Terima Kasih, Pemuda Berjenggot
Monday
coming again. يوم الاسنين يجيء مرّة ثانية . hari senin kembali datang menghampiri kita
sahabat. Setelah sabtu minggu beristirahat kini saatnya kembali berkutat dengan
aktifitas dan kegiatan. awali dengan bismillah, perbaiki niat, dan jangan lupa
tetaplah beribadah kepada Allah SWT. Jika kita belajar dan tetap beribadah
pada-Nya, yakinlah Allah tengah bersama kita dalam belajar. saat kita bekerja
dan tetap melaksanakan ibadah kepada-Nya, Allah bersama kita saat bekerja. Tetap
jaga dan tingkatkan kebaikan-kebaikan dalam hidup ini.
Tadinya senin
ini saya dan teman-teman kelas G bahasa Inggris jurusan sastra asia barat UGM
harus ngampus pukul 07:00 WIB. Dikarenakan dosen kami tidak bisa mengisi
di hari yang semestinya kami kuliah. Inilah perbedaan sekolah dan kuliah. Kalau
sekolah, guru nggak masuk, ya udah nggak masuk. Tapi kuliah, dosen nggak masuk
bakalan diganti ke hari yang lain. Namun tiba-tiba dosen kami nggak bisa
mengajar lagi hari ini. so, jadwal diganti lagi ke hari jum’at. Ada satu
keuntungan sih dari perpindahan jadwal ini, yaitu saya nggak perlu mandi pagi-pagi
lalu ke kampus sepagi ini.
Kali ini
saya ingin berbagi keresahan yang saya rasakan semalam. Bahkan ada rasa
bersalah yang mengganjal dalam hati. Namun juga sebuah pelajaran hidup saya
dapatkan. Begini ceritanya.
Malam itu
selepas membaca surat al waqi’ah seusai magrib saya menunggu konfirmasi dari
sya’roni, kawan sesama perantau dari lombok di Jogja. Kami janjian nonton
bareng final piala presiden di kos sepupunya. Tapi mendadak rencana kami batal
terlaksana gara-gara ia tak ada kendaraan untuk ke kota. Memang ia tinggal di
Bantul dan saya di Sleman. Akhirnya selepas sholat isya saya pun melangkahkan
kaki. Rencananya mau beli pulsa dulu, sudah 5 hari HP saya nggak ada pulsanya,
baru setelah itu ke warung burjo langganan saya. disanalah saya biasa nonton
pertandingan Persib. Kebetulan pemilik burjo itu orang sunda juga.
Di tengah
perjalanan HP saya berdering. Bapak menelpon, saya pun duduk di pinggir jalan
sembari mengobrol dengan bapak. Menanyakan kabar, meminta doa, lalu mengirim
salam kepada seluruh keluarga. Alhamdulillah keluarga sehat semua, kecuali si
kecil Fahri, dia lagi sakit perut. Konon sakit perut pada bayi adalah hal biasa
sekaligus pertanda bahwa ia akan bisa berdiri. Walah-walah, belum aja 9 bulan
udah mau bisa berdiri anak yang satu ini. semoga Fahri dan keluarga di Lombok
selalu dalam lindungan Allah SWT. Amiiinn.
Cukup lama
saya ngobrol bareng bapak. Pertandingan pun sudah dimulai. Saya memutuskan
untuk ke burjo dulu baru ke konter pulsa. Disana sudah ada beberapa orang yang
makan dan juga nonton pertandingan bola. Saya memesan nasi telur dan es teh. Beberapa
meter dihadapan saya ada seorang pemuda yang tengah menghisap dengan asyik
rokoknya sembari menyaksikan pertandingan dengan khusu’. Orang ini pernah saya
jumpai di tempat yang sama sewaktu menonton pertandingan Persib vs Mitra Kukar.
Namun saat itu saya duluan pulang daripada dia.
Ia memiliki
jenggot layaknya jama’ah tablig. Beberapa kali ia mengomentari jalannya
pertandingan dengan penuh antusias kepada orang-orang disekelilingnya, meskipun
dicueki ia tetap tersenyum. Saat itu ia
mendukung Sriwijaya FC. Senyumnya bagi saya agak sedikit aneh bahkan cenderung
menyebalkan. Beberapa kali saat Sriwijaya atau Persib gagal mengkonversi
peluang menjadi gol ia tersenyum dan melihat ke arah saya ataupun orang di
sebelahnya. Tapi entah kenapa, saya enggan untuk balik senyum kepadanya. Saya pura-pura
tetap khusu’ melihat TV supaya dia tidak tersinggung senyumnya nggak saya
balas. Mungkin karena ia tidak mendukung persib juga makanya saya begitu.
