Azan ; Panggilan Kerinduan

Hari ahad pertama di tahun 1437 H. Semoga kebaikan-kebaikan masih menyertai kita, kawan, amin. Baru pukul 08:00 tapi matahari sudah menyinari dengan sangat bersemangat. So, semangat kita nggak boleh kalah dengan matahari. Saya teringat dengan salah satu moto hidup Almagfurullahu Maulanasyaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majdi, “ guruku matahariku ”. moto ini menurut hemat saya bisa bermakna ganda. Pertama, Guru-guru beliau laksana matahari yang menyinari hati dan hidup beliau. Tersirat pengakuan dan penghormatan tingkat tinggi disini. Kedua, beliau berguru pada matahari, pusat tata surya dalam galaksi bima sakti tersebut setiap hari tanpa henti menyinari bumi. Tanpa pernah protes, mengeluh, menggerutu ataupun minta mutasi pada Allah. Ia menjalankan qodratnya dan keinginan-Nya untuk memberikan penerangan pada jagat raya. Menebar kebaikan tanpa keluhan, mengharap imbalan, apalagi pilih kasih.
Sore kemarin sebenarnya saya sudah mengetik beberapa paragraf, namun entah kenapa ditengah-tengah proses mengetik tiba-tiba saya blank ( baca : nggak tahu mau nulis apalagi ). Walhasil, tulisan yang kemarin pun saya simpan dengan nama file “ belum jadi ”. saat itu saya menulis review buku yang baru saja selesai saya baca. Sebuah buku tebal dengan judul Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Doakan saja semoga ada inspirasi untuk bisa menyelesaikan tulisan yang kemarin.
Kali ini saya ingin mengajak pembaca yang membaca tulisan ini untuk sejenak menginstropeksi diri. Mawas diri. Ada sebuah perkara sederhana namun kaya makna yang kerap kita sepele kan. What is that ? ما ذلك  ? ape bae nu ?. sabar, sebentar lagi akan saya uraikan dengan singkat. Namun seperti biasa, izinkan saya memberikan sebuah elaborasi di awal. Sedikit dan sederhana saja, hadirin.
Semua kita pasti punya Handphone kan ? bahkan banyak diantara kita yang telah memiliki handphone pintar alias smartphone. Bahkan bapak saya pun Hpnya lebih bagus dari HP saya. tapi menurut saya yang seperti itu lebih baik. Masak iya HP si anak lebih bagus dari HP orangtuanya sedangkan duit untuk beli HP masih minta sama orang tua ? maaf kalau ada diantara kawan-kawan yang tersindir.
Kehadiran HP telah memberikan kemudahan bagi manusia dalam berkomunikasi. Seseorang yang berada di daratan yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan negara yang berbeda kini bisa saling mendengar suara lewat telephone. Bahkan lebih canggih lagi sekarang ada vitur panggilan video dalam aplikasi line, skype, dan lain-lain. Saat HP berdering, tandanya ada yang memanggil alias menelpon. Secepat kilat kita akan mengangkat telponnya to ? tapi sebagian orang – termasuk saya – ada pula yang melihat terlebih dahulu siapa sang penelpon. Kalau nomornya tidak saya kenal biasanya akan saya abaikan. Pengalaman masa lalu, biasanya itu salah satu cewek kenalan saya yang nelpon karena dia lagi nggak ada kerjaan dan minta diajakin ngobrol ngalor-ngidul sampa gratisan nelponnya habis. Dulu sih sering saya ladenin, tapi sekarang, bagi saya hanya menghabis-habiskan waktu saja. Mungkin pola fikir saya yang seperti ini terpengaruh oleh kedewasaan yang tengah terproses dalam diri.
HP berdering tidak hanya karena panggilan telepon, bisa juga karena SMS. Untuk HP pintar sendiri sering berbunyi lantaran Line, Whatsapp, BBM, dan lain-lain. Ketika HP berdering maka dengan secepat kilat kita meraih dan menyentuh HP untuk mencari tahu siapa yang mengirim dan apa yang dikirim.
