Indonesia beristigfar



Kita terlahir sebagai bangsa Indonesia tentu telah menjadi pilihan Allah SWT. Di tempat inilah kita diamanahkan menjadi khalifah guna mengurus, menjaga, dan mensyukuri bumi yang Allah amanahkan kepada kita. Andai bisa memilih sebelum lahir mungkin ada diantara kita yang ingin dilahirkan di mekkah, supaya bisa ke masjidil haram tiap hari. Ada juga yang ingin dilahirkan di Spanyol, Inggris, atapun Italia agar bisa nonton sepak bola internasional live di stadion-stadion terkenal di sana. Bahkan ada pula yang ingin dilahirkan di jalur gaza Palestina, berharap mendapatkan gelar syuhada di mata Allah SWT.
Hak prerogatif Allah menempatkan kita lahir di dunia bagian mana. Tugas kita hanyalah menjalani dan mensyukuri. Mensyukuri dengan menjaga amanah yang Allah berikan dengan penuh tanggung jawab. Karena apa yang dititipkan kepada kita kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Semua kita adalah pemimpin. Presiden pemimpin untuk bangsanya, gubernur pemimpin untuk provinsinya, ulama pemimpin atas murid-muridnya, ketua kelas, ketua RT, bahkan kita pun adalah pemimpin. Paling tidak pemimpin yang akan mempertanggung jawabkan aktifitas tangan, kaki, mata, hati dan sebagainya di pengadilan Allah kelak. Karena kitalah yang mengendalikan anggota badan dan hati ini untuk beraktifitas yang notabennya semuanya adalah titipan Allah SWT.
Junjungan kita, baginda Rasullllah SAW pernah bersabda bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari iman. Artinya apa ? orang yang tidak memiliki jiwa nasionalisme pada tanah airnya harus dipertanyakan keimanannya. Kita lahir di Indonesia, besar di Indonesia dan makan dari makanan yang dihasilkan oleh tanah Indonesia, itu artinya apabila kita mencintai Indonesia maka iman kita baik. Saya jadi teringat kejadian sekitar 6 tahun lalu, tatkala OSPEK yang saya ikuti saat pertama kali masuk pondok pesantren. Seorang kakak senior ketika itu bertanya dengan nada tegas, entahlah nada tegas cenderung membentak sampai-sampai suaranya jadi serak. Kasihan sekali. Ia bertanya pada saya “ hey kamu! Kamu cinta nggak sama tanah airmu ? ”.  “ cinta ” jawab saya enteng. “ cinta nggak sama tanah airmu ? ” Kakak itu mengulangi pertanyaan yang sama “ iya cinta” saya jawab dengan jawaban yang sama. “ kurang keras,, jawab dengan semangat, cinta nggak sama tanah airmuuuuuu ?? ” teriakan si kakak sudah sampai volume puncak. Saya tarik nafas panjang, pita suara saya pun melakukan persiapan, matapun tertutup, mulut mulai menganga dan saya pun teriak nggak kalah kerasnya “ cintaaaaaaaaaaaaaaaa ”.
Si kakak senior masih dengan wajah yang diseram-seramkan padahal nggak seram lalu berkata “ kalau kamu cinta tanah airmu sekarang juga cium tanah airmu ! cepaaattt ! ” aku hanya mematung, maksudnya apa ? sejenak pikiran ini me-loading apa maksud perintah si kakak dan “ tunggu apalagi ? sekarang juga cium tanah airmu kalau kamu cinta sama tanah airmu! ”. tak ada pilihan lain saya pun menunduk, dengan posisi bersujud saya tempelkan bibir ini pada tanah. Sesuai perintah si kakak. Aduh, keperjakaan bibir saya hilang diambil tanah airku. Hehe. Beberapa detik kemudian saya usaikan kegiatan itu. Takutnya ntar si tanah ketagihan dicium saya :D. “ siapa yang suruh kamu berhenti ? cium lagi lebih lama ? cinta kok sebentar ciumnya, cintai tanah airmu lebih lama!!! ”. sudah menjadi sebuah teori ketika OSPEK bahwa apa kata senior laksana firman tuhan, harus dilakukan, kalau membantah bisa kena azab, sepen ate ( apa boleh buat-bahasa sasak kontemporer) saya kembali mencium tanah itu dengan penuh keterpaksaan dan dalam durasi yang lebih lama.
Tentu apa yang dilakukan kakak senior saya ketika itu hanyalah sebuah candaan belaka. Mengaplikasikan rasa nasionalisme bukan dengan mencium tanah air secara simbolik tetapi memberikan kebaikan demi kebaikan kepada bangsa dan negara sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Presiden yang cinta pada bangsanya dapat membuktikan cinta itu dengan bekerja keras dan cerdas untuk rakyat bukan untuk kepentingan kelompok atau partai. Pemuda yang cinta Indonesia mencintai Indonesia dengan terus belajar karena mereka sadar merekalah yang memiliki tanggung jawab terhadap nasib bangsa ini di kemudian hari, semoga kita termasuk pemuda yang cinta pada Indonesia.
Masyarakat yang cinta pada Indonesia akan menjadi masyarakat yang taat hukum, menjaga perdamaian, dan saling tolong menolong kepada sesama. Bukannya malah melakukan tindakan-tindakan merugikan negara bahkan merusak negara. Naudzubillahi min dzalik. Bukankah impian kita semua menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang gemah ripah loh jenawi, toto tentrem kertoraharjo ? ( betul nggak nih tulisannya ) dan tentunya baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.
Namun akhir-akhir ini kita menyaksikan bahwa banyak sekali elemen bangsa Indonesia tengah mengalami degradasi nasionalisme. Kecintaan terhadap tanah air mereka berkurang bahkan bisa jadi luntur. Pejabat yang cinta negara harusnya tidak mencuri uang negara, penegak hukum yang mencintai negara harusnya tidak sibuk saling sikut melainkan memperjuangkan penegakkan hukum, masyarakat yang cinta negara harusnya menjaga perdamaian bukannya menyulut permusuhan.
Kita ketahui bersama dua institusi penegak hukum yang sama-sama urgennya, KPK dan Polri tengah dilanda konflik. Entah siapa yang salah dan siapa yang benar atau mungkin kedua-duanya salah ? KPK menetapkan status tersangka pada seseorang tentu memiliki dasar yang kuat meskipun pada akhirnya status tersebut dibatalkan oleh pengadilan. Polisi pun demikian tak mungkin menetapkan status tersangka tanpa ada bukti dan alasan. Namun yang kita sayangkan adalah nampaknya tindakan kriminal tersebut justru dipolitisasi. Ada banyak kepentingan yang ikut campur dalam ranah berbangsa dan bernegara. Publik pun mulai gerah. Presiden yang menjadi simbol bangsa mulai dibully dan dikata-katai. Yang sabar ya pak presiden. Tugas dan ujian bapak memang berat.  Tapi yakinlah bapak pasti bisa menghadapi dan memutuskan semua kebijakan dengan baik asalkan dilandasi cinta pada tanah air tercinta dan rakyat Indonesia. bapak menjadi presiden bukan karena amanah partai bapak atau bunda megawati akan tetapi karena pilihan mayoritas bangsa Indonesia.
Di akhir goresan sederhana ini saya ingin sedikit berpendapat bahwa terlalu banyak dosa yang sudah kita lakukan. Entah itu para pengemban amanah maupun kita sebagai masyarakat biasa. Karena itulah Allah menegur kita dengan ujian yang terus datang. Entah itu berbentuk bencana alam, bencana sosial, maupun konflik para elit petinggi negara. Nampaknya seluruh masyarakat Indonesia perlu muhasabah diri, dari elemen yang paling kecil sampai terbesar. Andai saya jadi presiden pak, saya ingin mengadakan acara Indonesia beristigfar, atau istigfar nasional. Undang para alim ulama dan seluruh pejabat negara bersama masyarakat umum. Bayangkan jika banyak masyarakat yang beristigfar insyaAllah bantuan Allah kepada bangsa tercinta ini akan datang. Wallahu a’lam.



                                                                                       Pancor,


                                                                                       Yang mencintai Indonesia
                                                                                       Muhammad Izzuddin

Komentar

Postingan Populer