Catatan Kecil Tentang Abah Husni ; Ketua Dewan Pakar PBNW
Muktamar ke-13
Nahdlatul Wathan usai sudah. Rapat tertinggi organisasi yang diselenggarakan di
Ponpes Nurul Haramain NW Narmada ini berjalan sukses dan lancar. Tentu itu
semua berkat kerja sama berbagai pihak selama 3 hari penyelenggaraan muktamar.
Saya bukanlah
peserta muktamar. Aku mah apah atuh cuma pencinta NW biasa, tak termasuk
pengurus ataupun anggota salah satu badan otonom. Tapi melalui media sosial dan
berita dari mulut ke mulut saya mendapatkan beberapa informasi terkait jalannya
muktamar. Dan yang terpenting dan menjadi pertanyaan seluruh nahdliyin adalah
apa hasil muktamar ke-13 ini?
Bagi saya pribadi
tidak ada kejutan berarti dalam muktamar ke-13. Khususnya struktur dan program
kerja. Artinya NW yang fil khairitu tetap mempertahankan program-program
kerja yang baik-baik, tentunya setelah disempurnakan dengan
rekomendasi-rekomendasi dari segenap muktamirin.
Dari sisi
struktur organisasi, sebagaimana prediksi banyak pihak, TGB kembali terpilih
sebagai Ketua Dewan Tanfidziyah PBNW. Padahal jauh-jauh hari sebelum muktamar
sempat muncul 6 nama kandidat ketua umum PBNW yang baru namun akhirnya muktamar
secara aklamasi mengamanahkan beliau (TGB) untuk memimpin kembali organisasi
bulan bintang sinar lima tersebut.
Selain itu, TGH
Yusuf Makmun juga terpilih sebagai ketua Dewan Mustasyar PBNW. Nama ini tentu
sudah tidak asing lagi di kalangan nahdliyin. Beliau adalah amid MDQH NW Pancor
dan telah mengabdi untuk NW sejak berpuluh-puluh tahun. Tuan guru yang dikenal
dengan kesederhanaan dan kebersahajaannya ini juga di kalangan thullab-thalibat(mahasiswa)
ma’had masyhur dengan gelar mutafannin. Jika ada kelas kosong maka
beliau akan segera masuk dan mengajarkan apa pelajaran di kelas tersebut. Hal
ini sering kali saya alami saat masih berseragam ma’had. Tafsir, Hadist,
Musthalahul Hadist, Fiqh, dan berbagai pelajaran agama lainnya pernah beliau
ajarkan di kelas kami.
Namun ada satu
hal yang saya apresiasi dari hasil muktamar tersebut yakni munculnya nama Dr.
Husni Muadz sebagai Ketua Dewan Pakar PBNW. Sayangnya hal ini tidak terlalu
diperhatikan oleh kebanyakan nadhliyin, bahkan mungkin banyak yang baru pertama
kali mendengar nama beliau. Tidak kah mereka penasaran “siapa sih sosok Dr.
Husni Muadz itu ? kenapa kok beliau yang terpilih sebagai Ketua Dewan Pakar?”
Kebetulan,
Sodara-sodara, saya tahu sedikit tentang beliau. Dan Alhamdulillah, libur
semester ini sempat beberapa kali mengikuti diskusi yang beliau motori
bertempat di rumah dinasnya, di komplek perumahan dosen Unram, di sebelah barat
masjid nya itu lho.
Di kalangan anggota
diskusi dan orang-orang yang mengenalnya dengan baik, beliau tidak dipanggil
dengan sebutan Tuan guru, doktor, atau panggilan prestius lainnya. Kami biasa
menyapanya “abah”. Abah Husni. Saat ini beliau mengajar di FKIP Unram bahkan
pernah menjadi dekan di Fakultas tersebut. S2 dan S3 nya diraihnya dari Ohio
University dan Arizona University. Untuk S1 beliau tuntaskan di IKIP Malang.