Pertandingan
berlangsung sengit. Sriwijaya mendominasi namun Persib memiliki pertahanan yang
begitu kokoh, dimotori Vladimir Vujovic dan Ahmad Jufrianto serta penjaga
gawang asal Bali, I Made Wirawan. Serangan yang dilakukan juga bisa dibilang
Persib lebih efektif meskipun tidak mendominasi. Makan Konate benar-benar
layaknya Yaya Toure di Manchester City. Alhamdulillah, Persib menang 2-0, gol
dicetak oleh Jupe melalui tendangan bebas dan Makan Konate memanfaatkan kemelut
di depan gawang Sriwijaya FC di penghujung babak pertama.
Puas
rasanya, nggak sia-sia nonton. Semalam Barcelona menang 5-2, sekarang Persib
juara piala presiden yang berlangsung di Jakarta. Selamat untuk Persib Bandung,
2 tahun terakhir mendapat 2 trofi. Sebuah perkembangan yang sangat positif. Selamat
juga untuk Sriwijaya FC, perlawanan yang sangat sengit membuat pertandingan ini
menjadi seru. Juga kepada Zulham Zamrun yang terpilih sebagai pemain terbaik
dan top scorer piala presiden.
Seusai pertandingan,
pemuda berjenggot yang tidak terlalu saya respect tadi bangkit dan
hendak membayar makanan yang ia pesan tadi. Tiba-tiba bulu kuduk saya
merinding, ternyata pemuda berjenggot ini pincang. Kakinya tidak normal saat
berjalan. Walhasil, ia pun berjalan dengan lambat, tidak seperti orang normal
biasa. Ada rasa iba yang muncul dalam hati, ada juga rasa menyesal dan bersalah
sempat mengacuhkan senyum lebar yang ia berikan tadi, dan ada rasa kagum,
karena meskipun diacuhkan pemuda ini sama sekali tidak menampakkan
kejengkelannya pada saya. atau mungkin ia sudah biasa diacuhkan.
Perlahan pemuda
itu meninggalkan burjo dengan langkah tertatih. Saya memperhatikannya dari
belakang. Ya Allah, saya merasa ditegur dengan apa yang saya saksikan barusan. Seorang
yang kurang normal mampu hidup dengan bahagia dan senyum tiada henti. Tentu ia
adalah orang yang bersyukur dengan apa pun pemberian Allah. Sedangkan banyak
diantara manusia normal, yang kakinya tidak pincang bahkan sanggup berlari,
hidup dalam hedonisme, individualisme, dan antipati yang mendominasi. Astagfirullahal
‘azim. Lain waktu jika saya bersua dengan pemuda itu saya tidak akan cuek lagi.
Saya akan ramah, minimal dengan senyuman juga. Saya pandang kaki ini,
alhamdulillah, terima kasih atas nikmat-Mu ya rabb, jadikan kami hamba-hamba-Mu
yang senantiasa bersyukur. Ampuni kekhilafanku tadi.
Saya pun
membayar makanan dan melangkah menuju konter yang terletak beberapa meter di
sebelah utara burjo. Di hadapan saya terlihat pemuda berjenggot tadi melangkah
tertatih berlawanan arah dengan saya. kami akan berpapasan, ia nampak membawa
sebuah tas kresek, mungkin jagung rebus. Ia melihat saya, saya pun melihatnya, “
hai mas ”, saya berinisiatif menyapanya dulu sembari tersenyum. Ia pun
tersenyum lebar sampai giginya kelihatan “ iya mas ”. kami berpapasan, ia terus
melangkah tertatih namun dengan senyum tulus. Sedangkan diwaktu yang bersamaan
begitu banyak manusia yang melangkah dengan normal namun dengan wajah ketus
tanpa keramahan. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah kesulitan-kesulitan
hidup dan menafikan kenikmatan pemberian Allah yang pada hakikatnya jumlahnya
jauh lebih banyak.
Malam ini
saya belajar dari pemuda berjenggot itu. Kekurangan yang ia miliki tidak
menjadi alasan untuk murung apalagi menggerutu. Kesyukuran lah yang menjadi
pangkal kebahagiaan. Tetaplah bersyukur maka engkau akan bahagia. Namun jika
engkau mencari kebahagiaan maka
kebahagiaan itu akan terasa sangat sulit dan rumit. Tapi dengan syukur, bahagia
itu sederhana. Terima kasih untuk pembelajaran hidup malam ini, pemuda
berjenggot. Wallahu a’lam.
Yogyakarta,
19-10-2015
06:45
WIB
{
M I }
Komentar
Posting Komentar