Ketika TGB Tidak Lagi Jadi Gubernur
Di Indonesia setiap tahun
adalah tahun politik. Kalau tidak pemilu atau pilpres hajatan pilkada baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota menjadi fokus perhatian. Apa lagi pasca
pemerintah menetapkan pilkada dilakukan serentak guna menghemat anggaran. Tahun
2017 ini ada 101 daerah yang akan memilih pemimpin baru, termasuk DKI Jakarta.
Tahun 2017 juga merupakan
tahun warming up bagi daerah-daerah yang tak lama lagi akan menyusul
penyelenggaraan pilkada serentak 2018 mendatang. Salah satunya daerah saya
tercinta, Nusa Tenggara Barat. Pilkada NTB 2018 cukup menarik untuk
diperbincangkan lantaran Gubernur yang tengah menjabat, TGB (Tuan Guru Bajang)
sudah tidak bisa mencalonkan diri atau dicalonkan lagi. 2 periode sudah beliau
menjabat dan konstitusi tidak membolehkan seseorang menjabat lebih dari 2
periode. Seandainya beliau masih bisa mencalonkan diri saya jamin hasil pilkada
bisa ditebak.
Beberapa nama mulai
muncul meramaikan bursa menuju NTB 1. Bupati Lombok Tengah, TGH. Fadil Tohir
bersama Partai Golkar sudah siap tempur. Mamiq Hasanain pun mulai menjadi
perhatian beberapa pihak. Bang Zulkifliemansyah juga sudah mulai blusukan ke sana
kemari. Dan jangan remehkan bupati nyentrik Ali BD. Beliau memiliki simpatisan
militan yang siap bergerilya mendulang suara sampai pelosok paling dalam di NTB
ini.
Lantas bagaimana dengan
TGB? Apa yang akan dilakukan TGB pasca tidak menjabat lagi menjadi pertanyaan
banyak orang. Banyak pihak mendorong beliau untuk maju dalam arena politik
nasional. Dorongan itu bukan tanpa dasar. Adalah integritas dan kapasitas yang
beliau miliki jadi jaminan. Jangan tanya masalah pengalaman. Amanah menjadi
anggota DPR RI dan Gubernur 2 periode sukses beliau emban. Wajah NTB berhasil
diubahnya ke arah yang lebih baik.
Bargaining? Oo jangan salah!! Beliau sudah punya branding
tersendiri sebagai gubernur termuda yang hafal qur’an 30 juz beserta arti
dan tafsirnya. Gubernur yang mempelopori wisata halal di Indonesia dan
diundang untuk menjadi pembicara dalam sidang umum PBB. Jelas pangsa
pemilih muslim yang memandang hal tersebut akan dengan mudahnya bisa beliau
dapatkan.
Hanya saja saya melihat
dan memprediksikan beliau tidak akan maju ke pentas politik nasional. Dalam
sesi wawancara dengan NET TV, Mata Najwa, dan beberapa media lain beliau sering
mengatakan “NTB indah, NTB baik, ngapain keluar? (Lebih baik) Di sini saja”. Maka
berikut saya jabarkan beberapa aktifitas yang bisa dan kemungkinan besar akan
TGB lakukan setelah tidak menjabat Gubernur lagi dan dengan catatan tidak maju
ke pentas politik nasional :
Mengajar
TGB adalah pengajar.
Beliau merupakan Syaikhul Ma’had Darul Qur’an wal Hadist (MDQH) NW Pancor
sekaligus Rektor Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) NW Pancor. Akan tetapi
lantaran sibuk menjadi gubernur posisi struktural beliau di dua lembaga ini pun
beberapa kali harus ditinggalkan. Utamanya di IAIH. Beruntung
mahasiswa-mahasiswa di sana pada sabar semua. Nggak pernah protes lantaran rektor
mereka jarang kelihatan di lingkungan kampus. Sungguh dimana lagi kita bisa
lihat mahasiswa penuh pengertian kalau bukan di IAIH?
Hal ini pasti disadari
oleh TGB. Tapi apa mau dikata? amanah menjadi gubernur NTB lebih besar dari apapun
jua. Menjadi pemimpin yang baik pun adalah perniath agama. Maka untuk sementara
waktu perhatian pada IAIH pun dikorbankan. Saya percaya ketika TGB sudah tidak
lagi jadi gubernur beliau akan kembali ke dunia pendidikan. Mengajar,
menebarkan ilmu, mendidik murid-muridnya dengan penuh keikhlasan.
Bukan tidak mungkin pasca
sukses menjadi gubernur beliau akan sukses memimpin IAIH NW Pancor juga.
Lah? Berarti ada
kemunduran dong?
Kemunduran dari mananya?
TGB berhasil memajukan
provinsi! Lah kalau cuma universitas doang mah kecil!!
Bukankah bagi TGB jabatan
adalah fungsi, bukan stuktural-formalitas belaka? Mau jadi gubernur, kepala
sekolah, rektor, hingga ketua RT, fungsinya tetap sama; memimpin, mengayomi,
dan melayani dengan memberi keteladanan yang berkelanjutan.
Menulis
TGB sudah diakui
kecerdasannya (oleh banyak orang). Namun masih banyak yang tidak mengetahui
kecerdasan beliau di Indonesia ini. Penyebabnya tak perlu diteliti, sudah
sangat jelas dan nyata; karya beliau yang di-publish belum banyak. Hanya
beberapa kali artikel dan tulisan beliau dimuat di harian nasional. Pun juga dengan buku, saya rasa belum banyak.
Hal ini yang belum
dilakukan oleh TGB. Mungkin lantaran dulu beliau sibuk berdakwah, kemudian
sibuk jadi anggota DPR, dan kini sibuk jadi Gubernur. Saya pribadi sangat
berharap ketika sudah tidak menjabat lagi beliau bisa menghasilkan karya berupa
buku. Harapan ini bukan lantaran saya suka buku. Tapi lebih dari itu. TGB
adalah sosok inspirator. Beliau secara tidak langsung berhasil meng-endorse
beberapa hal, songkok putih yang beberapa tahun lalu kerap beliau gunakan
misalnya. Banyak orang yang mengenakan songkok seperti itu lantaran TGB
memakainya. Saya percaya jika TGB menulis buku akan ada banyak sekali
orang-orang yang terinspirasi dan ingin menulis seperti beliau.
TGB bisa mulai dengan
menulis yang ringan dan santai saja dulu. Misalnya catatan harian seorang
gubernur. Bisa juga pandangan beliau tentang konsep wisata halal dan prospeknya
ke depan. Atau interpretasi-interpretasi terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Beliau
jelas memiliki kapasitas menulis hal-hal tersebut. Saya juga percaya jika TGB
menulis bukan tidak mungkin akan memberi dampak yang signifikan pada tingkat
literasi nahdliyin, utamanya kalangan pelajar dan mahasiswa.
Berdakwah
TGB ini sosok Tuan Guru
(baca:kiyai) paling berpengaruh dan punya popularitas tinggi di NTB. Setiap kali
mengisi pengajian majlisnya tidak pernah sepi. Orang-orang berduyun-duyun
hendak mendengarkan mauidhoh hasanah dari beliau. Seusai pengajian ribuan
orang akan menyerbu dan berebut salaman dengan beliau. Mereka rela
berdesak-desakan yang penting bisa mencium tangan TGB.
Saat TGB sudah tidak
menjadi gubernur lagi saya yakin beliau akan kembali intens berdakwah. Karena
ada kerinduan yang melatar belakangi. Kerinduan ummat kepada beliau dan insya
Allah beliau pun rindu bertemu ummat melalui media pengajian dan majlis taklim.
Sudah jadi rahasia umum bahwa jabatan Gubernur yang diemban beliau selama ini mempengaruhi
jadwal pengajian di masyarakat.
Ikhtiar menuju Islah
Beliau juga adalah Ketua
Umum Dewan Tanfidziyah PBNW. Saat ini di tubuh NW sendiri masih ada perpecahan
yang ditandai dengan dualisme kepemimpinan. PBNW Pancor yang diketuai TGB dan
PBNW Anjani yang diketuai Ummi Raehanun ZAM, bibik TGB sendiri. Semua pihak
tentu mendambakan islahnya Nahdlatul Wathan. Beberapa kali aroma islah tercium
menyengat namun ujung-ujungnya tak pernah mencapai klimaks.
Setiap gelaran pilkada
sih biasanya selalu ada isu islah antara NW Pancor dan NW Anjani. Namun dengan
berakhirnya gelaran pilkada isu itupun hilang lenyap tak bersisa. Ketika
politik menjadi media islah,ternyata sampai saat ini, hasilnya tak sesuai
harapan.
TGB pun menginginkan
islah. Hal ini kerap beliau ungkapkan melalui ceramah-ceramah dan nasihat yang disampaikan
kepada jama’ah Nadhliyin. Saya yakin seusai purna dari jabatan Gubernur beliau
tak kan berhenti untuk memperjuangkan islah di tubuh Nahdlatul Wathan ini.
Insya Allah.
Lombok, 15
Januari 2017
22:08 WIB
Muhammad
Izzuddin
Komentar
Posting Komentar