningkat kadar imannya. Tapi manusia beda. Dalam diri kita bersemayam dua bibit. Bibit menjadi manusia laknat lantas rajin maksiat, dan bibit menjadi manusia unggul di bumi dan di langit. Dan pilihan ada di tangan kita, bibit yang manakah yang akan kita pupuki dengan rajin?
Sungguh, saya ikut prihatin dan mengutuk keras kejahatan seksual yang menimpa Yuyun. Sampai hati 14 pemuda menggilir gadis 14 tahun kemudian membunuhnya. 14 tahun itu usia muda, cuy. Bahkan puber nya pun belum sempurna. Tapi sudah digagahi oleh 14 pemuda biadab dibawah pengaruh minuman keras. Astagfirullah.
Padahal Yuyun terkenal cerdas, baik, dan sangat disayangi oleh guru, tetangga, dan teman-temannya. Ia meregang nyawa setelah dinodai saat perjalanan pulang menuntut ilmu. Bukan hanya saya yang tersulut emosi. Saya percaya, selagi rasa kemanusian masih terpatri dalam jiwa, kita semua pasti murka dengan perbuatan mereka.
Dan yang terakhir adalah kasus Eno. Pekerja pabrik berusia 19 tahun yang meregang nyawa dengan cara yang teramat sadis. 3 pemuda memasukkan gagang cangkul ke kemaluan Eno hingga tembus ke paru-paru. Ya Allah, saya kehabisan kata-kata untuk meluapkan kedongkolan ini. Apalagi setelah mendapatkan foto Eno di TKP tanpa sensor. Hanya istigfar yang terujar. Itu gagang cangkul dari kemaluan nembus ke paru-paru. Sumpah, saya rasa itu bukan perbuatan manusia lagi. Sangat sangat biadab!
Meski lambat laun saya mulai menyadari–tanpa mengurangi rasa solidaritas pada Eno–ada peran Eno yang menyebabkan mereka punya kesempatan membunuhnya. Andai saja Eno tidak mau dicium salah seorang pelaku mungkin kejadian itu tidak akan terjadi. Sekali lagi statment saya ini tidak bermaksud menyalahkan Eno. Biar bagaimanapun korban pemerkosaan dalam konstitusi tidak bisa disalahkan. Kami tetap menaruh simpati dan solidaritas pada Eno. Semoga tidak ada Eno dan Yuyun selanjutnya.
Pertanyaannya kini, apa yang salah dengan diri kita ? apa yang salah dengan masyarakat kita ? ada apa dengan moralitas kita ? katanya negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia kok kelakuannya melebihi negara-negara nonis (non islam)? “Karena itu lah dibutuhkan khilafah, Bang”. Khilafah khilafah mulu!!! Di negara-negara islam pun kejahatan seksual terjadi, Dek. Jangan jadikan sistem negeri ini sebagai kambing hitam. Kita lah yang salah. Iman kita yang rapuh. Moralitas kita yang rendah. Itu akar permasalahannya. Meski dalam skala yang lebih luas pengaruh eksternal pun memberi andil dalam kebobrokan moral yang menjangkiti Indonesia.
Sungguh di awal kepemimpinan Jokowi saya menaruh harapan besar pada alumnus UGM itu. Pria yang terkenal merakyatnya ini ingin melakukan revolusi mental. Sebuah visi cerdas dan fundamental untuk seorang presiden. Meski saya ndak tahu visi itu murni bersumber dari Jokowi-JK atau inisiatif staf ahli yang bermain di balik layar. Sayangnya, “revolusi mental” kini hanyalah jargon belaka. Implementasinya sama sekali jauh dari ekspektasi.
“Ya iyalah, bang. Semuanya kan butuh waktu”
Memang butuh waktu, tapi kalau waktu itu mereka pakai untuk semakin merusak mental bagaimana ? sudah dengar belum mendagri berniat mencabut perda pelarangan miras di berbagai daerah lantaran dianggap sebagai penghalang investasi ? menteri macam apa itu. Di Jakarta ya wes kami maklum. Itu ibu kota. Kota metropolitan. Kehidupan glamor ndak akan buat kami keheranan sambil geleng-geleng kepala. Tapi kalau kehidupan glamor itu menjangkiti daerah saya yang notabene agamis dan spirtualis banget, mbok ya saya ndak terima, pak menteri. Masih banyak cara menggaet investor selain menghalalkan minuman keras. Mudeng ra ?
Kita masih dirundung kesedihan. Kepiluan masih menyisakan lubang menganga di palung jiwa kemanusiaan kita. Namun apa yang bisa kita perbuat ? hanya mengecam, mengutuk, bikin tulisan kayak ini, kemudian koar-koar di media sosial. Jika tidak ada upaya nyata dari pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sungguh keprihatinan ini hanya akan jadi wacana belaka.
Biar pemerintah dengan kekuasaannya mengatur bagaimana baiknya. Sedangkan kita sebagai masyarakat biasa, hanya satu yang bisa kita perbuat ; TAUBAT. Yang masih sering mikir jorok dan mesum pada lawan jenis, coba taubatkan pikiran. Taubatkan hati. Taubatkan paradigma. Lalu taubatkan hati. Sungguh Allah maha menerima taubat. Semoga hidayah dan taufik-Nya senantiasa menyertai setiap derap langkah. Ammiinn
Isy karima... hiduplah dengan mulia

Jogjakarta, 28 Mei 2016
17:24 WIB

Muhammad Izzuddin

Komentar

Postingan Populer