3 Tipe Orang Indonesia Menyikapi HUT RI
Di hari yang bersejarah
ini, hari paling sakral bagi ibu pertiwi kok saya dilanda kebingungan ya ?
bingung mau nulis apa. Hehe. Maksud hati ingin menggoreskan seputar kemerdekaan
tapi kok rasanya ndak ada kegelisahan terkait tema itu. Kalau nulis tema lain
rasanya mubazir to momen dirgahayu RI ini ndak diisi dengan tulisan beraroma
suka cita patriotisme.
Namun ada yang unik dari
dirgahayu RI tahun ini. Selain lantaran cantiknya kombinasi tanggal kemerdekaan
dengan usia republik ini sekarang, 17 Agustus dan 71 tahun, menteri BUMN demisioner
dan si manis Gloria, anggota paskibra yang gagal tampil lantaran permasalahan
kewarganegaraan turut mewarnai hiruk pikuk pemberitaan di hari jadi Indonesia
tahun ini. Gloria masih lebih beruntung, meskipun gagal jadi paskibra pengibar
bendera, ia masih diberi kesempatan untuk ikut menurunkan bendera sore ini
pasca bertemu Presiden Joko Widodo. Kalau pak (mantan) menteri BUMN, Acandra
mah lebih apes lagi. Diberhentikan hanya berselang 20 hari setelah dilantik
![]() | |
gloria bersama presiden, ibu negara dan wapres (sumber:KOMPAS) |
.
Tapi janganlah kita
menyibukkan diri ikut-ikutan mengomentari permasalahan ini. Biar saja media
mainstream yang membesar-besar dan melebih-lebihkannya demi kepentingan rating.
Lebih baik kita tetap bernafas dan berkedip dengan penuh kesyukuran dan yang terpenting,
jangan lupa bahagia :)
Sebagai seorang santri
merangkap mahasiswa, dari lubuk hati terdalam saya ikut bersyukur dan
mengucapkan dirgahayu ke-71 Republik Indonesia. Senang rasanya menjadi santri
sekaligus mahasiswa. Karena dua elemen ini punya andil besar dalam memperjuangkan
kemerdekaan dan keadilan pasca kemerdekaan.
Ada banyak sekali pejuang
nasional yang background-nya tak jauh dari dunia santri. Pangeran Diponegoro,
Ki Hajar Dewantara, Bung Hatta, bahkan Sukarno,. Sedangkan mahasiswa tidak dipungkiri
lagi perannya dalam mengawal pemerintahan. Mereka punya andil dalam
melengserkan Sukarno, juga saat pemakzulan Suharto, entah zaman Jokowi ini
mereka akan beraksi lagi atau lebih memilih jadi penonton bayaran di
acara-acara TV. Tapi semoga tidak ada kudeta atau pun pemakzulan lagi di negeri
tercinta ini. Aammiinn.
Jika mengamati lebih teliti
dalam menyikapi HUT RI, sebagian besar masyakarat Indonesia terbagi menjadi 2
golongan. Golongan kanan dan golongan kiri (ini istilah yang saya sematkan
pribadi). Golongan kiri ialah mereka yang mengklaim bahwa Indonesia seyogyanya
belum merdeka. Selama kemiskinan belum mampu ditekan, korupsi merajalela,
pendidikan tak merata, dan keadilan belum ditegakkan sepenuhnya Indonesia belum
lah merdeka. Kita harus berjuang untuk merdeka se-merdeka merdekanya. Itu pemahaman
golongan kiri.
Adapun golongan kanan
adalah mereka yang mengklaim bahwa Indonesia sudah benar-benar merdeka. Mereka bebas
berekspresi, bereksplorasi, dan berkarya dengan jaminan keamanan saja sudah
cukup. Bahkan ada yang nyeletuk, “saya bisa ngopi tanpa takut ada bom saja
sudah merasa merdeka kok”. Bisa jadi mereka mengkomparasikan kondisi Indonesia
hari ini dengan negara-negara yang notabene sudah merdeka tapi tak memiliki
stabilitas keamanan macam di timur tengah sana.
Golongan kiri, normalnya
memiliki keinginan, harapan, dan asa agar Indonesia lebih baik dari hari ini. Mereka
ingin baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur itu benar-benar tercapai,
tidak hanya slogan dan bualan pengisi pengajian setiap minggu. Semangat dan
ideologi mereka yang visioner patut diapresiasi.
Kalau golongan kanan
bagaimana ? mereka ndak kalah bagus juga. Pemahaman mereka merepresentasikan
kesyukuran dan kebanggaan menjadi orang Indonesia. Mereka bangga dengan rumput
di pekarangan sendiri. Mereka juga paham manusia itu ndak ada yang sempurna,
apalagi bangsa dan negara. Maka mengharapkan Indonesia tanpa masalah sedikit
pun agaknya terlampau utopis untuk dicapai. Mereka memilih realistis dan
bersyukur dengan kondisi Indonesia yang sekarang. Bersyukur karena Indonesia
masih lebih stabil dibanding beberapa negara lain.
Dimanakah posisi anda ?
dimana kah posisi saya ? Sekali lagi istilah kiri dan kanan di atas saya sematkan
sendiri. Jadi konotasinya ndak seseram antara komunisme dan liberalisme lo ya. Artinya
Anda tidak akan dihukum gantung kok kalau milih jadi golongan kiri atau
golongan kanan dalam konteks ini. Jadi santai wae yo. Hehe.
Nah, dua golongan berbeda
diatas memiliki satu ciri mendasar yang sama. Yakni sama-sama peduli dengan
kondisi Indonesia di usia 71 tahun ini. Mereka tentu lebih baik derajatnya
daripada golongan yang apatis dan masa bodo dengan negaranya sendiri. Padahal mereka
makan dari hasil bumi Indonesia, minum dari mata airnya, dan hidup aman berkat
UUD dan Pancasilanya.
Saya pribadi menempatkan
diri dalam posisi moderat. Cieee moderat. Karena bagi saya moderat itu
kelihatannya lebih elegan aja gitu. Lebih berimbang dan terkesan obyektif secara
teoritis. Meskipun dalam ranah praktisnya yang namanya moderat sulit untuk konsisten
diaplikasikan.
Posisi moderat yang saya
maksudkan adalah mengakui Indonesia sudah merdeka, mensyukuri kemerdekaan hari
ini, namun bersemangat mewujudkan Indonesia lebih baik ke depannya. Jadi kayak
mereduksi dua pemahaman mainstream masyarakat Indonesia menjadi satu yang
sebisa mungkin mengakomodir poin-poin penting dari keduanya.
Kita harus bangga jadi
orang Indonesia tapi kita tidak boleh berpuas diri. Mari dukung Presiden Jokowi
dan kabinet kerja untuk Kerja Nyata. Menjalankan nawa cita dengan penuh cinta. Mewujudkan
revolusi mental agar tak ada lagi oknum-oknum nakal. Menuju Indonesia yang
lebih baik dari hari ini. Insya Allah.
IsyKarima!!! Hiduplah
dengan mulia!!
Jogjakarta,
17 Agustus 2016
16:58 WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar