6 syarat dapat ilmu



Terhitung sejak pertengahan 2008 sampai pertengahan 2014 saya nyantri di sebuah pondok pesantren yang terletak tak jauh dari pusat kota dan keramaian. Tepatnya di pondok pesantren Hikmatusysyarief NW Salut, selama 6 tahun saya nyantri. Itu artinya selama enam tahun saya lebih sering pakai sarung daripada celana, apalagi celana pensil, saya ingat betul terakhir kali mengenakan celana pensil ketika kelas 6 SD. Pasca menjadi santri sampai detik ini saya sudah lupa bagaimana rasanya menggunakan celana pensil. :D
6 tahun menjadi santri, itu artinya rambut saya lebih banyak tersimpan di balik peci beludru hitam maupun putih. 6 tahun lamanya saya lebih sering menggunakan baju koko daripada kaos, juga 6 tahun lamanya saya harus berjuang dengan penuh kesabaran  tatkala mendapat penyakit khas ala anak  pondok, penyakit kulit, yang gatal-gatal itu lho, anda semua pasti tahu kan ? istilah kasarnya itu korengan :D.
Banyak suka duka menjadi santri. Sukanya karena kita bisa mendapatkan pengalaman yang orang lain nggak bisa rasakan, memiliki teman dari berbagai daerah dengan karakter mereka masing-masing, dan lain sebagainya. Adapun dukanya tatkala penyakit korengan itu datang menghampiri. Gatalnya minta ampun dan begitu mengganggu aktifitas. Hampir dimana ada pondok pesantren di situ pasti ada penyakit koreng. Mungkin karena cara hidup kami yang kurang higienis dan tidak steril dari kuman. Namun ada satu mahfuzot ala anak pesantren yang membuat kami jadi sedikit terhibur bahkan bersyukur ketika mendapatkan penyakit koreng. Mahfuzhot tak jelas asal muasalnya itu berbunyi “ korengan adalah tanda ilmu kita berkah di pondok, kalau santri belum korengan maka ilmunya belum berkah ”. anda yang anak pondok pasti pernah mendengar mahfuzot abal-abal ini kan ? :D. Adapun kebenaran alias keshahihan muhfuzot ini hanya Allah yang tahu, kita hanya bisa berargumen saja.
Namun pastinya 6 tahun saya dan kawan-kawan menjadi santri kami selalu kenyang oleh kajian-kajian keagamaan setiap hari. Tiada hari tanpa al-qur’an. Disiplin wajib mandiripun harus. Tata tertib serasa lebih tinggi derajatnya daripada UUD 1945. Dan yang paling kami syukuri ialah menjadi santri membuat kami lebih paham dan mengerti siapa kami ? kenapa kami diciptakan ? apa yang harus kami lakukan ? pilihan apa yang harus kami ambil ? dan tentunya siapa yang menciptakan kami ? kami jadi lebih religius dibanding dengan pemuda lain seumuran kami.
Selain al-qur’an kami juga diajarkan berbagai disiplin ilmu keagamaan di pesantren. Hadist, fiqih, tafsir, nahwu, shorf, ushul fiqh, ta’lim, dan lain-lain. Tentunya disamping pelajaran formal lazimnya anak sekolah umum seperti bahasa inggris, fisika, kimia, sejarah dan sebagainya.  Itulah yang membuat kamin cenderung padat pelajaran dalam satu minggu. Bisa berkisar 18-24 pelajaran selama satu minggu, karena itulah jadwal kami belajara ialah dari pagi sampai siang, dilanjutkan bakda asar sampai jam 6 sore dan terkadang bakda magrib sampai jam 9 malam.
Berbicara masalah kitab kuning kami diwajibkan untuk bisa membacanya, minimal mengetahui dasar-dasar kitab kuning yang terpatri dalam ilmu nahwu dan sharf. Ada banyak kitab yang kami kaji, berbanding lurus dengan banyaknya buku paket yang harus kami kuasai pada pelajaran formal. Dan diantara kitab-kitab itu salah satunya yang paling fundamental dan memiliki tempat di hati kami ialah sebuah kitab berjudul ta’liim al muta’alim thariqa at-ta’allum. Biasanya kami singkat dengan sebutan talimul muta’alim. Kitab ini berisi tips-tips bagi pelajar maupun guru untuk mendapatkan ilmu yang berkah. Jika anda adalah anak pondok pesantren anda pasti tahu bukan tentang kitab yang satu ini ?
Selain berisi nasihat-nasihat bagi penuntut ilmu kitab ini juga berisi syair-syair indah yang temanya masih seputaran ilmu dan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu. Salah satu syair yang begitu populer ialah syair dari sayyidina ali karamaallahu wajhah :
Alaa laa tanaalul ‘ilma illa bisittatin...
sa unbika ‘an majmuiha bibayanin...
Zakain wa hirsin wastibarin wa bulgathin...
wa irsyaadi ustazin wa tuli zamanin

Ingatlah, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara
Aku akan menjelaskan kepadamu semuanya dengan sejelas-jelasnya
Enam hal itu ialah kecerdasan, tamak, bersabar, dan modal yang cukup
Serta bimbingan dari guru dan juga waktu yang lama

Syair ini berisi tentang hal-hal  yang harus kita miliki untuk mendapatkan ilmu yang kita inginkan. Oiya untuk diketahui juga, kami mengkaji kitab ta’limul mutaallim ini bersama banyak ustad bahkan almukarrom TGH. Zahid Syarief jua ikut membahas kitab ini dalam pengajian rutin setiap bakda subuh. Ada enam perkara yang harus ada pada diri kita jika ingin mendapatkan ilmu
Pertama ; kecerdasan. Mutlak harus kita miliki, namun disini maknanya tidaklah sempit. Bukan hanya cerdas IQ saja melainkan cerdas dalam menentukan sikap. Kita harus cerdas memilih tempat belajar yang bagus, cerdas dalam mencari teman yang baik, cerdas mengatur waktu belajar, cerdas dalam menyikapi segala hal yang bisa mengganggu konsentrasi menuntut ilmu. Kecerdasan seperti ini mutlak dimiliki oleh seorang penuntut ilmu agar ia bisa cerdas dalam ilmu yang ia geluti. Jangan sampai salah pilih tempat belajar, salah pilih teman belajar, dan tidak cerdas mengatur waktu belajar. Kenali diri dan karakter kita masing-masing lalu bertindaklah yang cerdas. Bertindak cerdas ialah bertindak untuk mendapatkan kebaikan diatas rata-rata.
Kedua, tamak dalam belajar. Artinya jangan pernah merasa puas. Baru paham satu ilmu langsung berpuas diri lantas mengatakan sudah cukup saya belajar. Ini adalah prilaku yang sangat salah. Ilmu itu luas, tidak ada kata cukup dalam belajar. Seorang penuntut ilmu jika ingin ilmunya berkah harus bertindak rakus dalam belajar, rakus membaca, rakus menulis, rakus bertanya, dan rakus menggali informsi. Karena ilmu jika digali tidak akan ada habis-habisnya. Buktikanlah !
Selanjutnya, kesabaran. Belajar merupakan perkara yang tidak mudah. Kita tidak bisa menjamin sekali kita belajar kemudian serta merta paham, sekejap membaca lantas menguasai apa yang telah terbaca. Terkadang ilmu itu begitu sulit untuk kita pahami, bahkan harus jatuh bangun saking rumit dan lamanya kita paham, disitulah dibutuhkan kesabaran. Banyak orang bilang sabar itu punya batas, sebenarnya tidak, sabar itu tidak ada batasnya tapi ada tempat-tempatnya. Teruslah bersabar dalam belajar, karena bersabar pahitnya itu disini ( masa sekarang ) tapi manisnya itu di sana ( masa depan ). Yakinlah ! sabar yang kita lakukan tidak akan sia-sia
Keempat ; modal yang cukup. Lebih familiar kita terjemahkan dengan uang. tentu kita butuh uang untuk mendapatkan ilmu. Karena ilmu adalah suatu perkara yang berharga dan tinggi derajatnya. Beli kitab, beli buku, bayar sekolah, semuanya menggunakan uang. tapi tenang saja, bukankah Allah melalui lisan rasulullah SAW telah menjamin akan menjaga dan memudahkan rizki orang-orang yang menuntut ilmu. Jadi uang bukanlah penghalang kita belajar namun uang akan membantu kita dalam belajar.
Kelima ; bimbingan dari guru. Guru laksana orang tua kita. Dialah matahari dalam hati kita karena berkat dialah kita mengetahui apa yang belum kita ketahui. Dialah orang yang harus kita hormati dan taati. Karena itulah jika ingin ilmu berkah jagalah silaturahim dengan guru dan selalu minta bimbingan dan nasihat dari beliau serta jalani apa yang beliau perintahkan, karena biar bagaimanapun guru itu lebih mengetahui dari kita.
Keenam ; waktu yang lama, jika kita membaca biografi orang-orang terkenal akan keilmuwannya, kita akan menemukan bahwa mereka meraih kesuksesan tidak serta merta laksana penyihir memaca mantra sim salabim abrakadabra dan langsung sukses. Tidak seperti itu. Mereka harus jatuh bangun dalam kurun waktu yang lama untuk bisa mendaptkan ilmu dan sukses dengan ilmu mereka. Inilah isyarat bahwa ilmu itu adalah suatu perkara yang begitu mulia dan harus totalitas dikejar jika ingin mendapatkannya. Jika kita pahami dengan baik perkara yang terakhir ini maka akan sangat singkron dengan kesabaran yang terletak pada syarat ketiga. Wallahu a’lam

Komentar

Postingan Populer