Sebuah Pembalasan

Kecewa dan kesedihan akibat gagal dalam MQK perlahan mulai terlupa. Saya mulai disibukkan dengan persiapan menghadapi UN. Saat itu saya kelas 3 MTs. Tiada hari tanpa Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Inggris, pokoknya semua mata pelajaran yang di UN kan. Dari situ saya menyimpulkan salah satu cara untuk move on adalah menyibukkan diri dengan hal-hal positif. Mengutip sebuah nasihat dari hujjatul islam, imam al ghazali “ jika engkau tidak disibukkan dengan kebaikan pasti engkau disibukkan dengan perkara yang sia-sia ”.
Berkat bimbingan ustadz, try out, dan belajar setiap waktu alhamdulillah kami bisa melalui UN dengan baik. Kini tinggal menanti pengumuman kelulusan. Teman-teman banyak yang menghabiskan waktu liburan dengan full berlibur, hang out, traveling, dll, maklum liburan bagi mereka laksana mendapat remisi dari penjara suci. Beberapa kali mereka mengajak saya ngetrip dan jalan-jalan tapi selalu saya tolak. Entah kenapa badan terasa mager ( males gerak ), lebih asyik diam di rumah, bantu-bantu bapak dan mamak, serta bersua dengan TV setiap hari. Saya memang hoby nonton, sampai-sampai orang tua sering ngeremon ( bahasa sasak – ngedumel ) “ kamu, TV terus yang ditonton ”. sekarang saya malah jarang banget nonton TV, Maklum di kos nggak ada TV.
Suatu hari, bapak saya yang notabene kepala MTs tempat saya belajar mendapat surat dari kemenag kabupaten lombok barat. Surat itu berisi permohonan utusan untuk mengikuti lomba pidato bahasa Indonesia. Bapak pun meminta saya ikut. Saya pun tertarik, “ lombanya dimana pak ? ”
“ sebentar ” bapak membaca surat itu sekali lagi
“ di asrama haji provinsi ”
Saya mematung. Kenangan buruk beberapa bulan lalu kembali terputar Bagaimana rasanya jika gagal untuk kedua kalinya di tempat yang sama ? saya pun memberikan kode menolak. Saya meminta bapak bicara dulu dengan ustad-ustad yang lain perihal siapa santri yang pantas untuk diutus. Bapak pun melakukannya dan hasilnya, saya yang terpilih secara aklamasi.
Tahaddus binni’mah, semenjak menjadi santri saya merasa enjoy ketika berbicara di depan umum, tidak peduli mereka senior atau junior, mungkin itulah yang membuat penampilan saya terlihat sedikit agak memukau ketika berceramah. Saya pernah didaulat menyampaikan uraian tentang maulid nabi oleh organisasi santri pesantren, juga pernah mengisi acara pengajian yang harusnya diisi oleh gubernur NTB tapi karena beliau tidak datang alhasil saya diberi kesempatan untuk mengisi kekosongan. Pengalaman yang mengesankan bagi saya, karena saat itu saya termasuk penggemar fanatik Tuan Guru Bajang, Ulama muda cerdas yang terpilih sebagai gubernur NTB sekaligus gubernur termuda Indonesia.
Saya masih tak bergeming. Hati terasa berat untuk mengikuti lomba. Orang tua terus membujuk dan memberikan semangat, mamak pun sempat memanas-manasi saya “ kalau di lingkungan pondok kan kamu sudah diakui bisa pidato, nah kalau diluar pondok kan kita nggak tahu, kamu belum teruji, makanya ini kesempatan untuk mengukur sejauh mana kemampuanmu ”. benar juga kata mamak, namun hati masih saja kekeh menolak. Sampai pada suatu malam, saya ingat sekali malam itu adalah malam final Liga Champions antara Barcelona dan Manchester United. Saat itulah bapak melancarkan jurus andalannya “ kalau kamu nggak mau ikut lomba itu, nggak usah nonton bola malam ini ”. tanpa pikir panjang saya pun setuju mengikutinya.
Alhamdulillah, nggak sia-sia, barcelona menang 3-1, padahal final berlangsung di stadion wembley. Stadion kebanggan masyarakat britania raya. Hak sudah saya dapatkan, kini tinggal kewajiban yang harus ditunaikan. Esoknya saya pun menyiapkan materi pidato berdurasi 7 menit. Setiap kali ceramah atau pidato saya memang terbiasa menyampaikan pidato susunan saya sendiri. Tanpa saya sadari hari itu adalah H-1 lomba, namun alhamdulillah dengan waktu yang terbatas pidato pun selesai dan sebelum berangkat lomba saya meminta orang tua untuk mendengarkan.
Saya tergabung dalam kontingen lombok barat. Sesampai di asrama haji hatipun sedikit gentar. Hati berkata “ dulu saya kesini, lalu menangis, sekarang saya kesini lagi, apakah saya akan menangis lagi ? ”. acara kemprov dibuka dengan long march di jalan lingkar selatan mataram. Saya ingat sekali saat itu ada salah seorang kontingen lombok barat yang cantik sekali parasnya, kalau tidak salah namanya putri, ia ikut lomba pidato bahasa inggris putri. Sampai sekarang saya belum pernah bertemu dengannya lagi.
Lomba pun dimulai, dari belasan peserta, saya mendapat nomor urut 7. Saat giliran saya tiba, dengan langkah pasti saya maju dan mulai berpidato, alhamdulillah waktunya pas dan saya rasa saya sudah menyampaikan dengan baik. Senang rasanya ketika hendak duduk official kami memberikan acungan jempol.
Jarak antara lomba pidato bahasa indonesia dan hari penutupan lumayan lama, sekitar 3 hari. Karena mata lomba yang lain masih berlangsung. Sekitar hari kedua, tepatnya di malam hari, bapak dan mamak datang untuk menjenguk saya, saya ingat sekali. Kami menikmati kopi dan makanan ringan bersama disitu. Ah saya merindukan makan bersama keluarga besar ^_^.
Lalu dimalam sebelum hari penutupan, saya keluar seorang diri, berjalan menuju arah utara. Asrama haji ini sangat besar dan luas. Tepat di depan ada replika ka’bah, hajar aswad, sofa marwah, dll. Disitulah saya menghempaskan tubuh untuk menatap langit malam. Bintang malam itu bersinar dengan penuh semangat, seakan-akan mereka tersenyum kepada saya. disaat itulah saya merasa seperti berdialog dengan diri pribadi.
“ izz, kamu tentu masih ingat tempat ini bukan ? iya, tempat ini, yang membuatmu menangis berhari-hari, membuatmu merasakan betapa tidak adilnya keadaan dan takdir, di tempat ini kamu berhasil membuat banyak orang kecewa, orang tuamu, juga ustad-ustadmu ” kepala saya tertunduk, semilir angin mengiringi monolog jiwa dalam balutan romantisme udara malam.
“ izz, kamu ingat kesuksesan semua kontingen dari pondokmu dulu ? disaat mereka maju menerima penghargaan kamu hanya terduduk dan berusaha tersenyum untuk mereka, padahal di hatimu, kesedihan dan rasa malu sudah menjulang begitu tinggi, mereka bahagia dan kamu bersedih, mereka tertawa kamu berderai airmata, kasihan sekali kamu, sungguh kasihan ”
“ tapi, kenapa kamu datang lagi ? kenapa hanya karena supaya bisa nonton bola kamu sampai menyanggupi untuk datang ke tempat ini lagi ? apakah kamu siap untuk menangis lagi dihari penutupan esok ? apakah kamu siap berderai airmata ? dan apakah kamu tega mengecewakan orang-orang yang kamu sayangi jika kegagalan itu datang lagi ? ”
Saya tengadahkan kepala ke angkasa luas. Mengatur nafas dengan teratur lalu menatap indahnya langit.
“ langit yang begitu indah, bintang yang bertebaran dengan kemilau yang tak karuan. Hey ! cahaya yang tidak seragam lah yang membuat bintang indah. Begitupun hidupmu. Bukankah kamu tahu bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda ? kamu bahkan mengetahui itu sejak beberapa tahun yang lalu namun baru bisa merasakannya beberapa bulan yang lalu ditempat ini. kamu bisa ada di tempat ini karena takdir Allah, dulu kamu menangis dan gagal karena kehendak Allah pula, mungkin begitu cara Allah mengajarkanmu kesabaran dan kedewasan setahap demi setahap ”
“ berarti, apapun yang terjadi esok, entah kau akan menangis atau berbahagia, terimalah, bersyukurlah, yang penting kamu sudah berusaha, kini saatnya bertawakkal ”
Ada ketenangan bathin yang mulai kurasakan.
“ kamu disini juga karena dorongan orang tua, setiap orang tua tentu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, iya kan ? begitupun dengan orang tuamu. Lihatlah betapa baik dan hebatnya mereka dalam menyemangatimu ? HP yang kini kau miliki justru mereka berikan disaat kamu gagal, disaat kamu kalah, disaat kamu menangis. Itu artinya mereka ingin yang terbaik untukmu dan memaksamu mengikuti perlombaan ini adalah salah satu langkah baik ”
Kembali terngiang kalimat-kalimat menyejukkan dari orang tua saya “ yang kami harapkan bukan prestasimu, tapi proses yang kamu lakukan, tetap belajar, berusaha, dan mencoba, lalu tawakkal pada Allah ”
“ subhanaAllah, Allahu akbar, Astagfirullah, ampuni kelabilan hamba-Mu ini ya rabbi, apapun hasil yang sudah Kau takdirkan esok hari akan kutrima dengan penuh kesyukuran, namun aku mohon, kuatkan aku sekiranya aku gagal ”
Pagi itu Ustad Hamzan, orang dekat keluarga kami datang untuk menjemput. Bapak berhalangan hadir karena ada acara di madrasah. Ustad Hamzan ikut masuk ke dalam auditorium asrama haji. Aku bergabung dengan kawan-kawan kontingen Lombok Barat. Perlahan namun pasti acara inti, pengumuman pemenang pun dimulai.
Satu persatu kawan-kawan kontingen Lombok Barat dipanggil untuk menerima piala. Ada yang juara 1 fahmil qur’an, juara 1 pidato bahasa inggris, juara 3 puitisasi, dan lain-lain. Serasa hampir tak percaya, nama saya pun disebut, juara 2 pidato bahasa Indonesia tingkat provinsi berhasil saya persembahkan untuk kabupaten Lombok Barat dan Pesantren.
Dengan penuh kesyukuran saya maju menyusul teman-teman yang lain. Sesama kontingen lombok barat yang berhasil menang kami berpelukan diatas panggung, meski hanya 4 hari bersama namun kami sudah seperti keluarga. Dengan hati terharu dan bahagia saya terima piala yang menjadi hak saya. piala ini saya dedikasikan untuk kedua orang tua, adik-adik, dan pesantren saya.
Pandangan mata menyaksikan dari atas panggung orang-orang yang belum beruntung saat itu. Hati saya berbisik “ aku dulu pernah seperti kalian, belum beruntung, dan kini, aku berdiri diatas panggung, dulu aku menangis, kini aku melihat orang-orang menangis, hidup memang bagaikan roda, ada kalanya kalah ada kalanya menang, yang terpenting jangan berhenti berusaha ”.
Tiba-tiba seorang anak yang menjadi juara 1 lomba pidato bahasa Indonesia menarik saya dan meminta saya untuk berfoto dengannya. Agak aneh terasa namun tidak mungkin saya menolak. Setelah memenuhi keinginannya untuk berfoto saya pun mengucapkan selamat kepadanya, sebagai juara 1 ia akan mewakili NTB dalam KEMNAS di Jakarta beberapa bulan lagi, hm, andai saya yang juara 1 pasti saya yang ke Jakarta.
Saya bersama ustad Hamzan pun beranjak pulang setelah sebelumnya berpisah dengan kawan-kawan kontingen lombok barat, official, dan mengambil akomodasi dari panitia, lumayan dapat 650 ribu kalau tidak salah. Rizki anak soleh. Hehe.
beberapa hari kemudian salah seorang pegawai kementrian agama lombok barat yang masih satu dusun dengan kami datang ke rumah dan memberikan saya selamat. Beliau juga salah satu offisial kami kala itu. Dari beliaulah saya mendapat cerita bahwa sebenarnya saya nggak bisa ikut lomba itu dikarenakan ketika KEMNAS diadakan saya sudah masuk Madrasah Aliyah. Tapi karena offisial bersikukuh memasukkan saya akhirnya saya bisa mengikut lomba dengan konsekuensi tidak bisa menjadi juara satu. Dan konon kata beliau saya lah yang mendapat nilai tertinggi, namun karena kebijakan panitia akhirnya yang sebenarnya juara 1 menjadi juara 2 dan yang juara 2 menjadi juara 1. Hmm, gagal deh ke Jakarta gratis, tapi nggak apa-apa, yang penting saya berhasil membalas kegagalan dengan kemenangan di asrama haji provinsi NTB. Tahaddus binni’mah.

Jogjakarta, 30-10-2015
17:28 WIB


{ M I } 

Komentar

Postingan Populer