Sesuatu yang sederhana dan sering kita sepelekan juga adalah sebuah panggilan. Panggilan dari sang pencipta. Disini bukan berarti panggilan menghadap kehadirat-Nya ya ( baca : mati ), kalau itu mah kita nggak mungkin bisa menghindar. Semoga kita panjang umur. Aaminn. Tapi panggilan yang satu ini justru sering kita sepelekan, mungkin saking seringnya dipanggil jadi terasa biasa-biasa saja. Ada yang sudah bisa menebak apa yang saya maksudkan ? yups. Panggilan Azan.
Yang Islam, dengan tidak bermaksud SARA. Lihatlah saudara kita yang beragama lain. Agama mana yang memiliki alarm pengingat untuk pemeluknya layaknya islam, tidak ada to ? bayangkan, 5 kali dalam 24 jam Allah SWT melalui para muazin di berbagai penjuru memanggil dan mengingatkan untuk beribadah karena itulah tugas kita. Bukankah jin dan manusia diciptakan untuk beribadah ? begitu kata Al-Qur’an. Allah tahu, lupa sudah menjadi kebiasaan manusia, karena itulah Allah mengingatkan melalui azan. Betapa baik dan pedulinya Allah pada kita.
Pertanyaannya, bagaimana tanggapan dan respon kita ketika azan berkumandang ? pertama, ada yang mendengar azan tak ubahnya mendengar musik-musik pop, rock, bahkan dangdut. Telinga mendengar dengan jelas lantunannya tapi tubuh tak bergeming dari aktifitas yang tengah dilakukan. Singkatnya, cuek, nggak peduli, bodo amat dengan azan yang berkumandang. Naudzubillahi min dzalik.
Kedua, mereka menghormati azan. Di dunia pendidikan biasanya ini sering terjadi. Saat pelajaran berlangsung, azan zuhur berkumandang, kegiatan belajar dihentikan sejenak untuk sekedar menghormati azan. Sekali lagi saya katakan “ sekedar “ menghormati. Paling tidak ini lebih baik dari tipe yang pertama tadi. Mereka menghormati azan dengan mendengarnya, ada pula yang menjawab panggilan azan dengan lafadz-lafadz yang telah diajarkan. Hal ini patut kita apresiasi.
Lalu yang ketiga, ada yang menghentikan aktiftasnya dan berfokus mendengarkan azan serta menjawab panggilan suci itu sembari menghayati makna yang terkandung didalamnya. Tentang kebesaran Allah, ketauhidan, keimanan, keberuntungan, kemenangan. Tipe ini bisa dibilang kategori yang lebih baik dari tipe pertama dan kedua. Anda tipe yang mana ? mungkin ada yang akan menjawab “ kepo banget sih abang izz ini, abang sendiri termasuk tipe yang mana ? ” hati pun ngedumel “ lah saya dibilangin kepo malah dia yang kepoin saya, apa-apaan coba ”
Jujur, saya pribadi pernah menyambut lantunan azan denga ketiga kategori tersebut. meskipun masih lebih sering dengan tipe yang pertama, astagfirullah. Namun izinkan saya sharing tentang apa yang saya pikirkan dan rasakan ketika menjawab lantunan azan dengan tipe yang ketiga. Tentu dengan tidak bermaksud riya’. Riya’? nggak lah ya, nggak ada gunanya.
Kejadian ini terjadi berbulan-bulan lalu. Saat saya masih terdaftar sebagai salah satu Thullab ( mahasiswa ) di Ma’had Darul Quran wal Hadist Al Majidiyyah As Syafi’iyah Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur. saat itu saya kos di bermi RT 29, disamping satu-satunya PAUD di sana. Kalau iman lagi bagus-bagusnya saya akan bangun pagi, lalu bertahajjud ria diatas kos ( atap kos kala itu berbentuk beton agar bisa dijadikan tempat menjemur pakaian ) dibawah jutaan bintang, sinar rembulan, dan dinginnya malam. Tak jarang sajadah yang saya gunakan basah oleh embun pagi. Selanjutnya ketika tarhim membahana dari speaker masjid saya akan bergegas melangkah menuju masjid besar at taqwa pancor.
Jarak dari kos menuju masjid tidak terlalu jauh. Tak butuh sampai 5 menit. Saya tidak melangkah sendiri, ketika keluar dari kos, menyusuri gang yang lumayan besar, lalu menuju jalan raya, saya ditemani orang-orang yang juga hendak ke masjid, sungguh sebuah pemandangan yang menyejukkan hati. Sayang diantara mereka didomniasi oleh para sesepuh. Meskipun adapula yang berusia muda, biasanya pelajar di lingkungan Pancor seperti saya ini.
Suatu ketika saat menuju masjid, di tengah perjalanan azan pun berkumandang. Entah kenapa mata saya serasa memaksa diri untuk terpejam, langkah kakipun jadi lebih melambat, situasi yang sepi sangat mendukung lantunan azan tersebut masuk ke dalam pendengaran saya. entah kenapa bulu kuduk saya seketika merinding, airmata ingin jatuh. Berbelas-belas tahun saya hidup sudah berap ribu azan yang saya abaikan. Istigfar tiada henti saya lantunkan sepanjang perjalanan.
Lafadz Allahu akbar dari lantunan azan mengingatkan kita akan Allah lah yang paling kuasa di jagat ini. saya bisa berjalan karena Allah, saya bisa memakai baju yang bagus karena Allah, bahkan saya bisa sholat pun karena Allah, maka nikmat Allah yang mana yang hendak engkau dusatakan, sahabat ? saat lafadz Allahu akbar berkumandang, coba renungi dengan penuh kekhusyu’an betapa Allah yang maha besar itu juga maha baik pada kita semua. Sekalipun kita sering mengacuhkan-Nya, Dia tetap saja baik pada kita. Inilah cinta tuhan pada hamba-Nya.
Jika membahas tentang azan dan jawabannya saya rasa bisa menjadi satu buku, paling tidak menjadi satu bab dalam sebuah buku. Akan terlalu panjang, untuk itulah saya akan membahas sebagiannya saja.
Saat lantunan Hayya ‘ala Solah bersenandung dengan indah sadarlah bahwa yang mengajak kita sholat bukanlah sang muazzin, tapi Allah SWT. Seolah-olah Allah berkata “ wahai hamba-Ku, aku ingatkan engkau untuk sholat, dunia sudah terlalu menyibukkanmu sehingga kalau Aku tidak ingatkan nanti kamu bisa lalai, Aku ingin kamu termasuk dalam golongan hamba-hamba-Ku yang sholih, untuk itu, Sholatlah wahai hamba-Ku, Sholatmu tidak ada manfaatnya untuk-Ku, namun sangat bermanfaat bagimu, Aku hanya ingin yang terbaik untuk hamba-hamba-Ku ”. ingatlah, saat lafadz ini berkumandang seolah-olah Allah lah yang mengingatkan tentang tugas dan tanggung jawab kita sebagai hamba-Nya.
Kawan, camkan pula, dibalik hayya ala solah, terdapat siratan makna yang begitu mendalam. Hayya ‘ala solah, dibaliknya ada kalimat “ wahai hamba-Ku, Aku rindu kepadamu, kemarilah, tunaikan kewajibanmu, berzikirlah karena aku akan membalasnya dengan ganjaran lebih, sholatlah, lalu katakan apa yang engkau pinta, Aku tak pernah pilih kasih pada hamba-hamba-Ku, kemarilah hamba-Ku, ambil air wudu’mu, Aku rindu padamu ”
Sahabat, dibalik azan, tersimpan kerinduan dari tuhan untuk kita. Lantas, masihkah kita mau mengacuhkan panggilan kerinduan tersebut ?. dr Gamal Albinsaid pernah memberi nasihat “ inti dari hidup adalah taat ibadah, karena jika ibadah kita baik, kebaikan yang lain pun akan menyusul dengan sendirinya, namun jika kebaikan lain yang kita dahulukan dari pada ibadah, kebaikan itu tidak akan berarti banyak ”
Tulisan ini adalah kritik untuk diri saya pribadi. Semoga Allah memanjangkan umur kita semua dalam balutan kebaikan dan keberkahan, amiiin ya robbal ‘alamin. Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 18-10-2015
09:14



{ M I }

Komentar

Postingan Populer