Bagi saya, beliau
tidak hanya mutafannin di bidang ilmu-ilmu sosial namun beliau layak
disebut sebagai ilmuwan ilmu sosial. Kalau ndak percaya silahkan hadir sendiri
ke rumah beliau setiap Jum’at malam ( malam Sabtu ) dari bakda magrib sampe jam
3 pagi. Disitu biasanya kami melakukan diskusi berbagai permasalahan dalam
kehidupan sosial. Dan rasakan lah sensasinya. Hehe.
![]() |
ini salah satu cuplikan suasana diskusi kami di kediaman abah |
Jika anda tidak
sempat hadir saya sarankan bacalah buku beliau yang berjudul “Anatomi Sistem
Sosial”. Mungkin buku tersebut memang “berat” untuk dipahami dengan cepat, tapi
bagi mereka yang kemampuan intelektual dan nalarnya sudah di atas rata-rata
orang awam macam kita ini, selalu memberi apresasi terhadap buku Abah tersebut.
Kesan
selama saya mengikuti diskusi di kediaman Abah kemarin adalah betapa pentingnya
kedalaman berfikir. Kita kadang sibuk melatih diri jadi sosok yang kritis namun
kadang abai memperhatikan apakah yang kita kritisi tersebut berada dalam ranah
permukaan realitas atau permasalah mendasarnya. Abah dengan segudang kemampuan
ilmiahnya berhasil menstimulus anggota kelompok diskusi untuk semangat belajar
dan belajar. Karena hidup adalah belajar.
Dalam diskusi itu
juga saya sadar selama ini aktivitas membaca yang sering saya lakukan ternyata
masih dalam taraf “membaca huruf” belum sampai pada maqom “membaca
kerangka” atau “membaca ide besar” dari sebuah bacaan. Hal ini yang membuat
banyak orang gagal paham saat membaca sebuah buku, artikel, atau jurnal ilmiah
lainnya. Tentu perlu proses panjang untuk sampai pada tingkatan tersebut dan
saya akan terus berproses untuk sampai pada tingkatan itu, insya Allah.
Nah setelah
sedikit mengelaborasi sosok Abah Husni menurut kacamata saya, kini saatnya
mencoba berspekulasi untuk menjawab pertanyaan kedua, kenapa kok Abah Husni
yang dipilih sebagai Ketua Dewan Pakar?
Bismillah, menurut
infromasi yang saya peroleh dari orang-orang terdekat Abah Husni, seyogyanya,
adalah NW tulen. Bahkan orang tua beliau adalah salah satu murid generasi awal
almagfurulahu maulanasyaikh, namanya TGH Muadz yang berasal dari Lombok Tengah.
Beliau pun cukup dekat dengan TGB M. Zainul Majdi. Bahkan beliau menjadi salah
satu pihak yang mendorong TGB maju sebagai anggota legislatif tahun 2004 lalu.
Selain itu Abah
Husni juga pantas menduduki jabatan tersebut. sebagai dewan pakar memang
dibutuhkan pakar yang bisa memberi masukan kepada internal organisasi baik
dalam menyikapi masalah yang muncul ataupun ketika menentukan sikap dan
tindakan yang diambil oleh organisasi.
Sebagai jamaah NW
biasa bin awam, saya berharap kepengurusan yang terpilih
dalam muktamar mampu bersinergi satu sama lain. Dan tema besar “ Iman Taqwa,
dan Hubbul Wathan untuk Indonesia Maju dan Berkah ” tidak terhenti seiring berakhirnya
muktamar.
Selamat bekerja
untuk TGB, TGH Yusuf Makmun, Abah Husni dan seluruh pengurus organisasi. Semoga
kita segera bersatu dengan saudara yang di sebelah. Amaiin. #uhukUhuk. Wallahu
a’lam.
IsyKarima,
hiduplah dengan mulia ^_^
Jogjakarta,
12 Agustus 2016
11:12
WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar